JAKARTA - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mendorong pemerintah baik pusat maupun daerah untuk membelanjakan anggaran sebesar 537,2 triliun rupiah pada Desember 2022 dalam rangka meningkatkan momentum pemulihan ekonomi.

"Untuk tahun ini yang sekarang sudah mendekati bulan terakhir kita juga melihat bahwa belanja untuk 2022 harus diselesaikan," kata Menkeu dalam Konferensi Pers seusai Penyerahan DIPA dan Buku Daftar Alokasi Transfer ke Daerah TA 2023 di Istana Negara, Jakarta, Kamis (1/12).

Sri Mulyani mengatakan tahun ini sudah memasuki Desember sehingga belanja harus segera diselesaikan mengingat belanja pemerintah pusat yang memiliki alokasi 1.119,5 triliun rupiah realisasinya sampai November masih 78,2 persen atau 876 triliun rupiah.

Menurutnya, apabila seluruh kementerian/lembaga (K/L) melakukan belanja sampai akhir tahun dengan mengikuti pola tahun lalu yaitu realisasinya mencapai 96 persen maka pada Desember ini harus dicairkan 203 triliun rupiah dari belanja pusat.

Untuk belanja daerah yang alokasinya 1.196 triliun rupiah pun baru terealisasi 818 triliun rupiah atau 68,2 persen sampai November dan jika juga mengikuti pola tahun lalu dengan realisasi mencapai 93 persen maka pada Desember ini akan dicairkan dari APBD sebesar 294 triliun rupiah.

"Dengan demikian, total operasi APBN dan APBD untuk perekonomian akan mencapai 537,2 triliun rupiah untuk Desember ini saja," ujarnya.

Sri Mulyani memastikan akan terus mendukung K/L dan pemerintah daerah untuk segera melaksanakan APBN 2022 sebagai cara dalam meningkatkan momentum pemulihan ekonomi. "Namun, itu tetap harus akuntabel dan bermanfaat bagi masyarakat dan perekonomian," tegasnya.

Sementara itu untuk 2023, ia berharap K/L dan pemda mulai menyiapkan pelaksanaan secara dini sehingga APBN pada awal tahun bisa langsung dilaksanakan.

Pelaksanaan APBN diyakini akan memberikan manfaat bagi masyarakat dan mengurangi risiko global yang cenderung melemahkan perekonomian secara keseluruhan.

Masalah Klasik

Peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan (PUSTEK), Hempri Suyatna, mengatakan keterlambatan penyerapan anggaran adalah masalah klasik pemerintah daerah. Masalah bersumber kurangnya kapasitas pengguna anggaran, tapi sekaligus ada faktor aturan administrasi yang kelewat rigid karena aturan untuk menghindari korupsi.

"Saya kira Kemenkeu, BPK, KPK, dan pengguna anggaran perlu menemukan formula bersama soal penganggaran ini. Karena rakyat kan akhirnya yang jadi korban. Dana sebesar 500 triliun rupiah itu besar sekali," kata Hempri.

Kata kuncinya, masalah korupsi di Indonesia besar namun jangan sampai hal itu menghambat pencairan anggaran apalagi anggaran untuk kesejahteran rakyat.

Baca Juga: