Judul : Strawberry Generation

Penulis : Rhenald Kasali

Penerbit : Mizan

Cetakan : Juni 2017

Tebal : 2 79 Halaman

ISBN : 978-602-441-029-2

Dari bentuk dan warnanya, strawberry memang menawan. Namun, di balik keindahannya, dia ternyata begitu rapuh. Itulah ilustrasi strawberry generation, sebuah bagian dari suatu generasi yang rapuh, meski terlihat indah. Buku ini berbicara mengenai perubahan baik yang tak terhindarkan maupun yang harus diusahakan. Buku ini juga mengingatkan anak muda agar tidak menjadi bagian dari strawberry generation. Ini generasi yang penuh dengan gagasan kreatif, tetapi mudah menyerah dan gampang sakit hati.

Padahal, kesuksesan tidak bisa diraih melalui jalan pintas. Maka, mentalitas rapuh harus diubah. Passenger harus menjadi driver. Fixed mindset digantikan growth mindset. Seperti komputer yang harus di-setting (diatur) sebelum dipakai, dalam menghadapi perubahan, otak manusia juga harus diset ulang. Mindset sendiri terdiri atas asumsi-asumsi yang dianut seseorang dan sudah tidak cocok dengan kebutuhan baru. Dalam banyak hal, mereka terkurung pikiran-pikiran dan anggapan-anggapan sendiri.

Tentu, tidak semua orang siap berubah. Tetapi, mereka yang mau berubah, akan menemukan pengaturan baru. Melalui rangkaian proses bermain dan melatih muscle memory, pikiran-pikiran baru ditata ulang (hlm 3). Yang merasa pintar dan ternyata benar-benar pintar berbicara serta berargumentasi, menurut ahli perilaku, Carol Dweck, dari Stanford, termasuk ke dalam kategori fixed mindset.

Hal ini berbeda benar dengan mereka yang cepat beradaptasi menerima hal baru (growth mindset). Meski saat sekolah tidak seberapa pintar, kecerdasan dapat dikembangkan dan dilatih karena terbuka terhadap masukan-masukan. Kemampuan mendeteksi dan menerapi dua tipe manusia ini akan menjadi kunci sukses pemimpin perubahan. Terlebih bila kita tahu cara mengubah kelompok fixed mindset menjadi growth mindset. Orang-orang yang menghambat perubahan bukanlah kurang pandai, melainkan termasuk terkurung cara berpikir sendiri (hlm 5).

Mereka tidak bisa dikelola dengan cara-cara lama. Maka, pertama-tama bangun mental jangan fokus pada hardskill seperti pengetahuan atau bidang khusus pekerjaan. Fokuslah pada mental. Jadikan mental pribadi yang tangguh (hlm 239). Bangunkanlah kesadaran bahwa mereka bukan passenger. Kedua, jangan pernah membayangkan uang akan memuaskan mereka.

Anak-anak ini kalau bisa diputar mentalnya akan menjadi pribadi yang suka menghadapi tantangan. Maka dari itu, setelah diputar, berikan kepercayaan. Beri proyek-proyek penting yang membuat mereka mampu belajar dan upgrade diri sehingga merasa ikut berkontribusi bagi keberhasilan perusahaan.

Ketiga, dampingi pengambilan keputusannya agar tahu membaca arah. Keempat, kalau keras kepala dan susah dikendalikan, jangan terlalu bersedih kehilangan anak-anak kreatif itu. Adakalanya itu cerminan dari pembentukan masa lalunya yang memang rapuh. Orang yang pintar harus punya ketangguhan juga self discipline. Hidup pada dasarnya sebuah tantangan. Untuk menghadapi dibutuhkan manusia-manusia terlatih secara mental, bukan menghindari.

Biasakanlah mereka menghadapi kegagalan karena lebih baik belajar dari satu dua kegagalan, ketimbang gagal selamanya karena terbiasa ditopang. Berikanlah keterampilan hidup, self-regulations, dan biarkan membuat keputusan sendiri. Daya juang dibutuhkan untuk menembus hambatan, bukan sekadar ditatap atau diratapi. Kalau ada orang lain yang lebih berhasil, belajarlah dari mereka.

Diresensi Fatoni Prabowo Habibi, Mahasiswa IAIN Pekalongan

Baca Juga: