Banjir yang merendam sebagian besar wilayah Pakistan telah menewaskan 1.500 orang, menurut data per Kamis (15/9). Data tersebut seiring dengan otoritas yang berupaya meningkatkan bantuan bagi jutaan orang yang terdampak bencana.

Banjir di negara Asia Selatan itu, yang disebabkan rekor hujan monsun dan mencairnya gletser di pegunungan utara telah berdampak pada 33 juta orang dari 220 juta penduduk. Banjir yang belum pernah terjadi sebelumnya itu menyapu rumah-rumah, kendaraan, tanaman dan ternak, yang kerugiannya diperkirakan mencapai 30 miliar dolar AS atau sekitar Rp 447 triliun.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana mengungkapkan, jumlah korban meninggal mencapai 1.486 orang, di antaranya 530 anak-anak.

Ratusan ribu orang kehilangan tempat tinggal akibat banjir di Provinsi Sindh Selatan, yang mengakibatkan banyak orang tidur di tepi jalan raya layang untuk melindungi diri.

"Kami telah membeli tenda dari semua produsen yang tersedia di Pakistan," kata Kepala Menteri Sindh Syed Murad Ali Shah, dikutip dari Reuters, Jumat (16/9).

Selama beberapa pekan terakhir, otoritas telah membuat penghalang banjir supaya air tidak masuk ke struktur utama seperti pembangkit tenaga listrik serta rumah-rumah. Sementara, para petani yang berusaha bertahan dan menyelamatkan ternak mereka menghadapi ancaman baru begitu pakan ternak mulai habis.

Pemerintah dan PBB mengatakan bahwa perubahan iklim menjadi penyebab kenaikan permukaan air, setelah rekor suhu musim panas, yang menyebabkan ratusan ribu orang mengungsi di tenda dan di sepanjang jalan.

Pakistan mengalami curah hujan 391 mm, atau hampir 190 persen lebih tinggi dari rata-rata dalam 30 tahun, selama Juli dan Agustus. Angka itu naik menjadi 466 persen di salah satu daerah yang paling parah terdampak, yakni provinsi selatan Sindh.

Bantuan yang diterbangkan dari Uni Emirat Arab (UAE) dan Amerika Serikat tiba di Pakistan pada Kamis, kata kementerian luar negeri. Saat ini PBB sedang menaksir kebutuhan rekonstruksi pascabanjir.

Baca Juga: