KYIV -Selama musim dingin, perang di Ukraina berubah menjadi pertarungan yang bergerak lambat tetapi sangat sengit di sepanjang 600 mil sisi tenggara garis depan. Kini, baik Ukraina maupun Rusia tengah bersiap untuk melakukan serangan besar-besaran.
Dilansir oleh The New York Times, Rusia bergerak lebih dulu karena mewaspadai meningkatnya pasokan persenjataan Ukraina dari Barat. Dengan puluhan ribu wajib militer baru untuk menguasai Ukraina, pasukan menyerang posisi yang dijaga ketat di seluruh area bekas bom dan melalui hutan yang hangus di sisi Timur. Mereka mencari celah, berharap untuk mengeksploitasi dan menyiapkan panggung untuk apa yang diperingatkan Ukraina sebagai kampanye paling ambisius Moskow sejak awal perang.
Ukraina sekarang harus bertahan melawan serangan Rusia tanpa menghabiskan sumber daya yang dibutuhkannya untuk melancarkan serangannya sendiri.
"Saat ini, Kyiv sedang melatih ribuan tentaranya di luar negeri dan sibuk untuk mengumpulkan senjata berat dan amunisi, sebelum serangan Rusia yang akan mematahkan tulang," kata Oleksandr Danylyuk, mantan direktur dewan keamanan nasional Ukraina.
Analis militer mengatakan, Ukraina kemungkinan untuk mencoba membagi pasukan musuh menjadi dua zona, berharap untuk menghancurkan jalur Rusia di selatan dan menempatkan jalur pasokannya yang untuk Krimea.
"Ada sedikit keraguan bahwa kedua belah pihak ingin melakukan ofensif. Tetapi itu benar-benar tergantung pada seberapa besar kapasitas keduanya, harus melakukan itu," kata Mick Ryan, seorang pensiunan mayor jenderal angkatan darat Australia yang merupakan rekan di Lowy Institute.
Dibantu oleh intelijen barat, satelit komersial, dan jaringan partisan yang bekerja untuk mengganggu pendudukan Rusia, pejabat senior Ukraina mengatakan bahwa niat Moskow semakin fokus.
Mereka mengumpulkan puluhan ribu tentara, termasuk wajib militer dari mobilisasi massal musim gugur lalu, tepat di luar jangkauan rudal presisi buatan Amerika. Formasi tersebut menunjukkan bahwa mereka bersiap untuk mengepung pasukan Ukraina yang ditempatkan di seluruh wilayah Donetsk dan Luhansk.
Menurut analis militer, Ukraina mampu melakukan retret taktis, selama tidak mengambil risiko menderita kehancuran total garisnya dengan cara yang akan mengakibatkan pasukannya dikepung.
"Setiap pertempuran untuk mencetak terobosan besar melalui garis Ukraina akan dimulai dengan rentetan artileri Rusia yang lebih intens, pengeboman dengan jet serangan darat dan serangan mendadak oleh helikopter yang terbang rendah," kata Serhiy Hrabsky, mantan kolonel di tentara Ukraina dan komentator perang untuk Media Ukraina.
"Itu kemungkinan akan diikuti oleh serangan darat tank dan infanteri melintasi zona penyangga antara garis parit," katanya.
"Upaya utama akan dilakukan di lapangan, di mana Rusia akan menggunakan taktik tradisional mereka, konsentrasi besar tank, pengangkut personel lapis baja, dan tembakan artileri yang sangat intensif," kata Hrabsky.
Rusia dipandang ingin bergerak cepat, dengan Presiden Vladimir V. Putin menekan komandannya yang baru diangkat di Ukraina, Jenderal Valery Gerasimov, untuk merebut wilayah dan memberi sinyal keberhasilan kepada khalayak domestik dan internasional, setelah berbulan-bulan mengalami kemunduran yang memalukan.
Rusia menghadapi tekanan waktu lainnya. Persenjataan Barat yang dapat membuat perbedaan dalam pertempuran, seperti tank Leopard buatan Jerman dan kendaraan tempur infanteri Bradley Amerika, telah dijanjikan tetapi belum tiba.
"Moskow sedang mengamati pengumuman pasokan senjata Barat, dan ingin memastikan mereka akan dapat bertindak sebelum kita mendapatkan apa yang kita inginkan," kata Danylyuk, mantan penasihat keamanan nasional Ukraina.
Analis militer dan mantan pejabat keamanan Ukraina menunjuk apa yang disebut jembatan darat Rusia, yang membentang melintasi Ukraina selatan dari perbatasan Rusia ke Semenanjung Krimea, sebagai target yang paling menggoda untuk serangan balasan Ukraina.
"Rusia juga percaya bahwa kemungkinan akan menjadi garis serangan," kata Nataliya Gumenyuk," juru bicara komando militer selatan Ukraina.
Mereka membawa lebih banyak tentara untuk mempertahankan posisi pertahanan yang didirikan dengan tergesa-gesa, tetapi dia mengatakan bahwa Ukraina telah mampu membatasi kemampuan mereka untuk membawa alat berat.
"Kami dapat melihat bahwa mereka mengumpulkan beberapa peralatan di sekitar Melitopol dan di Krimea, tetapi mereka tidak dapat mendekatkannya," katanya dalam sebuah wawancara.
"Mereka ingin, tapi pasukan kita tidak memberi mereka kesempatan," ujarnya.
Kyiv berharap, Barat akan segera menyediakan artileri jarak jauh yang akan memungkinkan pasukannya untuk sekali lagi mengganggu posisi Rusia, seperti yang mereka lakukan ketika Ukraina merebut kembali wilayah selatan, termasuk kota Kherson, pada November. Kali ini, Ukraina ingin membuat Rusia menebak-nebak di mana dan kapan akan menyerang.
"Rusia sedang menunggu langkah aktif dari pihak kami di selatan," kata Gumenyuk. "Kami mempertahankan ketegangan ini. Beginilah cara kami melemahkan semangat musuh," terangnya.
Serangan yang berhasil atas stepa terbuka antara garis depan saat ini dan kota Melitopol yang diduduki Rusia, misalnya, akan memotong wilayah yang dikuasai Rusia di Ukraina menjadi dua zona terpisah, sangat memperumit logistik Rusia yang sudah alot.
Ukraina, kata Hrabsky, akan menggabungkan serangan darat dengan serangan jarak jauh, pertama-tama melunakkan pertahanan dengan menembakkan peluru artileri presisi dan roket ke bunker komando, garnisun, dan depot amunisi.
"Kemudian akan berusaha untuk menembus garis Rusia dan bermanuver dengan cepat, meskipun Rusia bercokol kuat di selatan dan kemungkinan besar akan melakukan perlawanan keras," tutur dia.
Andriy Zagorodnyuk, mantan menteri pertahanan Ukraina, mengatakan dia memperkirakan Rusia mencoba merebut Donbas dan kemudian "mengumumkan penyelesaian operasi militer khusus mereka" dan menyerukan negosiasi.
"Tapi, ini akan menjadi upaya ketiga Rusia untuk merebut Donbas sejak perang dimulai; dua yang pertama keduanya gagal," katanya.
Badan intelijen pertahanan Inggris mengatakan pada Selasa bahwa Rusia telah mencoba untuk meluncurkan "operasi ofensif besar" sejak awal bulan lalu.
"Tetapi hanya berhasil mendapatkan wilayah beberapa ratus meter per minggu, karena kurangnya amunisi dan unit manuver," pungkasnya.