Judul : Operasi Seroja

Penulis : Bobby Revolta

Penerbit : Matapadi Pressindo

Tebal : xxiii + 134 halaman

Cetakan : 2017

ISBN : 978-602-1634-22-6

Desember 1975 menjadi memori kolektif bagi anggota TNI/Polri. Pada tanggal 7 Desember itu, digelar operasi militer Indonesia besar-besaran, Operasi Seroja ke Timor Timur. Sehari sebelumnya, radio Australia menyiarkan pasukan Linud TNI akan menyerbu Kota Dili pada 7 Desember 1975. Entah bagaimana informasi itu bisa bocor sehingga Fretilin menyiapkan diri menghadapi serbuan TNI di antara rumah-rumah di Kota Dili. Prajurit TNI pun menjadi sasaran empuk Fretilin (halaman 47).

Indonesia memobilisasi pasukan ke Timor Timor dari udara, laut, dan darat setelah mendapat dukungan Amerika Serikat dan Australia. Mereka tidak ingin Fretilin yang berpaham komunisme berkuasa di Asia Tenggara. Invasi ini juga aspirasi sebagian rakyat Timor Timur yang ingin bersatu dengan Indonesia.

Berbagai buku sudah mengupas Timor Leste dari banyak aspek. Misalnya, mantan Wakil KSAD Letjen TNI (Purn) Kiki Syahnakri menulis Timor Timur: The Untold Story. Rien Kuntari menguliti Timor Timur Satu Menit Terakhir: Catatan Seorang Wartawan. Timor Leste sempat menjadi provinsi ke-27 pada 17 Juli 1976 hingga lepas dari Ibu Pertiwi melalui referendum pada 1999.

Buku ini menguak kisah Kolonel Infantri (Purn) Ronny Muaya yang dua kali ditempatkan di Timor Timur. Buku ini ditulis anaknya bernama Bobby Revolta. Prajurit Kostrad ini menuturkan pengalaman di Timor Timur, taktik gerilya musuh, salah tembak sesama prajurit TNI/Polri, dan serangan besar-besaran di basis Fretilin di Gunung Matabean. Tangan kirinya tertembak setelah merebut markas pemberontak itu pada Desember 1978.

Penembakan ini menjadi titik balik jejaknya sebagai infanteri. Ketika sadar sudah di rumah sakit Dili. Dia kaget luar biasa karena tangan kirinya tidak ada lagi lantaran diamputasi. "Bunuh saja aku. Bunuh saja aku," teriaknya, histeri berontak (halaman 108-109). Prajurit Baret Hijau itu diterbangkan ke Jakarta untuk pengobatan lebih lanjut di RSPAD Gatot Subroto Jakarta. Stres, frustrasi, dan minder. Sebagai prajurit infantri, dia berpikir apa gunanya cacat fisik berdinas di TNI?

Setelah sembuh, lulusan Akademi Militer Akabri Magelang 1969-1972 ini minta kembali ke Timor Timur dengan lengan kiri palsu. Atasannya, Kolonel A Tombak Siagian, menawarkan mengajar di Akademi Militer atau kuliah di Akademi Hukum Militer. "Begini Pak, kalau Bapak menawarkan, saya menolak. Tapi kalau saya sebagai prajurit, diperintahkan, saya berangkat," ungkap Ronny. "Kalau begitu, saya perintahkan kamu ikut kuliah," instruksi Tombak.

Sesuai dengan perintah, Ronny mulai kuliah di Akademi Hukum Militer kelas malam Agustus 1980. Pagi sampai sore, dia tetap berdinas di Makostrad. Setelah tiga tahun kuliah, Ronny meraih gelar Sarjana Hukum plus naik pangkat menjadi kolonel dan dikaryakan ke Pertamina selama 15 tahun hingga pensiun. Buku ini mengingatkan pengorbanan ribuan prajurit TNI/Polri di bumi Loro Sae. Ronny adalah sala satunya. Sementara itu, ada ratusan dan mungkin ribuan pejuang bangsa kehilangan nyawa, bahkan tidak ditemukan jasadnya. Buku ini dilengkapi foto-foto pada era Operasi Seroja.Diresensi Murizal

Baca Juga: