Jakarta - Lima nelayan mengajukan gugatan uji materiil Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan terkait pengelolaan lobster ke Mahkamah Agung (MA).
Koordinator tim kuasa hukum Viktor Santoso Tandiasa mengatakan para nelayan itu menggugat Permen Nomor 17 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp) di wilayah Negara Republik Indonesia.
"Sejak diterbitkan hingga saat ini, mereka kehilangan mata pencarian untuk memenuhi kebutuhan hidup," kata ViktorSantosodalam keterangan tertulis, di Jakarta, Rabu.
Kelima pemohon yakni Ibrohom, Dian Hardiansyah, Lana Wijaya, Yoda Rexi Rinaldi, dan Randy Zanu Wulandi.
Mereka didampingi langsung oleh kuasa hukumnya, yaituViktor Santoso Tandiasa, Amir Fauzi, Sawirman, Muhammad Ratho Priyasa, Hincat Silalahi, Happy Hayati Helmi, dan Missariyani.
Viktor menjelaskan empat pasal yang digugat yakni Pasal 2 ayat (1) yang menyarankan, "Penangkapan Benih Bening Lobster (puerulus) hanya dapat dilakukan untuk Pembudidayaan di wilayah negara Republik Indonesia."
Kemudian Pasal 18 ayat (1) yang menyatakan "Setiap Orang dilarang melakukan pengeluaran Benih Bening Lobster (puerulus) ke luar wilayah negara Republik Indonesia".
Pasal 18 ayat (2) yang menyatakan "Setiap Orang dilarang menangkap Benih Bening Lobster (puerulus) yang tidak sesuai peruntukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)".
Pasal 19 ayat (1) bahwa "Setiap Orang yang melakukan pengeluaran Benih Bening Lobster (puerulus) ke luar wilayah negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dikenakan sanksi pidana sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Viktor mengungkapkan para pemohon ini tak bisa lagi menangkap benih lobster dan menjualnya ke perusahaan yang akan mengekspornya ke luar negeri seperti Vietnam.
Bukan hanya tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup, kata Viktor, segala peralatan tradisional untuk menangkap benih bening lobster yang telah dipersiapkan oleh para pemohon menjadi terbengkalai.
"Peralatan itu tidak dapat digunakan lagi. Artinya kerugian ini bersifat nyata, aktual, bukan kerugian yang mengada-ada," ujarnya lagi.
Kerugian yang nyata dan aktual tersebut, kataViktor, semakin membuktikan bahwa tidak adanya perlindungan atas jaminan pemberdayaan nelayan sebagaimaan diatur dalam Pasal 2 huruf c dan huruf I UU 7/2016 yang berdasarkan asas kebermanfaatan dan asas kesejahteraan mereka.
Mengagetkan Tiba-tiba Lima Nelayan Ini Gugat Aturan Pengelolaan Lobster di MA
28 Juli 2022, 05:30 WIB
Waktu Baca 2 menit