Revitalisasi kawasan Kota Tua Jakarta, apa pun nama ­yang akan disandangkan nanti, entah itu Batavia, Jayakarta, atau Sunda Kelapa, akan banyak manfaatnya.

Beberapa kota besar di Indonesia dibangun sebelum era kemerdekaan. Maka tidak heran jika di kota-kota tersebut banyak dijumpai bangunan era kolonial, baik yang masih terawat dengan baik, tidak terawat, maupun yang hanya manyisakan puing-puingnya.

Bangunan-bangunan era kolonial tersebut biasanya mengumpul dalam satu kawasan yang biasanya disebut Kota Tua atau Kota Lama. Semarang misalnya, bangunan-bangunan era kolonialnya sebagian besar berada di kawasan yang dinamakan Kota Lama.

Kota Lama Semarang yang disebut juga Outstadt atau Little Netherland, menjadi pusat perdagangan sejak Abad XIX hingga awal abad XX. Sebelum direvitalisasi dengan bantuan Kementerian PUPR, keadaannya sungguh memprihatinkan, kumuh dan sering tergenang rob. Kini, jika menyusuri Kota Lama pada malam hari serasa berwisata di kota-kota di Belanda.

Beruntunglah Semarang karena kawasan Kota Lamanya sudah keren. Beda nasib dengan Surabaya. Kawasan Kota Tuanya masih berantakan. Letaknya pun lebih berpencar. Ada sih upaya memperindah kawasan Kota Tua, dengan mengecat beberapa bangunan, tapi hasilnya justru merusak mata. Bangunan tua yang elegan, dicat warna-warni.

Jakarta yang kawasan Kota Tuanya tertata lumayan rapi pun tidak mau ketinggalan. Pemprov DKI Jakarta, saat ini sedang mengkaji usulan penggunaan kembali nama Batavia untuk menyebut kawasan Kota Tua yang tengah di revitalisasi.

Alasannya, penggunaan nama kota lama atau kota tua sering kali digunakan di seluruh dunia sehingga tidak memunculkan keunikannya. Tapi kalau Batavia ya cuma satu. Kalau dengar nama Batavia, itu bukan kawasan kota tua atau kota lama di tempat lain, pasti di Jakarta.

Usul penamaan kawasan Kota Tua ini sangat menarik, unik. Dan bila revitalisasi fisik bangunan dan jalan sudah rampung, ada baiknya papan nama jalan disertai juga nama lama jalan tersebut. Begitu juga nama gedung-gedungnya. Misalnya Grote Rivier Straat untuk Jalan Kali Besar dan Princent Gracht untuk Jalan Cengkeh, Malaischeweg untuk Jalan Tiang Bendera. Kemudian ada tulisan De Javasche Bank di Museum Bank Indonesia, dan de Nieuwe Hollandsche Kerk(Gereja Kubah) di Museum Wayang.

Revitalisasi kawasan Kota Tua Jakarta, apa pun nama yang akan disandangkan nanti, entah itu Batavia, Sunda Kelapa, atau Jayakarta, akan banyak manfaatnya. Selain dari sisi ekonomi dan wisata, juga akan mempermudah generasi mendatang belajar sejarah dari sumbernya langsung.

Menata Kota Tua, tidak usah jauh-jauh belajar ke Eropa, di Manila kita bisa belajar bagaimana gedung-gedung tua masih bisa digunakan sekalipun dengan perubahan fungsi. Manila mempunyai kawasan Kota Tua Intramuros, artinya di antara dinding-dinding. Memang kawasan Kota Tua ini dikelilingi tembok sepanjang 4,5 km untuk berlindung dari ancaman musuh.

Di Intramuros, suasana kolonial Spanyol abad XVI masih bisa kita saksikan utuh. Di sana, kita bisa saksikan dua gereja tua yaitu Manila Katedral dan Gereja San Agustin yang masih berdiri kokoh. Ada Lyceum of The Philippines University yang menempati bekas Rumah Sakit San Juan de Dios dan Mapua University Manila. Semoga saja upaya merevitalisasi kawasan Kota Tua Jakarta tidak hanya mempercantik fisik gedung-gedungnya saja, tetapi juga bisa difungsikan, bukan menjadi monumen.

Baca Juga: