Siang yang terik, di antara deru kendaraan bermotor dan lalu lalang percakapan yang bising, suara Sumarsam masih terdengar jelas dan tegas. Perlahan tapi pasti, Sumarsam mulai bercerita tentang awal mulanya dia menekuni seni gamelan. Sejak kecil dia sudah tertarik menabuh gamelan.

Hal tersebut dikarenakan gamelan merupakan seni pertunjukan tradisional di Indonesia yang bagi orang Jawa merupakan ikon dari peradaban dan seni pertunjukan mereka. "Kesenangan bermain gamelan/wayang dan posisi seni tradisional dalam kebudayaan Jawa inilah yang mendorong saya menggeluti gamelan sepanjang hidup saya," ujar Sumarsam kepada Koran Jakarta, baru-baru ini.

Berangkat dari hal tersebutlah kemudian dia mendalami gamelan melalui pendidikan formal di sekolah Konservatori Karawitan Indonesia (sekarang SMK 8) Solo. Kemudian melanjutkan ke Akademi Seni Karawitan (ASKI, sekarang ISI) serta menjadi salah satu lulusan pertama dari ASKI, yaitu tahun 1968.

Selulus dari pendidikan seni gamelan itulah Sumarsam memulai debutnya sebagai pemain, pengajar, peneliti, pengaman, dan kritikus gamelan, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Kini, dia sudah menjadi dosen di Universitas Wesleyan, Amerika Serikat (AS) selama lebih kurang 40 tahun.

"Dari kecil sampai tua, hidup saya tidak lepas dari menggeluti gamelan. Motivasinya sederhana yaitu kesenangan main gamelan," ungkapnya.

Gamelan atau musik dari mana saja menjadi salah satu pilihan mahasiswa untuk melengkapi pendidikannya. Untuk mengajar mereka, di dalam konteks pendidikan umum, Sumarsam bersama pengajar gamelan lainnya harus mencari strategi bagaimana agar lebih kena sasaran.

Sumarsam dan rekannya selalu mencari materi yang cocok dengan umur mahasiswa sehingga tidak bosan dalam belajar memainkan gamelan. Saat mengajar mahasiswa AS, ada dari mahasiswa yang tidak tahu mana Indonesia mana Jawa. "Maka, selain mengajar memainkan gamelan, kami juga tambahkan beberapa penjelasan tentang kebudayaan Jawa, tentang bagaimana gamelan dalam konteks budayanya, dan lain sebagainya," jelasnya.

Terus Meningkat

Sumarsam menerangkan tingkat minat mahasiswa atau pelajar di luar negeri terhadap gamelan terus meningkat dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. "Contohnya, di universitas saya mengajar, setiap semester kami punya 30-40 mahasiswa yang mengambil mata kuliah gamelan praktik. Saya mengajar selama 40 tahun, maka jumlahnya sudah ribuan," katanya.

Jika dibandingkan dengan perminat di Indonesia, jumlahnya masih kecil. Kalau di luar negeri, mahasiswanya selain belum mengetahui atau bisa bermain gamelan juga sebagian besar belum mengenal Indonesia. Alhasil, tak jarang mereka susah membedakan yang mana Jawa dan yang mana Indonesia. "Disitulah kemudian salah satu pintu masuk saya dan rekan-rekan untuk mengenalkan budaya Indonesia yang begitu banyak dan beragam," terangnya.

Mengenai pernyataan bahwa gamelan dan wayang itu adalah kuno dan tidak disukai, Sumarsam tidak terlalu memusingkannya. Kalau kesenian seperti gamelan/wayang atau kesenian tradisional lainnya yang dianggap kuno tersebut harus tetap dipertahankan. Kalau pun ada perubahan, itu sifatnya alamiah.

Sumarsam pun berharap agar masyarakat Indonesia, terutama pemerintah turut serta menjaga seni gamelan/wayang, terutama seni-seni tradisional lainnya yang menjadi kekayaan seni dan budaya bangsa Indonesia. "Mungkin, salah satunya seperti yang saya lakukan di AS," tuturnya. fed/N-3

Baca Juga: