Museum Taman Prasasti yang terletak di Jalan Tanah Abang I, Jakarta Pusat, merupakan salah satu destinasi yang menarik dikunjungi untuk mengisi waktu liburan bersama keluarga. Meseum yang semula pemakaman umum Kebon Jahe Kober zaman Belanda ini menyimpan seribu cerita.

Ketika memasuki pintu gerbang, pengunjung dapat melihat dua kereta kuda yang berada di samping kiri dan kanan serta hamparan nisan. Sebuah lonceng besar, konon lonceng tersebut dibunyikan saat jenazah datang untuk dimakamkan.

Di sebelah kiri, terdapat sebuah replika peti jenazah makan dua tokoh Proklamator yakni Soekarno dan Mohammad. Kedua peti ini pernah digunakan oleh kedua tokoh prokalmator.

Di kaca Peti tersebut tertulis, yang digunakan Soekarno tersebut membawa jenazah Sang Proklamator dari Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) ke Wisma Yaso sekarang Museum Satria Mandal untuk disemayamkan.

Sedangkan, peti Mohammad Hatta digunakan untuk membawa jenazah dari Rumah Sakit Dr. Tjitpto Mangunkusumo (RSCM) ke Tempat Pemakaman Umum (TPU) Tanah Kusir. Bung Hatta memang berwasiat ingin dimakamkan di tengah-tengah masyarakat.

Disebelah Kanan, terdapat sebuah batu sembahyang dengan huruf Jepang. Batu tersebut sengaja dibuat untuk mengenang para tentara Jepang yang tewas saat bertempur dengan Sekutu.

Selain itu, beberapa kali perwakilan Kedutaan Jepang menyempatkan diri untuk sembahyang disana untuk mendoakan arwah para tentaranya yang gugur di medan perang.

Tak jauh dari situ, terdapat sebuah bangunan kuno menyerupai rumah pribumi. Ternyata, rumah tersebut merupakan makam A. J. W. Van Delden. Dia merupakan seorang juru tulis di Indonesia Timur dan pernah menjabat sebagai ketua perdagangan VOC.

Tidak jauh dari situ, terdapat istri Thomas Stamford Raffles, Olivia Mariamne Raffles. Batu nisannya terbuat dari batu andesit.

Pengujung pun tertuju, pada sebuah bangunan sebuah nisan yang menyerupai katedral berwarna hijau. Nisan tersebut dibuat oleh Panglima Perang bernama J. J. Pierrie karena jasanya yang dianggap besar oleh pemerintah.

Pengunjung juga akan melihat batu nisan berbentuk seperti tugu monumen. Dibuat oleh arsitek dari New York bernama R. E. Launitz, batu nisan ini merupakan milik Direktur Jenderal Finansial Hindia Belanda bernama L. Launy.

Disamping itu, wisatawan juga akan melihat patung laki-laki berwarna cokelat. Konon, menurut Eko, itu adalah patung seorang pastur yang mendirikan yayasan Vincentius di Jakarta.

Masih terdapat beberapa tokoh penting lain yang terdapat batu nisannya di sana. Salah satunya adalah Dr. H. F. Roll yang merupakan kepala sekolah Dokter Jawa. Kemudian berganti nama jadi STOVIA lalu berubah menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Pengujung sangat antusias melihat makam kuno dimana para tokoh kolonial Belanda disemayamkan disana. Salah satunya, Ahmad Turmuzi, 19 tahun)mengaku sangat senang bisa berkunjung ke sebuah museum dimana terdapat sebuah makam kuno.

"Bagus museum ini, jadi kami juga mengetahui sejarah masa lampau di Indonesia khusus yang berada di tengah kota Jakarta," kata Ahmad di museum seluas 1,3 hektare ini,Minggu (21/10).

Dia menjelaskan meski lokasi ini makam, tapi tak terlihat menyeramkan. Karena makam ini dibentuk dibuat seindah mungkin agar pengunjung ingin berwisata disini. Ia menilai jauh lebih baik lagi museum ini ditambahkan beberapa ornamen patuh dan sejumlah tanaman agar lebih indah dan sejuk.

"Asyik melihat lokasi ini tidak menyeramkan, bisa buat foto-foto dan sebagainya. Kalau perlu ditambah beberapa hiasan patung dan pepohonan agar tampak lebih indah lagi dan sejuk," ujarnya. Kendati begitu, pengunjung yang hadir disana banyak menghabiskan waktu mereka untuk bersua foto bersama pasangan. Adaupun beberapa keluarga mengelar makanan bersama keluarga.
Untuk tiket masuk kesana sangat murah, pengunjung dapat merogoh kocek sebesar 5 ribu/orang.

jhon Abimayu/P-5

Baca Juga: