Melalui komunitas, para penggiat penulis fiksi memiliki wadah untuk saling tukar pikiran dan mengembangkan karyanya.
Cerita fiksi menjadi karya yang dinikmati pembacanya maupun penulisnya. Namun dibalik karya yang mengundang minat, ada adu keberanian para penulis untuk mengeluarkan karya.
Dalam Komunitas Rumpun Nektar, penulis yang malu-malu digugah untuk berani menunjukkan karyanya. "Mereka lebih memikirkan pandangan orang lain," ujar Verawati Nur Oktavia Rahayu, 26, Ketua Rumpun Nektar Regional Jabodetabek tentang penulis yang enggan menampilkan karyanya saat ditemui di pusat perbelanjaan dibilangan Tangerang Selatan, Kamis (24/10).
Komentar tentang tulisan yang dianggap terlalu alay maupun galau kerap mematahkan semangat penulis, khususnya penulis pemula. Alhasil, mereka lebih memilih untuk menyimpan rapatrapat karyanya ketimbang menunjukkan karya melalui media sosial maupun sekedar ditampilkan dalam whatsapp grup.
"Saya semangatin terus," ujar perempuan yang menggunakan nama hujankopisenja untuk identitas diri dalam karyanya. Vera mengatakan komentar pembaca tentang cerita galau yang dikaitkan dengan kehidupan penulis menunjukkan tidak semua orang memahami dunia kepenulisan.
Menurut Vera, dalam mengambil topik tulisan, penulis tidak selalu berkaca pada kehidupan pribadinya. Cerita dapat diperoleh dari kehidupan orang lain. Untuk itu, Vera kerap memancing anggota untuk menuliskan karya dengan topik tertentu melalui whatsapp group.
Keresahan maupun kehilangan merupakan beberapa topik pancingan untuk menggugah para anggota untuk membuat karya. Selain untuk meramaikan whatsapp group, cara tersebut untuk memaksa para penulis untuk berkarya. "Manusia harus dipaksan, supaya rutin nulis harus dipaksa," ujar dia.
Dengan suntikan semnagat, akhirnya berbagai sudut pandang cerita pun meluncur. Ada yang menceritakan keresahan tidak jadi menikah, anak yang merindukan kasih sayang orang tua setelah orang tuanya berpisah, seorang yang telah menikah tapi hatinya tidak untuk pasangannya,dan lain sebagainya.
Meski tidak semua anggota menghasilkan karya, pancingan tersebut mampu mendorong untuk membuat karya. Cinta masih menjadi tema universal dalam penulisan cerita.
Cinta dapat digambarkan secara leterlek sesuai arti harfiahnya, seperti percintaan antara laki-laki maupun perempuan. Atau cerita cinta menjadi pembungkus dari cerita inti yang disampaikan. Hal ini lantaran, segala hal yang berbau cinta lebih mudah dicerna di semua kalangan.
Tema-tema lain yang kerap diangkat adalah tema yang hype di masyarakat. Masalah chaos atau kekacauan yang terjadi beberapa waktu lalu menjadi satu topik untuk membuat karya.
Karya seperti itu dimaksudkan untuk mendoakan situasi negeri supaya lebih kondusif lantaran dengan cara tesebutlah mereka turut berpartisipasi. Hingga saat ini, karya-karya fiksi para anggota banyak tersebar melalui quote instagram, cerpen maupun novel.
Karya fiksi bukan cerita nyata namun perlu olahan pengembangan cerita imaginasi penulisnya. Seringakali, ide cerita berasal dari keresahankeresahan yang ditangkap penulis, baik penglaman pribadi maupun pengalaman orang lain.
Komunitas Rumpun Nektar merupakan komunitas menulis fiksi. Untuk regional Jabodetabek yang berdiri pada 2018, komunitas yang memiliki dua kegiatan, yaitu online dan offline.
Kegiatan online merupakan kegiatan diskusi, bedah buku maupun mandetangkan pembicara yang dilakukan melalui media sosial. Sedangkan, kegiatan offline berupa gathering yang diagendakan diadakan setahun dua kali. din/E-6
Riset untuk Menghasilkan Cerita
Riset menjadi amunisi untuk menulis fiksi. Selain untuk memperdalam cerita, terkadang penulis mendapatkan ide dari pengalaman orang lain. Sehingga, dia perlu merasakan suasana cerita untuk memberikan jiwa pada tulisan.
Hal tersebutlah yang dilakukan Vera. Dia selalu melakukan riset sebelum menulis cerita. Karena beberapa ide cerita diperolehnya dari orang lain. Sosial media, merupakan salah satu untuk mendapatkan pendalaman cerita yang ingin ditulisnya.
"Untuk riset biasanya saya banyak baca dan jalan-jalan," ujar dia. Seperti saat dia akan menulis kisah anak yang orang tuanya bercerai. Dia melakukan pendalaman tentang perasaan yang dirasakan anak sebagai imbas dari keputusan orang tuanya.
Tak urung, dia sampai men-DM anak tersebut untuk mendapatlan cerita sakit hati atas peristiwa yang terjadi di keluarganya. Diantaranya, perempuan yang berprofesi sebagai guru matematika ini ingin mengetahui kemarahan anak terhadap ayahnya. "Karena kalau tidak merasakannya, tulisan tidak ada nyawanya cuma sampai diksi," ujar dia.
Serupa seperti Vera. RN Novila Sari, 22 mengatakan lebih menyukai menuliskan cerita dari pengalaman orang lain dibandingkan cerita tentang dirinya. "Karena aku sering jadi tempat curhat teman, jadi dulu kepikiran untuk buat cerpen tentang kisahnya," ujar perempuan yang tengah belajar menulis novel.
Saat ini, Novila yang tengah mempersiapkan novel yang berkisah tentang seseorang yang memiliki kelainan jiwa. Kisah tersebut menarik lantaran meskipun tidak tampak kasat mata banyak orang yang mengalami masalah dengan kejiwaan.
Bagi Novila, suasana hati sangat berpengaruh dalam menghasilkan karya. Jika suasana hati sedang nyaman, dalam satu jam dia bisa menghasilkan satu puisi." Tergantung mood juga sih," ujar dia.
Namun untuk novelnya, dia membutuhkan waktu yang lebih panjang. Perempuan yang saat ini tengah melakukan riset tersebut memperkirakan penggarapan novel membutuhkan waktu kurang lebih satu tahun.
Tanggapan dari pembaca justru memacunya untuk menghasilkan karya yang lebih baik lagi. Hingga saat ini, Novila mengaku belum pernah mendapatkan kritikan yang terlalu tajam dari pembacanya. din/E-6
Kampanye Menjaga dan Melindungi Proses Kreatif
Tulisan yang dibuat dengan kreatifitas terkadang belum sepenuhnya dihargai sebagai hasil karya. Terbukti, masih ada plagiat untuk berbagai kepentingan.
Kalimat maupun kata-kata yang bermakna kerap diambil secara sembarangan lalu digunakan diberbagai media bahkan ada yang digunakan untuk bahan penulisan buku. Padahal pengambilan karya cipta perlu mencantumkan sumbernya. "Itu yang banyak orang awam tidak tahu," ujar Vera.
Beberapa kata-kata maupun kalimat yang tersebar di media sosial kerap mengambil karya cipta seseorang tanpa mencantumkan sumbernya. Semestinya, mereka mencantumkan sumber meskipun sekedar no name. Karena berarti, tulisan tersebut bukan hasil karya pengarang maupun pemilik account.
Walaupun, karyanya tidak digunakan 100 persen, penulisan akan mengenali setiap tulisannya. "Walaupun, penulis tidak bisa menulis hal sama untuk kedua kali, tapi dia akan mengenali tulisannya," ujar dia.
Alhasil, aksi plagiat tersebut akan diketahui oleh penulisanya atau pembaca setianya. Karena dalam menulis, setiap penulis memiliki karakter yang berbeda antara satu penulis dengan penulis lainnya.
Vera pernah mendapat sebuah buku yang isi tulisannya mengambil dari hasil karya orang lain tanpa mencantumkan nama pengarang aslinya. Setelah menyurati penerbit, akhirnya buku tersebut ditarik dari peredaran. Hal tersebut sangat disayangkan, mengingat buku adalah sebuah hasil karya.
Namun berbeda jika, ada pihak yang menggunakan buku atau karya tulisan lain untuk menginspirasi tulisaannya. Lalu, tulisan yang sudah dibaca digodok dan diolah lagi dengan sudut pandang berbeda. Proses tersebut merupakan bagian dari proses kreatif dan riset untuk menghasilkan karya.
Demi menjaga karya, Vera berharap ada tindakan tegas tgerhadap karya yang diplagiat. Pasalnya untuk menghasilkan karya, penulis harus melalui proses yang tidak mudah. Mereka harus memutar masa lalu untuk merasakan jalan cerita yang akan ditulisakannya. din/E-6