Aktifitas kemanusiaan kurang efektif kalau dilakukan secara individual maupun tanpa kolaborasi. Gerak Bareng menjadi komunitas yang mewadahi para sukarelawan yang ingin memberikan bantuan kemanusiaan baik materi maupun tenaga.

Meskipun informasi bencana Palu dan Lombok makin surut di sejumlah media massa, bukan berarti bantuan untuk korban bencana alam mandeg. Bantuan terus mengalir dari berbagai pihak, baik baik individual maupun sejumlah organisasi.

Dan atas dasar kemanusiaan, Komunitas Gerak Bareng tidak berhenti untuk terus bergerak menolong sesamanya di daerah bencana. "Saya berencana dua tahun di Lombok," ujar Ahmad Zaki, 33, Pendiri Gerak Bareng, yang ditemui di markas Gerak Bareng di bilangan Sukabumi, Jakarta, Selasa (13/11).

Selama di wilayah tersebut, laki-laki yang biasa disapa Zaki ini, akan memberikan bantuan hingga masyarakat mampu menggerakkan ekonomi. Supaya, mereka bisa berdikari dan tidak terjebak pada rentenir untuk membeli kebutuhan pangan.

Selama menangani korban bencana alam, Zaki tidak sendirian. Selain bersama dengan teman-teman komunitasnya, berbagai lembaga maupun individual turut memberikan bantuan pada para korban baik material maupun tenaga.

Dia berpendapat bahwa penanganan bencana alam tidak dapat dilakukan satu pihak. Sebab akan memakan waktu yang tergolong lama. Sehingga bukan mustahil malahmenambah jumlah korban.

"Makanya perlu sinergi pemerintah, NGO, relawan," ujar dia. Masing-masing mengambil porsi bantuan sesuai dengan kapasitasnya. Kontribusi sebesar 1 sampai 10 persen akan berdampak signifikan kalau dilakukan secara bersama-sama.

Di dalam masyarakat, kegiatan kemanusiaan tidak hanya bencana alam. Masalah-masalah kemanusiaan di masyarakat muncul karena adanya bencana sosial, seperti bencana sistem (salah satunya kemiskinan), bencana alam dan bencana moral. Pemerintah, NGO, maupun relawan dapat mengambil peran untuk membantu menuntaskan persoalan sosial di masyarakat.

Gerak Bareng sebagai bagian dari masyarakat turut memberikan kontribusi ikut menangani persoalan di masyarakat. Meskipun, bentuk bantuan masih tergolong kecil ibarat sepotong mangga.

Komunitas berharap, jika bantuan tersebut dilakukan bersama-sama akan memberikan dampak positif pada masyarakat marginal.

Seperti yang dilakukan beberapa waktu lalu, mereka membeli mangga dari petani Indramayu dengan harga lebih mahal hampir tiga kali lipat dari harga di pasaran. Komunitas memasarkan mangga melalui media sosial pada para relawannya.

Ditunjang dengan kualitas buah yang prima dan sebagai upaya menolong petani, para relawan tidak berpikir dua kali membeli mangga meskipun harga jualnya lebih mahal dari harga pasaran.

Dalam kegiatannya, komunitas yang beranggota para relawan yang juga para donatur tersebut selalu mengerjakannya bersama-sama.

"Organisasi masih lemah, kita masih nggak jelas tanggung jawabnya. Untuk berbagi peran belum bisa," ujar Zaki yang kerap diprotes keluarganya karena kesibukkan di kegiatan sosial. Tanggung jawab tugas belum dapat diberikan pada masing-masing individu. Semua kegiatan masih dilakukan bersama-sama.

Meski begitu, komunitas yang berdiri sejak 1,5 tahun yang lalu telah berbentuk yayasan. Bentuk badan hukum tersebut tidak lain untuk memudahkan pengadmistrasian organisasi. Terutama ketika, mereka akan membuka rekening sebagai media penyaluran bantuan berupa uang tunai.

Tujuan kemanusiaan menjadi capaian utama kegiatan komunitas ini. "Dimana masalah kemanusiaan bisa diambil alih dan terselesaikan, itu goal kita," ujar laki-laki yang tidak pernah kehilangan semangat untuk membantu sesama.

Untuk itu melalui, laporan, program bahkan lembaga, dia bersama-sama teman-temannya membangun kepercayaan agar masyarakat turut terlibat dalam kegiatan kemanusiaan. din/E-6

Peduli Korban Bencana, Membangun Rumah Sementara

Para korban bencana alam perlu melanjutkan hidup dan melakukan aktifitas ekonomi. Tempat tinggal menjadi kebutuhan utama para korban bencana setelah pangan.

Karena itu, korban bencana tidak dapat terusmenerus hidup dibarak-barak pengungsian.

Di Lombok, rumah menjadi kebutuhan para korban bencana saat ini.

Gempa yang menerjang enam bulan lalu telah meluluh lantakkan tempat tinggal penduduk. Saat ini, mereka kesulitan mendapatkan tempat tinggal. "Hari ini masih ada yang tidur di tenda, masih ada yang tidur di atap karena rumahnya tinggal atap," ujar Zaki tentan para korban bencana di Lombok.

Gerak Bareng membantu membangun Rusuk (Rumah Sementara Untuk Kemanusiaan). Salah satu tujuannya yaitu supaya para korban bencana bisa menggerakkan ekonomi kembali.

Rumah tersebut terbuat dari bambu dan terpal dari Korea supaya awet satu sampai dua tahun. "Yang penting, mereka tidak tinggal di pengungsian, supaya ada tempat untuk menyimpan uang kalau di pengusngsian tidak bisa," ujar dia.

Sebanyak 1000 rumah dibangun untuk korban bencana di Lombok Barat, Lombok Utara dan Lombok Timur. Satu rumah dapat menampung sebanyak enam orang.

Dengan 1000 rumah, kurang lebih sebanyak 6000 korban bencana dapat pindah tempat tinggal, dari barak pengungsian ke rumah sementara.

Namun, jumlah tersebut belum mampu menampung seluruh pengungsi yang berjumlah sebanyak 80.000 pengungsi. Zaki mengatakan perlu adanya kerja sama dengan berbagai pihak untuk membantu memberikan hunian sementara pada korban bencana alam.

Yeni Rohayani, relawan Gerak Bareng yang bertugas mendata Rusuk mengatakan hunian sementara tersebut dapat dibuat dalam waktu satu hari.

Dia dan teman-temannya tidak membutuhkan tenaga kontraktor khusus. Namun, mereka berkonsultasi dengan arsitek yang tergabung menjadi relawan sebelum membangun hunian tersebut.

"Jadi awalnya dari arsitek, harus membikin seperti ini (hunian sementara)," ujar dia tentang anggota komunitas yang memberikan sumbangan ide.

Dalam pengerjaannya, anggota Gerak Bareng dibantu oleh warga setempat. Selain agar pengerjaan rumah segara selesai, warga memiliki ikatan emosial dengan rumah yang akan dihuninya. din/E-6

Berkegiatan Sosial Karena Panggilan Hati

Panggilan hati menjadi dasar mencurahkan waktu dan tenaga untuk menangani kegiatan kemanusiaan. Dengan aktifitas tersebut, para penggiat merasa tidak membuang waktu. Justru, mereka telah memanfaatkan waktu dalam kehidupannya.

Wankie, 34, relawan dan anggota Gerak Bareng mengatakan bahwa melakukan aktifitas kemanusiaan samahalnya dapat memanfaatkan waktu. "Waktu saya terbuang kalau saya melakukan kegiatan yang tidak bermanfaat," ujar dia yang ditemui di markas Gerak Bareng dibilangan Sukabumi, Jakarta , Selasa (13/11).

Untuk itu, saat ini ia lebih banyak berkonsentrasi dengan kegiatan-kegiatan kemanusiaan. Dia memandang kegiatan sosial lebih bermanfaat. Meskipun, ia kadang didera rasa lelah.

Proses kehidupan telah membalikkan sudut padang pria berbandan gempal tersebut. Beberapa waktu lalu, ia lebih banyak menghabiskan waktu dengan nongkrong di jalan dan menegak minuman berakohol.

Pria yang tidak mau mengingat lagi kehidupan masa lalunya itu mengatakan bahwa saat itu waktu yang dimilikinya tidak memiliki manfaat sama sekali. "Itu yang menurut saya waktu terbuang," ujar dia yang pernah menangani program kemanusiaan hapus tato tersebut.

Dalam program penangan bencana alam di Lombok dan Palu, Wankie lebih banyak mengurus logistik yang diperlukan di daerah bencana.

Baginya kegiatan kemanusiaan tidak selalu terjun ke lapangan. Persiapan logistik tidak kalah penting dibandingkan menolong korban di lapangan. Kegiataan kemanusiaan telah menjadi tujuan hidupnya. "Kalau berbicara kemanusiaan, hati saya terpanggil," ujar dia.

Hal serupa dirasakan Yeni Rohayani, 39, relawan dan anggota Gerak Bareng ini pernah bergelut dalam kegiatan kemanusiaaan secara mandiri. "Itu mungkin dari hati," ujar dia tentang kegiatan yang dilakoninya.

Pernah saat masih berprofesi sebagai guru TK di Bandung sekitar periode 2000 an, ia meninggalkan kelas kelas ketika mendapati di wilayah Bandung terjadi banjir. "Saya lebih baik meninggalkan tugas saya sebagai pengajar dan pergi ke tempat banjir," ujar dia tentang kejadian beberapa waktu lalu.

Kegiatan kemanusiaan telah mendarah daging pada diri wanita berkulit kuning ini. Setelah bergabung bersama komunitas, kegiatan lebih memiliki alur kerja ketimbang saat dilakukannya secara mandiri.

Seperti saat akan memberikan bantuan pada korban bencana alam, ia tidak lagi sekedar memberikan bantuan melainkan mensurvei terlebih dahulu kebutuhan yang diperlukan.

Yeni mengaku tidak memiliki target tertentu dari kegiatan tersebut. Ia mengatakan bawa kegiatan yang dilakukan mengalir saja. "Ngalir saja," ujar dia pendek. din/E-6

Baca Juga: