MUNA BARAT - Hanya dengan mengubah susunan bangku kelas dari berderet ke belakang menjadi bentuk huruf U, kemampuan belajar siswa bisa berubah drastis. Ini kisahnya.
Ya, program kampus mengajar yang diinisiasi oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi membawa banyak cerita.
Salah satunya adalah Nur Awalia Ramadhani yang mengajar di SDN 7 Barangka Desa Lapolea, Kecamatan Barangka, Kabupaten Muna Barat, Sulawesi Tenggara. Sekolah ini memiliki 50 siswa kelas 1 hingga 6 dengan diampu 8 orang guru baik PNS maupun honorer.
Sekolah berada di Desa Lapolea dengan akses yang cukup mudah karena berada dekat dengan di jalan raya. Sekolah terdiri atas8 ruangan yaitu 6 ruang kelas, 1 ruang kepala sekolah dan 1 ruang perpustakaan.
Mahasiswa program studi Pendidikan Teknik Informatika Fakultas Teknik UNY tersebut mengisahkan bahwa dia mengajar di kelas 2.
"Salah satu siswa yang saya ajar sangat pasif di kelas, belum bisa baca tulis. Kemudian di kelas tersebut juga ada siswayang sangat aktif cenderung tidak bisa tenang. Apabila pelajaran sudah ia kuasai, siswa ini sering mengganggu teman-temannya," kata Nur.
Pada saat awal mengajar, gadis yang akrab dipanggil Ana tersebut menyusun materi pembelajaran mengikuti kemampuan mayoritas anak di kelas, namun saat melakukan evaluasi siswa yang pasif ini tidak ada perkembangan hasil belajar. Oleh karena itu Ana mengubah teknik mengajarnya, hingga susunan bangku belajar pun diubah.
Bangku yang awalnya berjejer ke belakang diubah menjadi letter U. Asumsinya, susunan bangku seperti itu dapat meningkatkan keaktifan serta percaya diri siswa.
Benar saja, Gadis yang lahir di Tampo, 16 November 2001 itu membuktikan bahwa dengan siswa yang awalnya duduk di belakang jarang bertanya, sulit konsentrasi, sering bermain dan makan minum di kelas menjadi lebih aktif bertanya, perhatian mereka fokus pada pelajaran. Mereka pun lebih mudah memahami penjelasan materi yang disampaikan. Yang awalnya diulangi hingga 3 sampai 4 kali, kini Ana cukup mengulangi 2 kali mereka sudah bisa paham.
Untuk mengatasi masalah siswa yang belum dapat membaca, alumni SMAN 1 Barangka itu fokus meningkatkan kemampuan literasi siswa mulai pada minggu kedua mengajar.
Setiap 30 menit pertama pembelajaran, Ana meminta siswa membaca dengan buku bacaan yang dibawakan dari rumah dan diberikan pada siswa yang sudah bisa baca tulis. Jika ada yang tidak dipahami ia menyuruh siswa menulis kata-kata tersebut.
Pada saat siswa disibukkan oleh kegiatan membaca dia mendampingi anak yang belum bisa baca tulis untuk untuk berlatih. Semuanya berjalan lancar sampai pada suatu ketika ada siswa yang bertanya, "Bu guru, kapan kami akan belajar?" kata Azmi yang diamini oleh teman-temannya.
Ana terkejut karena selama ini mereka terus belajar. Ternyata setelah ditanyakan pada siswa kelas 2 tersebut belajar dalam anggapan mereka adalah menyalin dengan memindahkan isi buku cetak ke buku tulis mereka.
Akhirnya, untuk menumbuhkan pemahaman bahwa belajar tidak melulu menyalin, Ana mengajak siswa untuk mengamati keadaan sekitar yang dihubungkan dengan kompetensi pelajaran yang harus dicapai.
Misalnya ketika pelajaran pecahan matematika Ana menyediakan air mineral dalam gelas yang diisi sesuai pecahan yang diinginkan.
Sekali dalam seminggu, 30 menit terakhir di hari Sabtu, Ana membawa siswa untuk belajar di luar kelas mengamati dan mengenali lingkungan yang dekat dengan mereka.
Salah satunya menanam bunga yang berkorelasi dengan mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan tujuan melatih kerja sama siswa.