Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali menjadi sorotan publik. Kali ini terkait dengan kunjungan kerja (kunker) ke luar negeri. Padahal, kita selama ini tidak merasakan langsung manfaat kunker DPR ke luar negeri. Semua bermula dari adanya foto anggota Komisi X DPR yang melakukan kunjungan kerja ke Jerman. Belum jelas agenda kunjungan kerja yang membuat para wakil rakyat itu terbang ke Jerman.

Dari foto itu tampak beberapa anggota Komisi X membawa koper-koper pakaian. Selain foto yang dimaksud, daftar delegasi anggota Komisi X pun juga beredar. Dari daftar itu diketahui ada 15 anggota Komisi X yang terbang ke luar negeri untuk melakukan kunjungan. Ada 3 staf dari Komisi X yang juga ikut dalam rombongan.

Bukan itu saja, DPR juga mengajukan kenaikan anggaran kunker ke luar negeri menjadi 343,5 miliar rupiah untuk tahun 2018. Anggaran ini naik 141,8 miliar rupiah dari tahun 2017 yang bernilai 201,7 miliar rupiah. DPR kemudian minta publik untuk tidak mempermasalahkan kunker. Alasannya, kegiatan "jalan-jalan" itu untuk meningkatkan kinerja.

Sedangkan terkait anggaran, DPR beralasan sangat kecil disbanding anggaran kunjungan kerja pemerintah. Rakyat sebenarnya prihatin dengan ulah DPR itu. Sebab, DPR seolah tidak peduli jika kegiatan kunker menjadi sorotan publik. Ini artinya, DPR lebih memikirkan diri sendiri daripada kepentingan orang banyak. Lebih dari itu, bangsa pun menjadi bertanyatanya tentang kapasitas anggota DPR ke luar negeri.

Pertanyaan ini terkait dengan kemampuan DPR menyerap pengetahuan yang dikunjungi, kemudian kemampuan bahasa asingnya, dan tentunya faedah kunjungan kerja bagi rakyat. Rakyat, sebenarnya berharap DPR lebih banyak menyerap aspirasi masyarakat. Misalnya, bagaimana upaya mati-matian DPR memperjuangkan nasib petani di tengah himpitan lahan yang beralih fungsi menjadi kawasan komersial.

Contoh lain, kita berkeinginan punya DPR yang sangat konsisten memperjuangkan nasib korban kekerasan dan hak asasi manusia. Atau, kita mendapat DPR yang mampu bersama-sama pemerintah meningkatkan pendapatan negara dan mengurangi kebergantungan pada utang. Sayangnya, DPR sekarang ini seperti jauh dari harapan rakyat.

Selalu saja yang mencuat kepentingan DPR itu sendiri atau upaya berbeda pendapat dengan pemerintah. Seolah-olah, kita menyaksikan ada DPR yang dekat dengan pemerintah. Ada yang berpura-pura kritis dengan pemerintah dan banyak yang mengatasnamakan rakyat, tapi kongsi dengan eksekutif untuk dapat komisi proyek.

Keberadaan DPR yang jauh dari fungsinya terkait dengan tatanan partai politik. Kalaupun ada partai yang berdiri sejak lama dan mengaku banyak makan asam garam, akhirnya tetap saja mengabaikan aspirasi rakyat. Ke depan, kita sulit membayangkan akan ada partai politik yang menghasilkan anggota DPR sesuai dengan keinginan rakyat.

Kita memang hanya bisa prihatin karena sistem rekrutmen, pendidikan politik, sampai proses keterwakilan sangat kentara pada kemampuan modal. Anehnya, anggota DPR yang sebenarnya sudah punya bekal politik maupun dana, pada perkembangannya justru memanfaatkan anggaran negara untuk kepentingan diri sendiri.

Mereka berupaya minta tambahan anggaran dari pemerintah dengan berbagai upaya. Seolah, jika pemerintah sukses berarti harus ada kompensasi untuk DPR. Anggota legislatif seperti ini tak pantas disebut wakil rakyat.

Baca Juga: