OLEH M SAMSUL ARIFIN
Pilpres 2019 telah memasuki babak baru. Tim kuasa hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi telah mendaftarkan permohonan sengketa Pilpres 2019 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Bola panas itu kini berada di tangan MK.
Jika sengketa dimenangkan kubu Prabowo-Sandi, apakah kubu Jokowi-Amin dapat legawa? Sebaliknya, jika kubu Jokowi-Amin yang menang, apakah kubu Prabowo-Sandi akan legawa? Apa pun hasilnya, jangan ada lagi kerusuhan dan kekerasan seperti pada 21-22 Mei 2019?.
Memang benar masalah itu harus dipertimbangkan karena menyangkut keamanan, kedamaian dan ketenangan masyarakat. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, ada 8 korban meninggal pasca-aksi 21-22 Mei 2019. Sebanyak 737 orang mendapat penanganan kesehatan.
Menjalin rekonsiliasi nasional menjadi kebutuhan mendesak saat ini, terutama setelah MK nanti mengumumkan hasil sengketa Pilpres 2019. Keputusan tersebut harus dihormati oleh semua pihak.
Di media sosial, misalnya, masyarakat banyak membicarakan rekonsiliasi. Hasil penelusuran tentang rekonsiliasi untuk periode 21-27 Mei 2019 di media sosial, utamanya Facebook, Instagram, Twitter dan Youtube, didominasi sentimen positif 53,2 persen. Sedangkan sentimen negatif 15,6 persen dan 31,2 persen netral.
Dengan demikian, rekonsiliasi nasional mendapat sambutan positif dari masyarakat di media sosial. Mereka sudah bosan dengan perpecahan dan keributan mengenai Pilpres 2019. Konflik akibat perbedaan pandangan dan pilihan politik harus diakhiri. Rekonsiliasi kedua pasangan capres cawapres sangat penting untuk menciptakan persatuan dan kesatuan Indonesia. Namun demikian, rekonsiliasi dapat dilakukan setelah MK mengumumkan hasil sengketa Pilpres 2019.
Ibu kandung rekonsiliasi adalah keadilan. Jangan harap rekonsiliasi lahir jika tak ada ibu kandungnya. Rekonsiliasi nasional juga dilakukan di tingkat grass root seperti para pendukung dan buzzer-nya. Media sosial pada Pilpres 2019 lebih riuh dari Pilpres 2014 lalu. Perang opini di media sosial juga lebih ramai, meski hoaks semakin meningkat.
Selama April 2019, misalnya, Kementerian Kominfo menemukan 486 hoaks. Sebanyak 209 hoaks termasuk kategori politik. Hoaks politik yang dimaksud seperti kabar bohong yang menyerang parpol peserta pemilu, KPU, Bawaslu serta pasangan capres cawapres. Hoaks antara lain menyebar lewat WhatsApp, Facebook, dan Instagram.
Sementara itu, hasil penelusuran di Google Trends periode 21-27 Mei 2019, pencarian tentang rekonsiliasi memuncak pada tanggal 24 Mei 2019. Sebelumnya, ada pertemuan Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Jusuf Kalla Kamis (23/5) sore. Masyarakat ingin tahu materi yang dibahas dua tokoh nasional itu. Terlebih, mereka merupakan elite pada kedua kubu yang berkompetisi dalam Pilpres 2019.
Malam harinya, ada pertemuan Jusuf Kalla dengan sejumlah tokoh di kediaman dinas wapres. Tokoh yang hadir antara lain mantan Wapres Try Sutrisno, Ketua ICMI Jimly Asshiddiqie, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mukti, Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj, dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Kemudian, Din Syamsuddin, mantan Ketua MK Mahfud MD serta Hamdan Zoelva. Tentu masyarakat ingin mengetahui yang mereka bahas. Optimisme tercapainya rekonsiliasi nasional menjadi fokus pemberitaan media massa pada hari itu.
Pencarian tentang rekonsiliasi berikutnya yang paling banyak di Google Indonesia selama periode itu pada tanggal 22 Mei 2019. Masyarakat melakukan demonstrasi di Jakarta, sebagai bentuk protes terhadap hasil Pilpres 2019. Gedung KPU dan Bawaslu menjadi tujuan.
Pada hari itu juga, petinggi PAN dan Partai Demokrat yang merupakan pendukung paslon 02 bertemu Presiden yang juga Capres 01, Jokowi. Ini pertemuan pertama para elite setelah penetapan hasil Pemilu 2019 oleh KPU. Dari PAN, hadir Ketua Umumnya, Zulkifli Hasan dan beberapa pengurus DPP. Sementara itu, dari Partai Demokrat, hadir Agus Harimurti Yudhoyono.
Dialog
Upaya rekonsiliasi nasional akan berhasil jika semua pihak dapat menurunkan ego pribadi. Aparat kemanan harus menjamin dan memastikan keselamatan masyarakat. Aktor politik, termasuk kontestan Pilpres 2019 harus meredakan tensi dalam posisi masing-masing.
Dialog dapat ditempuh oleh aktor politik, kedua paslon, serta pihak terkait untuk menjalin rekonsiliasi nasional. Menurut Paulo Freire, dialog yang dialogis membutuhkan sejumlah persyaratan. Di antaranya, dialog tak dapat disederhanakan sebagai tindakan seseorang untuk menghubungkan gagasannya dengan orang lain, atau sekadar sebagai sebuah pertukaran gagasan untuk dikonsumsi peserta.
Dialog tak boleh menjadi alat dominasi seseorang atas orang lain yang kemudian oleh Freire disebut dengan istilah dehumanisasi. Kemudian, dialog tak dapat berlangsung, tanpa adanya rasa cinta terhadap sesama manusia. Cinta menjadi dasar dialog serta dialog itu sendiri. Karena itu, dialog yang dialogis tak dapat berlangsung dalam hubungan yang bersifat dominasi.
Dialog juga menyaratkan adanya kerendahan hati. Dialog sebagai bentuk perjumpaan antara sesama manusia akan rusak jika pelakunya (atau salah satu di antara mereka) tak memiliki sikap kerendahan hati. Dengan mendasarkan diri pada cinta, kerendahan hati dan keyakinan, dialog akan menjadi sebuah bentuk hubungan horizontal yang baik.
Dennis F Thompson (1987) mengatakan, tanggung jawab moral sebagai bagian tak terpisahkan dari politik. Artinya, aktor politik, termasuk paslon pada Pilpres 2019 juga memiliki tanggung jawab moral untuk meredam polarisasi dan ketegangan yang dapat mengancam kohesi sosial bangsa.
Penulis meminati isu politik