Suara yang menciptakan getaran selama ini terbuang sia-sia. Efek piezoelektrik dari energi kinetik dari suara ternyata dapat diubah menjadi energi listrik dan seorang remaja berharap suatu hari nanti hal itu bisa dilakukan setelah menguji konsep tersebut pada model skala stadion NBA.
Suara yang menciptakan getaran selama ini terbuang sia-sia. Efek piezoelektrik dari energi kinetik dari suara ternyata dapat diubah menjadi energi listrik dan seorang remaja berharap suatu hari nanti hal itu bisa dilakukan setelah menguji konsep tersebut pada model skala stadion NBA.
Seorang remaja bernama Gyeongyun Lily Min, 17 tahun, menghabiskan tujuh bulan terakhir di laboratorium darurat yang ia dirikan di garasi orang tuanya saat ia mencoba mengubah getaran yang dihasilkan oleh gelombang suara di arena olahraga menjadi energi listrik. Hari-harinya dihabiskan untuk menyempurnakan konsep tersebut dengan melakukan eksperimen dan menganalisis hasilnya.
Siswa berusia 17 tahun yang akan menjadi siswa kelas akhir di Alfred M Barbe High School di Lake Charles, Louisiana, Amerika Serikat (AS) awalnya terinspirasi oleh film animasi Monsters Inc produksi Disney. Pada film tahun 2001 itu energi dihasilkan dari teriakan anak-anak. Tanpa kekejaman, pikir Gyeongyun, konsep tersebut dapat membantu memenuhi permintaan global akan energi berkelanjutan.
"Konsep imajinatif ini memicu rasa ingin tahu saya tentang potensi mengubah suara menjadi energi yang dapat digunakan," jelas Gyeongyun dikutip dari Smithsonian Magazine. "Saya mulai bertanya-tanya apakah, pada kenyataannya, kita dapat memanfaatkan kebisingan yang melimpah di lingkungan seperti arena olahraga dan menggunakannya untuk menghasilkan listrik," imbuh dia.
Menggabungkan rasa ingin tahunya dengan hasratnya terhadap sains dan inovasi, siswa muda itu mulai mempelajari konsep tersebut sendiri. Ide tesebut membuatnya mengeksplorasi kelayakan pemanenan energi akustik sebagai solusi energi berkelanjutan dan inovatif yang dapat berkontribusi untuk memenuhi permintaan energi global dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Sekitar satu setengah tahun yang lalu, Gyeongyun melihat ibunya berkebun dan membuat komposnya sendiri. Ia mengamati panas yang dihasilkan oleh kompos dan bertanya-tanya bagaimana energi termal ini dapat dimanfaatkan dan diubah menjadi energi yang dapat digunakan.
"Hal ini mendorong saya untuk mengeksplorasi prinsip perpindahan panas dan konversi energi melalui eksperimen dengan pengomposan ampas kopi," kata Gyeongyun.
Beberapa bulan kemudian, peneliti muda tersebut kembali menemukan ketertarikannya pada cara-cara baru yang inovatif untuk memanen energi. Kali ini dari lingkungan seperti arena olahraga yang kaya akan tingkat kebisingan dengan bantuan efek piezoelektrik.
Material tertentu di lingkungan menghasilkan sejumlah besar energi mekanik sebagai getaran atau guncangan. Energi ini sebagian besar terbuang sia-sia. Namun, dengan efek piezoelektrik, energi kinetik ini dapat diubah menjadi energi listrik.
Piezoelektrik secara ringkas berarti produksi muatan listrik sebagai respons terhadap tekanan alami atau buatan. Salah satu contoh listrik yang paling terkenal yang dihasilkan melalui efek piezoelektrik ditemukan di stasiun kereta Shibuya di Tokyo.
Dari tahun 2008 hingga 2009, alas piezoelektrik berukuran sekitar 14 inci persegi dipasang di luar stasiun. Alas setebal satu inci itu menghasilkan listrik setiap kali seseorang menginjaknya. Dengan sekitar 2,4 juta orang melewati stasiun itu setiap hari, alas itu menghasilkan antara 0,1 dan 0,3 watt listrik setiap detik saat alas itu diinjak.
"Saya memilih arena olahraga sebagai lokasi yang cocok untuk proyek saya karena tempat itu merupakan lingkungan unik dengan tingkat kebisingan yang selalu tinggi karena sorak-sorai penonton, pengumuman, dan musik," kata Gyeongyun.
"Selain itu, arena olahraga merupakan ruang publik yang besar, yang penerapan solusi energi berkelanjutannya dapat memberikan dampak positif yang signifikan, sehingga menjadikannya kandidat ideal untuk mengeksplorasi teknik pemanenan energi yang inovatif," imbuh dia.
Menurut American Academy of Audiology, tingkat kebisingan pada acara olahraga dapat mencapai 110 desibel.
Model Pemanen Energi
Untuk mensimulasikan lingkungan suara arena olahraga secara akurat, inovator muda ini membangun model stadion basket berukuran sekitar 22 inci kali 12 inci dengan rasio lapangan resmi NBA, yang dibuat terutama dari bahan ringan seperti papan busa dan plastik untuk mensimulasikan aspek struktural arena olahraga sungguhan.
Ia kemudian menemukan lokasi terbaik di dalamnya untuk generator piezoelektrik dengan mempelajari tekanan suara dalam kaitannya dengan posisi pembicara. Untuk suara, Gyeongyun memutar rekaman audio dari kebisingan kerumunan yang umum di arena olahraga, seperti sorak-sorai dan suara sekitar pada tingkat tekanan suara rata-rata 70 dan 100 desibel, yang mewakili tingkat kebisingan normal dan puncak yang diamati selama acara langsung.
Gyeongyun lalu merancang tiga jenis model pemanen energi yang berbeda dikenal sebagai cassegrain, gregorian, dan front feed, yang membantu memfokuskan suara ke generator piezoelektrik sehingga meningkatkan efisiensinya dalam menangkap energi.
Tegangan yang dihasilkan oleh model pemanen energi Gyeongyun menunjukkan keluaran tegangan yang jauh lebih tinggi daripada perangkat piezoelektrik mandiri. "Sementara perangkat piezoelektrik biasa mungkin menghasilkan tegangan minimal dalam kondisi yang sama. Model pemanen dalam percobaan menghasilkan hingga beberapa puluh milivolt, tergantung pada konfigurasi dan tingkat tekanan suara," tutur dia.
Gyeongyun menambahkan bahwa peningkatan ini menunjukkan bahwa desain model, yang memfokuskan energi suara ke material piezoelektrik, memainkan peran penting dalam meningkatkan efisiensi. Dengan sumber daya yang terbatas, Gyeongyun menghadapi beberapa kendala. Salah satunya, ia kesulitan dengan material piezoelektrik berkualitas rendah yang dibelinya dari Amazon.
Eksperimen tersebut mengungkapkan bahwa perangkat piezoelektrik dalam model tersebut menghasilkan listrik dalam jumlah yang relatif kecil, dengan keluaran tegangan yang bervariasi tergantung pada tingkat tekanan suara dan lokasi pemanen energi.
"Misalnya, model cassegrain menghasilkan rata-rata 44,90 milivolt pada 100 desibel, sedangkan model front feed menghasilkan sekitar 38,60 milivolt pada 70 desibel," jelas Gyeongyun.
Meskipun output tersebut relatif rendah, penerapannya pada arena olahraga sesungguhnya menunjukkan bahwa ada potensi peningkatan dengan material yang lebih sensitif dan desain yang lebih baik.
"Keberhasilan eksperimen dievaluasi berdasarkan output tegangan komparatif antara berbagai model dan pengaturan, yang menunjukkan bahwa penerapan strategis dapat meningkatkan efisiensi pemanenan energi," kata dia. hay/I-1