Sebenarnya, merasa lelah dan sakit kepala selama melawan infeksi virus corona adalah hal yang wajar. Namun, apabila kelelahan dan perasaan kewalahan itu bertahan selama dua hingga enam minggu setelah terinfeksi Covid-19 dan bahkan sampai pada tahap mengganggu aktivitas sehari-hari, itu bisa menjadi tanda depresi. Terutama apabila perasaan itu mulai berdampak negatif pada hubungan dengan orang sekitar.

Melansir Fact Sheet Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), depresi adalah penyakit umum di seluruh dunia. Diperkirakan sekitar 3,8 persen sekitar 280 juta orang di dunia mengalami depresi. Selama episode depresi, orang cenderung mengalami suasana hati yang tertekan, entah itu merasa sedih, mudah marah, atau hampa.

Mereka juga pada umumnya kehilangan kesenangan atau minat dalam aktivitas. Beberapa gejala lain juga muncul, seperti sangat sulit berkonsentrasi, perasaan bersalah yang berlebihan atau harga diri yang rendah, keputusasaan tentang masa depan, pikiran tentang kematian atau bunuh diri, gangguan tidur, perubahan nafsu makan atau berat badan, dan merasa sangat lelah.

Depresi berbeda dari fluktuasi suasana hati dan respons emosional jangka pendek terhadap tantangan dalam kehidupan sehari-hari. Apabila berulang dan dengan intensitas sedang atau berat, depresi bisa menjadi kondisi kesehatan yang serius. Ini dapat menyebabkan orang yang terkena sangat menderita dan tidak berfungsi dengan baik di tempat kerja, sekolah atau bahkan pada lingkup keluarga. Kemungkinan terburuk, depresi dapat menyebabkan bunuh diri. Lebih dari 700 ribu orang di dunia meninggal karena bunuh diri setiap tahun.

Megan Hosey, seorang psikolog rehabilitasi di Rumah Sakit Johns Hopkins, Amerika, menuturkan depresi bukanlah sesuatu yang biasanya dapat disingkirkan sendiri. Walau internet memudahkan akses terhadap alat skrining diagnostik mandiri dan memesan suplemen untuk meredakan peradangan terkait Covid, yang merupakan salah satu pemicu depresi. Banyak dari intervensi ini tidak dapat diandalkan atau didukung oleh bukti.

Pengobatan depresi juga bergantung pada tingkat keparahan dan pola episode depresi dari waktu ke waktu. Penyedia layanan kesehatan umumnya menawarkan perawatan psikologis seperti psikoterapi interpersonal, dan/atau obat antidepresan.

Penyedia layanan kesehatan harus mengingat kemungkinan efek samping yang terkait dengan pengobatan antidepresan mengingat itu bukanlah pengobatan lini pertama untuk depresi ringan. Antidepresan juga tidak boleh digunakan untuk mengobati depresi pada anak-anak dan bukan pengobatan lini pertama pada remaja.

Melansir New York Times, sebaiknya perhatikan pola makan, tidur, dan penggunaan obat-obatan dan konsumsi alkohol bagi 'peminum'. Mengonsumsi lebih banyak makanan bergizi dan mengatur rutinitas tidur yang baik, mungkin berdampak positif kecil pada kesehatan mental. Penelitian menunjukkan, olahraga dan meditasi juga dapat membantu menyembuhkan pikiran dalam beberapa kasus. Tetapi jika perubahan perilaku tidak berhasil, seorang profesional dapat merekomendasikan terapi atau pengobatan.

Baca Juga: