JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menerima kedatangan Stanford Doerr School of Sustainability Scholar-in-Residence Jeffrey Ball untuk mendiskusikan isu keberlanjutan.
School of Sustainability merupakan salah satu cabang studi baru yang dibentuk oleh Stanford untuk membahas isu keberlanjutan dan perubahan iklim, baik yang dihadapi oleh negara maju maupun berkembang.
"Jeff menyampaikan pengalaman saya yang sangat luas dan cukup panjang, baik di institusi global (World Bank - IMF) dan sebagai Menteri Keuangan Indonesia akan memberikan perspektif yang relevan, penting dan menarik dalam pembahasan isu keberlanjutan," kata Sri Mulyani dalam akun Instagram resmi @smindrawati, seperti dikutip di Jakarta, Selasa (2/7).
Menkeu mengatakan melalui Stanford School of Sustainability akan dibangun platform bagi para pemikir terbaik dunia, pembuat kebijakan, akademisi, dan praktisi dunia usaha untuk bertukar ide dan pandangan dalam memecahkan masalah perubahan iklim dan keberlanjutan, baik dari segi kebijakan, tata kelola, pembiayaan, maupun aspek penting lainnya.
Platform tersebut diwadahi dengan membentuk Stanford Sustainability Review yang diharapkan dapat menjadi jurnal internasional yang berkualitas dan berkelas.
"Kami mendiskusikan bagaimana platform global tersebut dapat secara inklusif memuat ide dan diskusi berdasarkan pengalaman dan pemikiran dari berbagai belahan dunia yang relevan dan penting, yang mampu menjadi terobosan dalam mendorong kerja sama dan kemajuan dari agenda keberlanjutan," ujar Sri Mulyani.
Dalam kesempatan terpisah, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan Pemerintah Indonesia berkomitmen dalam penanganan isu perubahan iklim melalui pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dengan prinsip transisi yang adil dan terjangkau.
Pengelolaan itu diwujudkan melalui tiga bagian terpenting anggaran, yaitu pendapatan, belanja, dan pembiayaan.
Pendapatan negara digunakan untuk memberikan insentif dan disinsentif bagi aktivitas ekonomi, termasuk penanganan perubahan iklim dan penurunan emisi karbon.
Dari sisi belanja, komitmen ditunjukkan dengan alokasi belanja perubahan iklim. Sejak 2016, Pemerintah mengeluarkan kebijakan Climate Budget Tagging yang didasarkan pada kesadaran atas kebutuhan anggaran dalam penanganan iklim.
Sementara pada sisi pembiayaan, Indonesia aktif mengembangkan instrumen pembiayaan yang mendukung ekonomi hijau seperti Green Sukuk, SDGc Bond, dan Blue Bond. Indonesia menjadi pionir yang mengkombinasikan pembiayaan hijau dan sukuk.