JAKARTA - Usianya baru 31 tahun. Kini, ia tercatat sebagai peneliti non PNS Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertahanan (Balitbang Kemhan). Bidang penelitiannya cukup asing di telinga. Defense heritage, begitu bidang penelitian dari peneliti yang sedang menyelesaikan program doktoralnya di Universitas Pertahanan tersebut.

Peneliti muda tersebut bernama Jeanne Francoise. Di lihat dari bidang penelitiannya, Jeanne bisa dikatakan peneliti pertama defense heritage di Indonesia.

Menurut Jeanne, konsep defense heritage memang belum begitu familiar di Tanah Air. Padahal di luar negeri, konsep ini sudah diterapkan lama. Australia misalnya sudah membentuk Defense Heritage Tool Kit tahun 2010. Bahkan di Inggris, defense heritage tidak hanya konsep akademik, tetapi sudah ada divisi kerja khusus yang menangani itu.

"Inggris memiliki British Aviation Archeologist Council (BAAC)," kata Jeanne di Jakarta, Selasa (6/10).

Menurut Jeanne, BAAC ini adalah lembaga yang turut membantu dalam pemilihan situs-situs bersejarah. Terutama terkait pesawat dan penerbangan.

Terkait dengan defense heritage, negeri Ratu Elizabeth ini sudah mempunyai UU Perlindungan Tempat Bersejarah Militer atau yang dikenal dengan Protection of Military Remains Act. Ada pun BAAC ada di bawah Kementerian Pertahanan, Air Historical Branch, dan Royal Air Force Personnel Management Agency.

"Dua lembaga ini yang saling berkoordinasi untuk mencari dan membuktikan tempat-tempat bersejarah, terutama terkait pesawat dan penerbangan," katanya.

Jeanne menerangkan defense heritage adalah pengembangan konsep dari teori cultural heritage.

Badan PBB, seperti Unesco mengadopsi konsep ini. Mereka menamakannya dengan sebutan military heritage atau war heritage. Tujuan dari konsep military heritage ini adalah untuk melacak peninggalan bersejarah zaman perang.

"Namun terminologi defense heritage yang sudah umum dipakai. Nah, di Indonesia belum ada divisi Defense Heritage di bawah Kementrian Pertahanan," kata Jeanne.

Padahal, kata dia, kementerian pertahanan mestinya punya data peninggalan bersejarah. Bahkan mesti ikut melakukan eskavasi lapangan bersama para arkeeolog.

Dia memberi contoh yang dilakukan para tentara di BAAC, Inggris. Mengenai masuknya ia sebagai peneliti di Balitbang Kemhan, Jeanne bercerita, ia mulai jadi peneliti di badan penelitian di bawah naungan Kemenhan sejak Januari 2020.

Oleh Balitbang Kemhan, ia dipercaya untuk melakukan penelitian revitalisasi benda cagar budaya bernilai pertahanan atau defense heritage di Jakarta, Ambon, Palembang, dan Manado. Bersama dengan Ketua Tim Peneliti Balitbang Kemhan, Gerald Theodorus Lumban Toruan, ia sudah mengunjungi cagar-cagar budaya yang jadi bahan penelitiannya.

"Ide awal defense heritage datangnya dari saya dan saya beruntung bisa sekelas S3 Unhan dengan pak Gerald Theodorus, PNS Peneliti Balitbang Kemhan. Beliau tertarik dengan disertasi saya tersebut dan menjadikan defense heritage sebagai penelitian Balitbang Kemhan, kemudian mengajak saya sebagai anggota tim penelitian," tutur Jeanne.

Menurut Jeanne, Indonesia kaya dengan cagar budaya bernilai pertahanan atau defense heritage. Sebab negara adalah negara yang pernah dijajah negara lain. Artinya, ada banyak peninggalan-peninggalan bersejarah yang bernilai pertahanan, seperti benteng pertahanan, tempat bersejarah, museum, ataupun monumen.

Dari beberapa kunjungannya ke berbagai cagar budaya, Jeanne menilai untuk urusan cagar budaya secara umum saja, perlakuan serta perhatian pemerintah daerah belum maksimal. Apalagi bila secara khusus cagar budaya itu diperlakukan sebagai defense heritage. Ini tentu, jadi pekerjaan rumah bersama untuk memperbaikinya.

"Banyak benteng bersejarah tidak dirawat dan museum-museum terkesan angker. Cultural heritage belum menjadi main focus of political will pemerintah pusat. Padahal idealnya defense heritage bisa menjadi doktrin pertahanan, sehingga program bela negara kita berfokus kepada rasa cinta tanah air dan salah satu wujudnya adalah kita bangga akan sejarah bangsa," ujarnya. ags/N-3

Baca Juga: