Walau berlibur terbukti membantu menghilangkan stres dan memperbaiki suasana hati, efek positifnya mungkin tidak selalu bertahan saat pulang ke rumah.

Misalnya, sebuah studi tahun 2019 bertajuk Does paid vacation leave protect against depression among working Americans? A national longitudinal fixed effects analysis yang dipublikasikan dalam Scandinavian Journal of Work, Environment and Health, mencatat kebijakan tempat kerja yang memberikan karyawannya 10 hari cuti liburan berbayar berkontribusi menurunkan 29 persen risiko depresi di kalangan wanita. Namun pada sebagian orang, kebahagiaan yang dirasakan saat berlibur biasanya tidak bertahan lama.

Memikirkan bahwa liburan telah berakhir atau saat Anda kembali beraktivitas usai menikmati masa liburan yang menyenangkan kerap membawa emosi negatif atau depresi bagi sebagian orang.

Saat kembali ke rumah, Anda mungkin merasakan tekanan untuk segera kembali bekerja dan rutinitas sehari-hari, yang dapat kembali menyebabkan tekanan pada mental seseorang.

Kondisi ini umumnya disebut sebagai post vacation blues yang mengacu pada keadaan depresi yang mungkin dialami orang setelah kembali dari liburan.

Stres di tempat kerja atau sekolah memang dipercaya menyebabkan depresi pasca liburan. Melansir Medical News Today, liburan dapat memberikan pelarian dari situasi stres yang dirasakan ketika bekerja atau sekolah, seperti konflik atau pelecehan di tempat kerja.

Namun, ketika liburan berakhir, mereka harus kembali menghadapi situasi yang memicu rasa stres tersebut. Tekanan inilah yang pada akhirnya juga memicu meningkatnya kecemasan.

Dalam studi Vacation's lingering benefits, but only for those with low stress jobs tahun 2020, peneliti mencoba mengukur perubahan psikologis terhadap 60 pekerja yang terjadi sebelum, selama, dan setelah liburan.

Hasilnya mengejutkan, liburan memang menurunkan emosi negatif, stres, dan agresi para peserta. Hanya saja, beberapa manfaat itu hanya terjadi pada orang dengan stres kerja rendah. Sementara pada beberapa orang, stres kerja tampaknya menyebar ke periode sebelum dan sesudah liburan, yang dapat mengurangi dampak positif liburan.

Gejala depresi pasca liburan dapat mengganggu kehidupan sehari-hari seseorang, termasuk hubungan pribadi dan memengaruhi kinerja seseorang di tempat kerja atau sekolah. Gejala post-vacation blues sendiri sangat bervariasi mulai dari timbulnya perasaan cemas, tidak bersemangat melakukan aktivitas sehari-hari, tidak antusias dengan lingkungan tempat beraktifitas, rasa lelah berkepanjangan, gelisah, emosional, sakit kepala, insomnia, stress dan bisa sampai depresi.

Kabar baiknya, ada sejumlah cara yang dapat Anda lakukan untuk mencegah post vacation blues, mulai dari meminimalkan pekerjaan rumah, hingga mengambil hari libur ekstra. Pekerjaan rumah yang menanti ketika sekembalinya dari liburan bisa menyebabkan tekanan. Untuk mengatasi hal itu, sebaiknya pastikan rumah Anda dalam keadaan bersih sebelum pergi berlibur. Selain itu, cobalah untuk memikirkan hal-hal positif tentang rumah yang membuat Anda bersemangat.

Untuk mengurangi rasa sedih dari fakta bahwa Anda mungkin perlu waktu sekitar satu tahun lagi untuk kembali mendapatkan kesempatan berlibur, cobalah untuk merencanakan liburan singkat yang bisa dilakukan dalam waktu dekat.

Pastikan juga Anda menyisakan minimal satu hari dari liburan Anda untuk bersantai di rumah dan mempersiapkan diri untuk kembali ke rutinitas sehari-hari. Jika Anda merasakan rasa takut yang luar biasa, itu mungkin menandakan perlunya perubahan dalam kehidupan Anda.

Terlepas dari rasa stres yang kembali usai berlibur, tak ada yang sia-sia dari menghabiskan masa cuti untuk berlibur dan melakukan aktivitas yang Anda sukai. Ini sama saja seperti menjawab pertanyaan mengapa kita harus tidur mengingat fakta bahwa kita akan kembali merasa lelah.

Baca Juga: