Persoalan pemilihan rektor (pilrek) perguruan tinggi negeri (PTN) belakangan menjadi sorotan sejumlah media massa. Bukan lantaran kurangnya sumber daya manusia yang berkualitas, namun suasana pilrek kini sudah seperti pilkada, ada tim sukses.

Awalnya pada 1985 terbit Perpres Nomor 9. Berdasarkan regulasi ini, rektor merupakan pejabat struktural setara eselon I, sehingga yang menetapkan Presiden dan yang melantik Menteri. Pada 2007 keluar Perpres Nomor 65, rektor bukan lagi pejabat eselon I, melainkan tugas tambahan, yang menetapkan Menteri.

Pada 2010 terbit Permendiknas Nomor 24 yang mengatur tata cara pilrek, yakni suara menteri 35 persen, sedangkan suara anggota senat 65 persen. Seiring berjalannya waktu, dilakukan perbaikan melalui Permenristekdikti. "Suara menteri tetap 35 persen, namun kami mulai mengelompokkan sesuai aturan, mulai dari penjaringan, penyaringan, pemilihan, hingga pelantikan," ungkap M Nasir, Menristekdikti.

Penjaringan dilakukan panitia penjaringan yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan menteri. Setelah itu dilakukan penyaringan oleh anggota Senat. Anggota senat terdiri atas rektor, para wakil rektor, dekan, para wakil guru besar, wakil bukan guru besar, dan ketua lembaga dalam masalah akademik, yaitu lembaga penelitian dan lembaga pengabdian pada masyarakat.

Setelah melalui tahap itu, tiga nama calon diserahkan ke Kementerian dan dilakukan penelusuran terhadap track record mereka. Penelusuran ini biasanya melibatkan Irjen dan Dirjen. Baru setelah itu dilakukan pemilihan bersama dengan suara menteri 35 persen dan anggota senat 65 persen.

"Di dalam pemilihan yang semacam ini, kami melihat, menengarai munculnya permasalahan, terutama saat penyaringan menuju ke pemilihan. Ini sudah kita batasi semua. Sekarang suasana pilrek sudah seperti pilkada, ada pembentukan tim sukses. Namanya tim sukses ini sudah ke mana-mana dengan mengaku dekat menteri, mengaku dekat semuanya. Kami tidak pernah merespons semua itu. Kami tetap konsisten dengan menjaring calon rektor (calrek) yang mampu mewujudkan masa depan yang lebih baik," lanjutnya.

Di samping itu, lanjutnya, dalam pemilihan ternyata banyak masalah yang ditimbulkan universitas, karena tidak mengikuti prosedur, atau mengikuti prosedur tetapi malah menimbulkan masalah baru.

Perguruan tinggi negeri itu ada PTN badan hukum (BH), PTN, satuan kerja pemerintah, dan badan layanan umum (BLU). Pada PTN BH ada majelis wali amanat (MWA) yang akan menjalankan organisasi perguruan tinggi. Memilih MWA biasanya one man one vote, namun yang terjadi ada yang one man nine votes. "Selama ini saya selalu meminta Irjen untuk mengecek agar bersih dulu calonnya. Kalau tidak bersih, jangan dilantik. Saya tidak pernah berpikir pilrek akan jadi masalah. Kalau memang ini tidak transparan, kita harus membuat jadi transparan supaya pilrek betul-betul clear and clean. tgh/R-1

Sejarah Panjang Unpad

Terkait pilrek, kasus Pilrek Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung periode 2019 - 2024 hingga saat ini belum selesai, padahal terpilihnya rektor baru harus sudah ada paling lambat 3 bulan sebelum masa jabatan rektor saat ini berakhir.

Tahapan proses Pilrek Unpad seharusnya berakhir pada 27 Oktober 2018 di mana MWA memutuskan satu nama dari peringkat 3 besar calrek yang sudah terseleksi. Namun, saat sidang pleno penetapan calrek menjadi Rektor, MWA membuat keputusan menunda, alasannya ada tahapan yang tidak dilalui sehingga dianggap cacat.

Terdapat calrek yang memiliki track record yang dikategorikan buruk bilamana terpilih sebagai seorang rektor. Adalah komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Obsatar Sinaga atau akrab disapa Obi. Namanya mulai disorot, menyusul adanya surat pernyataan dari mantan istri kepada Presiden Joko Widodo untuk melakukan peninjauan kembali nama Obsatar Sinaga sebagai calrek Unpad Bandung tersebut.

Hal ini karena Obi diduga pernah melakukan sejumlah tindakan tercela salah satunya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

Meski kuasa hukum Obi telah mengklarifikasi kasus tersebut dengan laporan Kepolisian terkait KDRT telah dicabut. Penilaian lain diberikan Azriana, komisioner Komnas Perempuan.

Ia mengatakan pemilihan Obi sebagai calrek harus dihentikan mengingat kasus KDRT bukanlah kasus ringan, dan bagi pelakunya tidak boleh diberikan kesempatan kembali.

"Sebaiknya ada yang menyampaikan keberatan juga kepada panitia pemilihan. Hal ini tidak boleh dibiarkan karena akan berpotensi kejadian serupa dan bila terjadi bukan hanya pribadi yang tercoreng, namun civitas akademi pun akan menjadi rusak," katanya, beberapa waktu lalu.

Bahkan sesepuh Jawa Barat (Jabar), Alumni Unpad, dan beberapa kelompok paguyuban Sunda mengecam MWA yang meloloskan Obi sebagai salah satu calrek Unpad.

Rekam jejak Obi terkait kasus KDRT yang telah tersebar di media sosial membuat citra Unpad memburuk.

Salah satu sesepuh, Dindin S. Maolani mengatakan tuduhan KDRT yang telanjur tersebar di media massa dan media sosial bukan hal sepele. Pasalnya, Obi juga mendapatkan suara terbanyak saat pemilihan tiga bakal calrek Unpad.

"Ini persoalan nama Unpad. Sebagai atikan sejarah untuk urang Sunda. Cari rektor Unpad karena menyandang nama Padjadjaran. Sehingga teman-teman merasa ini harus diluruskan. Siapa pun yang ujungnya akan memilih rektor, kasus pelaporan mantan istri diduga KDRT tidak boleh dibiarkan," katanya.

Menurutnya, Unpad memiliki sejarah panjang melibatkan Jabar dan orang Sunda. Sehingga masalah ini perlu ditindaklanjuti supaya Rektor Unpad ke depan tidak memiliki kasus yang melanggar etika.

Sementara itu, perwakilan Aliansi Peduli Unpad, Andreas menuding molornya agenda pilrek disengaja. Dia mengatakan, tiga calrek yang sudah lolos seleksi tidak dikehendaki Ketua MWA. Menurutnya, Ketua MWA menginginkan rektor petahana kembali memimpin Unpad.

"Sejelek apapun track record tiga calrek yang lolos seleksi, pasti dari mereka ada yang terbaik dan catatan bersih," tandasnya.

Pihaknya berharap rektor yang terpilih adalah benar-benar kandidat terbaik, memiliki prestasi positif tanpa ada track record yang menurunkan citra baik Unpad.

Sementara itu, Sekretaris Eksekutif MWA Erri N Megantara mengatakan, salah satu faktor yang membuat proses penetapan Rektor Unpad terkatung-katung adalah tidak tegasnya Rudiantara selaku Ketua MWA Unpad.

"Selama ini selalu saya yang turun. Harapan kami Ketua juga menginformasikan kepada anggota (terkait proses pilrek). Anggota tidak pernah dikasih tahu progresnya sampai di mana," jelasnya.

Meski demikian, selaku bagian dari MWA, Erri optimistis bahwa Rektor Unpad bakal terpilih sebelum tenggat waktu 13 Januari 2019 sesuai kesepakatan. tgh/R-1

Baca Juga: