Masyarakat diminta menjalankan perlindungan ganda berupa vaksinasi dan protokol kesehatan dalam merespons peningkatan kasus Covid-19 di Singapura.

JAKARTA - Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin, mengimbau masyarakat untuk menjalankan perlindungan ganda berupa vaksinasi dan protokol kesehatan dalam merespons peningkatan laju kasus Covid-19 yang kini meningkat di Singapura.

"Kami juga melihat ada kenaikan, cuma kan memang bagusnya, kita masih ada vaksinasi. Kalau itu divaksin, kita seharusnya bisa bagus," kata Menkes, di Balai Sudirman Jakarta, Senin (4/12), menjawab kenaikan kasus Covid-19 di Singapura.

Seperti dikutip dari Antara, kepada masyarakat yang belum divaksinasi Covid-19 dosis penguat untuk segera mengakses layanan di fasilitas kesehatan terdekat. Program vaksinasi tersebut masih digratiskan hingga akhir Desember 2023.

"Mumpung sampai Desember ini kan masih gratis, ya itu dimanfaatkan saja," katanya.

Selain perlindungan vaksin, kata Menkes, masyarakat juga perlu kombinasi protokol kesehatan (prokes) seperti tetap membiasakan mencuci tangan dan memakai masker, khususnya di ruang publik.

Dalam kesempatan itu, Menkes Budi memastikan tren peningkatan kasus Covid-19 di Singapura belum memicu lonjakan pasien di rumah sakit yang ada di Indonesia.

"Untuk yang masuk rumah sakit kami nggak melihat. Memang ada peningkatan dari yang kena, tapi karena imunitasnya sudah bagus dengan vaksinasi jadi bagus," kata Menkes Budi menjawab pertanyaan terkait jumlah pasien Covid-19 saat ini di rumah sakit.

Dilansir dari Strait Times, kasus Covid-19 di Singapura pada kurun 19-25 November 2023 mencapai 22.094 kasus. Jumlah itu naik dua kali lipat dari pekan sebelumnya sebanyak 10.726 kasus.

Jalani Rawat Jalan

Pasien terinfeksi Covid-19 di Singapura rata-rata menjalani rawat inap dengan keterisian ICU masih relatif stabil. Otoritas kesehatan setempat menyebut peningkatan infeksi Covid-19 itu kemungkinan disebabkan oleh faktor-faktor seperti musim perjalanan pada akhir tahun dan berkurangnya kekebalan penduduk.

Sebelumnya, Staf Teknis Komunikasi Transformasi Kesehatan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, Ngabila Salama, mengatakan Covid-19 tidak mungkin hilang, namun sudah tidak membahayakan.

"Covid tidak mungkin hilang, tapi sudah tidak membahayakan seperti dahulu," katanya dalam acara gelar wicara terkait subvarian Covid-19, Omicron Pirola, yang diikuti secara daring di Jakarta.

Ngabila mengatakan status endemi Covid-19 di Indonesia bukan berarti menandakan virusnya hilang, seperti halnya influenza yang tetap ada hingga sekarang. Sehingga, sambungnya, gejala umum Covid-19 seperti batuk, pilek, dan demam masih dapat dirasakan, meskipun dampaknya tidak separah ketika pandemi Covid-19 merebak di seluruh dunia.

"Namun, hal tersebut bukan berarti dapat diremehkan, masyarakat perlu mewaspadai lonjakan kasus yang terjadi 4-6 bulan sekali," ujarnya yang juga merupakan Kepala Seksi Surveilans, Epidemiologi, dan Imunisasi Dinas Kesehatan DKI Jakarta itu.

Ngabila mengatakan lonjakan kasus dapat terjadi karena subvarian Omicron merupakan subvarian Covid-19 yang lebih mudah berpindah-pindah antarmanusia, dan berpotensi untuk melakukan mutasi genetik di setiap perpindahannya.

"Mutasi itu sangat bisa terjadi, terlebih kepada kelompok rentan seperti anak-anak, ibu hamil, lansia, juga pasien dengan komorbid," jelasnya.

Oleh karena itu, Ngabila mengimbau agar masyarakat tetap waspada terhadap virus Covid-19 meskipun sudah tidak dalam fase pandemi.

Baca Juga: