Amerika Serikat (AS) dikabarkan tengah mengkaji penggunaan drone di daerah konflik untuk mengangkut pasien atau korban perang. Adam Meledeo, ilmuwan peneliti untuk koagulasi dan penelitian darah di Institut Penelitian Bedah Angkatan Darat AS mengatakan bahwa negara-negara mitra AS sedang meninjau beberapa platform yang dapat mengevakuasi pasien dengan cepat tanpa membahayakan personel lain di wilayah udara yang berpotensi diperebutkan.

"Salah satunya menandai kendaraan secara tepat dengan nomenklatur medis standar. Itu memberi Anda perlindungan Konvensi Jenewa. Tapi yang jelas, kami melawan musuh-musuh tertentu yang tidak peduli sama sekali," ujar Meledeo.

Ia menuturkan Badan Kesehatan Pertahanan AS tengah mempertimbangkan sejumlah solusi, termasuk mendanai beberapa inovasi lain untuk mengoptimalkan penyediaan drone di medan pertempuran.

"Ada juga pembicaraan untuk melengkapi beberapa drone perangkat keras tempur kami yang sudah digunakan dengan muatan alternatif yang dapat memasok darah, persediaan medis dan apa saja, seperti MRE, amunisi, dan air kepada petugas medis garis depan atau anggota layanan yang merawat prajurit yang terluka," jelasnya.

Kedepannya, drone medis itu diharapkan untuk bisa dikemudikan dengan teknologi kecerdasan buatan (AI). Inisiatif Defense Advanced Research Projects Agency baru yang disebut "The In the Moment Program" menunjukkan ketertarikan AS untuk mengembangkan sistem AI untuk mengambil keputusan yang kompleks dan cepat yang sama seperti staf medis militer dan ahli bedah trauma yang berada di medan pertempuran berdasarkan algoritma perawatan dan kemampuan pengambilan keputusan.

"Mudah-mudahan, kami bisa mendapatkan beberapa hasil yang meyakinkan dari beberapa teknologi berbeda yang akan dikemas bersama dalam sistem ini, dan memungkinkan drone untuk kemudian tidak hanya memasok, tetapi juga memberikan transportasi dan benar-benar merawatnya pasien selama perjalanan itu," tutup Meledeo.

Baca Juga: