Anak muda tak seharusnya gampang melontarkan keluh kesah.

Protes maupun caci maki dengan gampang dilontarkan para anak-anak muda ketika menghadapi masalah. Padahal jika dikelola, energi yang dikeluarkan akan memiliki dampak yang lebih menguntungkan.

Gerakan Mari Berbagi (GMB) mendorong anak muda untuk memiliki jiwa yang tangguh, berani menghadapi dan menyelesaikan masalah, bahkan mengembangkan potensi diri.

Hal tersebutlah yang dirasakan Azwar Hasan ketika mendirikan GMB yang berawal dari sebuah komunitas. Bagi dia, anak muda tak seharusnya gampang melontarkan keluh kesah.

Usia muda dengan semangat menyala semestinya diisi dengan kegiatan-kegiatan yang dapat mengembangkan potensi diri secara mandiri. Karena, banyak tantangan kehidupan yang menuntut penyelesaian masalah ketimbang sibuk berkeluh kesah.

Akhirnya, sudut pandang memberi dan menerima dipilih menjadi kekuatan untuk mengembangkan diri. Pasalnya, ada kebahagiaan ketika dapat memberikan barang yang dimiliki secara ikhlas kepada orang lain.

Di sisi lain, luapan kebahagiaan menerima pemberian akan menyalurkan energi postif diantara kedua belah pihak. GMB menggunakan dua dikotomi tersebut untuk mengembangkan kemampuan diri, terutama untuk anak-anak muda.

Kegiatan yang dilakukan berupaya menantang jiwa-jiwa muda saat dihadaptkan pada situasi yang sulit. Mereka disosokkan sebagai pejuang yang berlaga di medan pertempuran. Sedangkan saat berhasil, mereka ibarat pahlawan yang berhasil dalam perjuangan dengan mengembangkan kegiatan sesuai dengan minat.

Untuk itu, para peserta yang ingin bergabung dalam GMB perlu mengikuti program Youth Adventure (YA) dan Youth Leaders Forum (YLF). Dalam YA, para perserta ditantang untuk melakukan ziarah diri (menerima dan memberi) dengan keterbatasan materi.

Mereka diharuskan tiba di Jakarta tiga hari kemudian. Setelahnya, mereka akan mengikuti YLF dalam proses karantina selama lima hari. Dalam program YLF, peserta akan mengikuti rangkaian talkshow dan inspiring leaders yang berasal dari narasumber berbagai latar belakang.

"Umumnya, materi disampikan dalam bahasa Inggris," ujar Fatin Dinni Inayah, 25, Communication Officer GMB melalui pesan singkat, Jumat (8/12).

Setelah mengikuti YA dan YLF, peserta diharuskan kembali ke daerah masing-masing dan menjalankan Giving Back Program(program berbagi).

Diharapkan, mereka dapat menyelesaikan satu masalah di daerahnya. "Jadi seperti menjadi pahlawan untuk tempat tinggalnya," ujar dia. Giving Back Program harus berkelanjutan dan dapat dilakukan di berbagai bidang (pendidikan, kesehatan, budaya, seni, pertanian dan lain-laian).

Selama enam bulan, program akan dipantau oleh sekretariat yang ada di Jakarta. Jika Program Berbaginya berdampak nyata, mereka dapat menjadi peserta GMB Leadership Homestay Program. Yaitu, peserta tinggal bersama warga lokal di Australia, Jepang maupun Belanda selama satu bulan. Selama di luar negeri, mereka mempunyai kesempatan magang di perusahaan yang diinginkan. Ya dan YLF terbuka untuk setiap anak muda, asalkan lolos seleksi YA dan YLF. Selain itu, mereka berusia 18 sampai 30 tahun.

Gerakan pemberdayaan yang biasanya berhenti di tengah jalan dapat berkelanjutkan karena peserta GMB telah memiliki programnya sendiri. Seperti Sikola Pomore, sekolah tersebut terus belanjut karena Yaumil Masri sebagai pendiri sekolah sengaja mendirikansekolah tersebut. Sehingga, dia tidak membutuhkan pendampingan secara terus menerus atau program lain yang selesai karena program tersebut telah mencapai hasil yang diinginkan.

GMB berdiri di Aceh pada 2012 dengan nama Youth Leadership Camp yang berlangsung satu hari. Di sisi lain, daerah tersebut merupakan kampung halaman pendiri GMB, Azwar Hasan. Saat ini, GMB telah memiliki cabang di Jepang. Sehingga para peserta dapat melakukan YA dan YLF lintas negara.

GMB yang tengah melakukan evaluasi besar-besaran bertujuan untuk memberikan manfaat nyata melalui pribadipribadi yang berkualitas. din/E-6

Tidak Pandang Latar Belakang

Anak muda dipilih sebagai peserta GMB tidak lain karena mereka adalah penerus masa depan bangsa. Bahkan untuk hal tersebut, GMB tidak mempermasalahkan latar belakang yang dimiliki. Mereka justru berharap latar belakang peserta seimbang.

"Lebih banyak pemuda dengan latar belakang berbeda justru semakin bagus," ujar fatin Dinni Inayah, Communication officer melalui surat elektronik yang diterima Jumat (8/12). GMB tidak memberdakan agama, perbedaan orientasi, penddidikan, suku dan lain-lain.

Dalam setiap pendaftaran YA dan YLF, mereka menghitung presentase dari agama, geografis, kelamin, suku etnis, pendidikan pekerjaan dalan laian-laian. Tujuannya, agar peserta GMB dapat mewakili semua latar belakang.

Bagi wanita yang biasa disapa Naya tersebut mengatakan tidak sulit mengajak anak muda untuk melakukan kegiatan memberi dan berbagi. Karena, banyak anak muda yang memiliki ide namun tidak tahu caranya mengeksekusikannya.

Selain itu, kendala yang biasa dihadapi berupa kesulitan untuk membagi waktu bekerja ataupun jadwal kuliah yang padat untuk terlibat dalam kegiatan berbagi.

Secara pribadi, berbagi memiliki nilai yang postifi untuk diri sendiri. Karena berbagi sepertihalnya orang bernafas, sesuatu yang dilakukan sepanjang hidup untuk mengingatkan diri sebagai makhluk sosial.

Baca Juga: