Kabupaten Banyumas memiliki tempat-tempat bersejarah berusia ratusan tahun yang menarik untuk dilihat. Masjid Saka Tunggal, Pendopo Si Panji, dan Museum Bank BRI adalah serpihan sejarah Banyumas yang cukup kuno dan juga menginspirasi.

Kabupaten Banyumas memiliki tempat-tempat bersejarah berusia ratusan tahun yang menarik untuk dilihat. Masjid Saka Tunggal, Pendopo Si Panji, dan Museum Bank BRI adalah serpihan sejarah Banyumas yang cukup kuno dan juga menginspirasi.

Beberapa tempat bersejarah yang ada di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, adalah Masjid Saka Tunggal Baitussalam. Sesuai namanya masjid tua ini masjid memiliki saka atau tiang penyangga tunggal dari kayu jati, di tengah bangunan berukuran 12 x 18 meter.

Saka atau tiang tersebut diukir lalu diwarnai layaknya sebuah totem atau benda atau binatang yang dianggap suci dan dipuja. Dari bagian bawah hingga ke tengah yang dapat dijangkau tangan manusia, terpasang kaca untuk melindungi bagian yang terdapat tulisan 1288 masehi, tahun pendirian masjid tersebut.

Dari angka tahun tersebut atau berada pada abad ke-13, maka Masjid Saka Tunggal menjadi masjid yang telah ada sebelum era Wali Songo atau Wali Sembilan, jumlah wali penyebar agama Islam di tanah Jawa yang hidup antara abad 15-16 M.

Bahkan jika angka tahun masehi tersebut memiliki kebenaran, maka masjid saka tunggal lebih tua dari Kerajaan Majapahit yang berdiri pada 1294 Masehi. Masjid ini diperkirakan telah ada pada masa Kerajaan Singasari antara 1222-1292 Masehi.

Keunikannya selan saka tunggal di tengah adalah adanya empat helai sayap dari kayu di tengah saka. Empat sayap yang menempel di saka tersebut melambangkan "papat kiblat limapancer" atau empat mata angin dan satu pusat.

Papat kiblat limapancerberarti manusia sebagaipancerdikelilingi empat mata angin yang melambangkan api, angin, air, dan bumi. Saka tunggal itu perlambang bahwa orang hidup ini seperti alif, harus lurus. Jika bengkok atau melakukan hal negatif itu artinya maka bukan lagi manusia.

Empat mata angin itu berarti bahwa hidup manusia harus hidup seimbang. Jangan terlalu banyak air bila tak ingin tenggelam, jangan banyak angin bila tak mau masuk angin, jangan terlalu bermain api bila tak mau terbakar, dan jangan terlalu memuja bumi bila tak ingin jatuh.

Masjid yang dilindungi sebagai benda cagar budaya/situs itu berada di Desa Cikakak, Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas. Bangunan berdiri di tengah suasana pedesaan yang begitu kental. Bahkan di kawasan masjid yang dipenuhi dengan kera-kera yang berkeliaran bebas.

Sejarah Masjid Saka senantiasa terkait dengan tokoh penyebar Islam di Cikakak, bernama Mbah Mustolih. Dalam syiar Islam yang dilakukan, Mbah Mustolih memang menjadikan Cikakak sebagai markas. Saat ini makamnya tidak jauh dari Masjid Saka Tunggal.

Tradisi yang masih berlangsung di Masjid Saka Tunggal melantunkan kidung selama menunggu waktu salat Jumat. Kidung dilantunkan dengan campuran antara bahasa Arab dan Jawa. Tradisi ini oleh masyarakat setempat disebut "ura-ura".

Di Masjid Saka Tunggal, imam masjid tidak menggunakan penutup kepala yang lazimnya digunakan di Indonesia yang biasanya menggunakan peci, kopiah, tetapi mereka menggunakanudeng/pengikat kepala. Mereka berpakaian baju putih lengan panjang warna putih, menggunakanudengbermotif batik, dan keempat muazin tersebut mengumandangkan adzan secara bersamaan.

Uniknya lagi, seluruh rangkaian salat Jumat dilakukan secara berjamaah, mulai dari salat tahiyatul masjid, qobliyah Jumat, salat Jumat, ba'diah Jumat, salat dzuhur, hingga ba'diah dzuhur. Tradisi yang masih dipertahankan hingga saat ini yaitu tradisi untuk tidak menggunakan pengeras suara. Meski demikian suara adzan yang dilantunkan oleh empat muadzin sekaligus, tetap terdengar begitu lantang dan merdu dari masjid ini.

Bagi warga Banyumas, Pendopo Si Panji memberi kebanggaan tersendiri karena nilai sejarahnya. Pendopo ini memiliki hubungan yang kuat dengan sejarah Banyumas. Awalnya merupakan pendopo Kabupaten Banyumas yang berada di Kota Banyumas. Karena beberapa alasan pendopo tersebut dipihan ke lokasinya yang sekarang yaitu di Jalan Kabupaten nomor 1, Alun-alun Purwokerto.

Pendopo Si Panji menggantikan pendapa lama dalem Kabupaten Purwokerto yang dibuat oleh Martadipura II. Pemindahan dan penggantian dilakukan karena soko guru pendopo lama sudah lapuk. Pada masa pemerintahan Bupati Banyumas ke-20 yaitu Adipati Aryo Sujiman Gandasubrata, Bupati Banyumas (1933-1950), pendopo dipindah menyusul dihapusnya Kabupaten Purwokerto oleh Belanda pada 1 Januari 1936.

Ketika dipindahkan, Pendopo Si Panji telah berusia lebih dari 100 tahun. Namun semua kayunya masih dalam kondisi baik sehingga tidak ada satupun bagian yang diganti. Alasan pemindahan dan penghapusan Kabupaten Purwokerto untuk efisiensi anggaran. Alasan lain Purwokerto dipilih menjadi ibu kota lantaran letaknya strategis dan ada jalur kereta api. Selain itu Purwokerto juga bebas dari luapan Sungai Serayu.

Cikal Bakal BRI

Banyumas juga menjadi cikal bakal bagi berdirinya Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang pada 2021 memiliki 89 juta nasabah. Dalam sejarahnya, BRI didirikan di Purwokerto, Jawa Tengah, oleh Raden Bei Aria Wirjaatmadja pada 16 Desember 1895.

Sejarah sepak terjang BRI di masa lalu dapat dilihat di Museum Bank Rakyat Indonesia yang berlokasi di Jalan Sudirman nomor 57, Purwokerto. Di depan museum didirikan patung Raden Aria Wirjaatmadja. Meski bangunannya tidak besar namun terlihat megah dan terjaga.

Di dalam museum ini bisa dilihat koin-koin uang dari jaman Majapahit, uang-uang kertas asal Tiongkok, Jepang, zaman VOC Belanda, masa kemerdekaan RI, peninggalan mesin-mesin perbankan masa kini serta peninggalan barang-barang milik Raden Aria Wirjaatmadja.

Dalam sejarahnya nama BRI baru ada sejak diambil alih pemerintah Indonesia setelah Proklamasi Kemerdekaan 1945. Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1946, bank ini ditetapkan sebagai sebuah bank pemerintah dengan nama Bank Rakyat Indonesia.

Ketika didirikan, Bank BRI bernama De Poerwokertosche Hulp en Spaarbank der Inlandsche Hoofdenartinya Bank Bantuan dan Simpanan Milik Priyayi Purwokerto. Kredit yang dikucurkan untuk menyediakan jasa keuangan bagi masyarakat asli Indonesia.

Ide pendirian bank muncul saat Wirjaatmadja menghadiri undangan pesta khitanan dari seorang guru. Di tengah suasana pesta, beliau berpikir mengapa seorang guru bisa mengadakan pesta yang begitu besar dan mewah, ditandai dengan hadirnya para pembesar, hidangan yang melimpah dan hiburan berupa kesenian Tayuban.

Ia berpikir gaji guru saat itu sangatlah tidak mungkin cukup untuk membiayai pesta sebesar itu. Di tengah suasana pesta Tayuban, ia menanyakan sumber biaya pesta tersebut yang ternyata berasal dari rentenir yang menerapkan bunga yang sangat tinggi, yang beban pelunasan utang sebenarnya diluar kemampuan guru tersebut.

Melihat nasib guru yang terjerat rentenir itu waktu Raden Aria pun tergerak hatinya untuk memberi bantuan dengan memberikan pinjaman dengan bunga rendah untuk melunasi utang guru tersebut. Namun, belakangan diketahui ternyata banyak priyayi pribumi memiliki masalah yang sama dengan guru tersebut.

Raden Aria kemudian mengelola uang kas masjid menjadi dana bantuan pinjaman dengan bunga rendah. Keadaan tersebut kemudian diketahui oleh atasan Asisten Residen E Sieburgh sehingga melarang penggunaan kas masjid selain untuk keperluan masjid.

Atas peristiwa itulah kemudian terbit surat resmi untuk mendirikan sebuah bank perkreditan rakyat pertama bagi pribumi. Pada 16 Desember 1895,Hulp en Spaarbank der Inlandsche Bestuurs Ambtenarenatau Bank Bantuan dan Simpanan Milik Pegawai Pangreh Praja Berkebangsaan Pribumi beroperasi pertama kali. hay/I-1

Baca Juga: