Kolonialisme Jepang terjadi ketika negara itu sadar tidak memiliki sumber daya alam seperti Russia, Tiongkok, dan AS. Langkah pertama yang dilakukan dengan merebut beberapa pulau di sekitarnya wilayahnya dan titik puncaknya dengan direbutnya wilayah Manchuria.

Kolonialisme Jepang terjadi ketika negara itu sadar tidak memiliki sumber daya alam seperti Russia, Tiongkok, dan AS. Langkah pertama yang dilakukan dengan merebut beberapa pulau di sekitarnya wilayahnya dan titik puncaknya dengan direbutnya wilayah Manchuria.

Militer Jepang menjadi kekuatan unggul pada Perang Dunia II. Aksinya dimulai ketika tentara Jepang merebut Manchuria pada 1931. Wilayah ini berada di timur laut Tiongkok, dekat perbatasan dengan Korea Utara dan Russia.

Namun hal itu bukanlah titik awal agresi Jepang. Jepang memulai aktivitasnya sebagai kekuatan perampas tanah dengan cara kurang terlihat. Gerakannya cukup hati-hati dimulai ketika angkatan laut dan tentara modernnya masih dalam tahap awal.

Laman American Historical Association menulis, cara yang dilakukan dengan mengambil alih beberapa kelompok pulau-pulau kecil tidak jauh dari tanah airnya tanpa harus berperang untuk mendapatkannya. Pada 1894, Jepang sudah cukup kuat untuk menantang Kekaisaran Tiongkok yang lemah dan menua.

Pada Juli tahun itu, senjata Angkatan Laut Jepang menembaki kapal Tiongkok tanpa peringatan. Selama lima puluh tahun ke depan, penaklukan dan penyerapan Jepang atas kepulauan Asia dan Pasifik terus berlanjut, selangkah demi selangkah, sambil mengkonsolidasikan pencapaian dan mengumpulkan kekuatan untuk langkah selanjutnya.

Dalam perang dengan Tiongkok antara 1894-1895, Jepang berhasil merebut Pulau Formosa atau Taiwan dan pulau-pulau Pescadores di dekatnya. Setelah mengalahkan Russia pada para perang antara 1904-1905, Jepang merebut separuh selatan Sakhalin dan ujung selatan Manchuria yang dikenal sebagai Semenanjung Liaotung.

Selanjutnya pada 1910 Korea dianeksasi. Pada akhir Perang Dunia I, negara-negara pemenang menyerahkan mandat kepada Jepang atas pulau-pulau bekas Jerman di utara khatulistiwa, salah satu kawasan strategis terpenting di Pasifik. Dua belas tahun kemudian, Jepang mulai menguasai sebagian wilayah Tiongkok, dimulai dari Manchuria pada 1931.

Menjelang perang saat ini, Jepang merebut kendali Indo-Tiongkok dari Prancis yang tidak berdaya dan menurunkan status Thailand (Siam) menjadi negara boneka. Melalui kombinasi gertakan dan pertumpahan darah, para panglima perang Jepang, dalam waktu kurang dari setengah abad, telah meningkatkan kepemilikan mereka dari 147.669 mil persegi menjadi lebih dari 1.000.000 mil persegi.

Penyebab Agresi

Orang Jepang percaya bahwa negara mereka lebih unggul dari negara lain dan memiliki misi khusus untuk mendominasi dan memerintah umat manusia lainnya. Angkatan bersenjata Jepang menikmati posisi khusus yang memberi mereka kendali praktis atas pemerintah.

Jepang terletak di pusat kawasan Asia-Pasifik yang kaya dan memiliki angkatan darat dan angkatan laut terkuat dan tersukses di Asia. Orang Jepang tidak puas dengan kondisi perekonomian mereka. Kelas pekerja memiliki standar hidup yang rendah, dan bisnis besar menuntut lebih banyak bahan mentah dan lebih banyak pasar yang dapat dieksploitasi tanpa harus menghadapi persaingan dari Eropa dan Amerika.

Jepang kurang kaya akan sumber daya dibandingkan Amerika Serikat (AS), Inggris Raya, dan Uni Soviet. Selain itu, tarif yang tinggi di AS dan negara-negara lain menghalangi barang-barang Jepang memasuki beberapa pasar dunia.

Orang Jepang percaya bahwa mereka adalah keturunan para dewa. Mereka menganggap kaisar mereka adalah dewa, dan bahwa mereka memiliki misi yang diilhami surga untuk menguasai dunia. Ide-ide fantastis ini didasarkan pada apa yang mereka sebut sejarah, yang pada kenyataannya merupakan gabungan dari fakta, legenda, dan angan-angan.

Semua anak-anak Jepang diajarkan keyakinan tersebut sejak masih bayi dan banyak dari emosi Jepang yang paling kuat berpusat pada mereka. Dalam beberapa tahun terakhir, pendidikan dan propaganda Jepang menampilkan ungkapan yang seharusnya digunakan yaitu kekaisaran pertama dengan delapan penjuru dunia dalam satu atap.

Ungkapan itu diartikan, dalam bahasa Inggris yang sederhana, bahwa Jepang harus mendominasi sekitar satu miliar orang di kawasan Asia dan Pasifik, dan pada akhirnya menguasai dunia. Ini bukanlah ide baru bagi pikiran orang Jepang.

Pidato dan tulisan para negarawan dan super-patriot Jepang di zaman modern mengungkap lusinan peringatan serupa mengenai niat mereka. Namun, pada musim panas 1941, ketika rencana penaklukan mereka secara resmi diterbitkan dalam The Way of the Subjects, yang disebut sebagai "kitab suci" masyarakat Jepang. Namun ketika banyak orang asing masih tidak berpikir serius, enam bulan kemudian mereka melakukannya.

Di Jepang ketika itu angkatan bersenjata hampir sepenuhnya memegang kendali atas pemerintah. Setiap sektor kehidupan nasional seperti industri, perdagangan, pertanian, pendidikan, masyarakat, bahkan agama tunduk pada keinginan mereka.

Jepang tidak selalu merupakan negara diktator militer yang tegas. Dalam jangka waktu singkat setelah Perang Dunia I, terdapat indikasi bahwa negara tersebut sedang dalam proses membentuk pemerintahan yang representatif dan mengikuti jejak negara-negara Barat dalam melaksanakan reformasi sosial dan politik yang sangat diperlukan.

Konstitusi Jepang tahun 1889 memberi kerangka monarki abad kesembilan belas yang meniru Prusia. Kepala negara adalah kaisar, dibantu oleh dewan rahasianya. Ada kabinet, dipimpin oleh perdana menteri, dan parlemen yang terdiri dari House of Peers dan House of Representatives yang dipilih oleh rakyat.

Namun dalam pemerintahan Jepang, kaisar adalah sebuah boneka. Dia tidak memulai kebijakan atau tindakan. Selama berabad-abad kekuasaan kekuasaan berada di tangan segelintir bangsawan, tentara, atau negarawan yang mempunyai kekuatan untuk menggunakannya.

Pembuat sistem ini tidak merencanakan atau menginginkan pemerintahan kerakyatan. Namun dari 1921 hingga 1931, partai-partai politik Jepang memperoleh kekuasaan, dan bagi banyak pengamat tampaknya kabinet dan dewan perwakilan rakyat pada suatu saat nanti akan menjadi unsur pengendali dalam pemerintahan. hay/I-1

Baca Juga: