JAKARTA - Pergerakan rupiah diperkirakan masih dalam tekanan seiring kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS). Tak hanya itu, tekanan berpeluang meningkat jika Bank Indonesia (BI) dalam rapat dewan gubernur (RDG) memutuskan untuk memangkas suku bunga acuannya.
Pemangkasan suku bunga acuan tersebut diperkirakan dapat membuat yield obligasi dalam negeri kurang menarik. Sehingga investor akan menarik diri dan beralih ke obligasi AS yang imbal hasilnya meningkat.
BI, hari ini (18/2), dijadwalkan akan mengumumkan hasil RDG yang digelar selama dua hari sejak Rabu (17/2). Sejumlah pelaku pasar memperkirakan bank sentral akan memangkas BI 7 Day Reverse Repo Rate (BI 7DRRR) demi mengakselerasi pemulihan ekonomi dalam negeri.
Sebelumnya, kurs yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Rabu (17/2) sore, ditutup melemah kembali menembus level psikologis 14.000 rupiah per dollar AS.
Rupiah ditutup melemah 90 poin atau 0,65 persen dari sehari sebelumnya menjadi 14.020 rupiah per dollar AS dari posisi penutupan hari sebelumnya 13.930 rupiah per dollar AS.
"Dollar menguat pada Rabu (17/2) karena optimisme atas pemulihan ekonomi global dari Covid-19 dan kemungkinan percepatan inflasi mendorong imbal hasil obligasi AS naik," kata Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi di Jakarta, kemarin.