Dalam sebuah riset pada 2016, DCA menyebutkan bahwa jumlah sampah di Depok mencapai sebanyak 1.300 ton per hari.

Jumlah sampah yang tidak terkendali hingga sampah yang berserakan tak hanya merusak pemandangan namun juga menjadi penyebab kerusakan lingkungan. Depok Clean Action (DCA), sebuah komunitas lingkungan, menyuarakan pembuangan sampah yang minimal selain membuang sampah pada tempatnya. Ya, sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan makin merebaknya pemikiman di Kota Depok, jumlah sampah semakin hari semakin bertambah. Tentu saja masalah ini harus mendapat perhatian serius. Dalam sebuah riset pada 2016, DCA menyebutkan bahwa jumlah sampah di Depok mencapai sebanyak 1300 ton perhari.

"Kebanyakan, sampah rumah tangga," ujar Wahyu Adi prayoga, Koordinator DCA yang ditemui di bantaran Kali Ciliwung, Depok, Rabu (19/12). Sampah-sampah tersebut tidak semuanya dapat diangkut para tukang sampah yang berkeliling di komplek perumahan maupun perkampungan. Kerapkali, sampah terlihat di ujung-ujung jalan maupun jembatan.

Penduduk yang enggan membayar iuran sampah membuang sampah sekenanya, terutama di tempat-tempat sepi. Sampah yang diangkut oleh tukang sampah maupun petugas dinas kebersihan bukan berarti menyelesaikan masalah. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sebagai tempat penampungan sampah dari tukang sampah maupun dinas kebersihan memiliki daya tampung yang terbatas.

Sementara, jumlah sampah semakin hari semakin meningkat. Gunungan sampah tak pelak menjadi pemandangan di sejumlah TPA. Sampah merupakan problematika yang kunjung mendapatkan solusi. Satu solusi digulirkan namun sampah yang terbuang jumlahnya berkali lipat setiap waktu. Kondisi tersebut makin diperburuk dengan prilaku masyarakat yang lebih senang membuang sampat sembarang ketimbang ke tempat sampah, apalagi membuang sampah sesuai jenisnya antara organik dan anorganik.

Dalam kegiatannya, DCA yang memiliki tagline aksi, edukasi dan inspirasi berupaya mengurangi sampah terlebih Kota Depok memiliki tagline Zero Waste atau nol sampah, supaya tidak menimbulkan gunungan sampah di TPA dan untuk menjaga lingkungan.

Cara yang dilakukan adalah dengan mendaur ulang sampah menjadi berbagai produk. Tujuannya tidak lain untuk meminimalisir jumlah sampah yang dibuang ke TPA. "Jadi tidak mustahil untuk mewujudkan Zero Waste. Sebab dengan pengelolaan baik, sampah tidak berakhir di TPA," ujar Elita Duatnofa, 36, salah satu pendiri DCA.

Banyak cara dapat dilakukan untuk mengelola sampah agar tidak berakhir di tempat pembuangan. Seperti membuat kompos alami, pot tanaman diberi media pupuk lalu dipasang kawat berbentuk kotak. Setiap hari, pot tersebut diisi dengan sampah organik rumah tangga. Kompos alami tersebut dapat menjadi media tanam untuk menanam ubi jalar atau timun mini. Sari-sari kompos akan diserap oleh tanaman. Sampah anorganik, seperti plastik, merupakan sampah yang banyak didaur ulang mengingat pengurainnya membutuhkan waktu ratusan tahun. DCA mengolah plastik dalam proses ecobrick.

Plastik bekas sabun cuci, mie instant, kopi instant maupun produk lainnya dipotong kecil-kecil lalu dimasukkan dalam botol air mineral. Kurang lebih sebanyak 36 botol air mineral yang telah diisi potongan plastik kemudian dibingkai dengan kayu. Permukaan atasnya dilapisi dengan sofa maupun anyaman bambu.

Produk yang dihasilkan berupa kursi maupun meja yang dapat digunakan sebagai furnitur sehari-hari. Saat ini, DCA beserta sejumlah komunitas tengah berupaya mencoba menggerakkan RT zero sampah di daerah Kampung Utan, perbatasan Ciliwung antara Bogor dengan Depok.

Upaya tersebut tidak lain untuk mewujudkan Depok Zero City. Nantinya jika berhasil, wilayah zero sampah akan dinaikkan ke tingkat RW hingga kelurahan. DCA yang merupakan bagian Clean Action yang ada di sejumlah kota berdiri pada 20 Maret 2016 tidak kenal lelah untuk melakukan edukasi ke masyarakat. Komunitas yang menamakan diri edukasi lingkungan ini, selalu memberikan pendampingan membuang sampah pada tempatnya.

DCA terutama memberikan pendampingan pada pengunjung Car Free Day (CFD) di daerah Perumahan Grand Depok City (GDC), Universitas Indonesia maupun Limo, Depok, meski belakangan komunitas banyak melakukan kegiatan di CFD Perumahan GDC.

Seringkali, mereka melakukan kunjungan ke berbagai sekolah untuk mengedukasi terkait sampah maupun proses daur ulang sampah. Sampai saat ini, anggota yang tercatat sebanyak 80 orang dengan pengurus sebanyak 15 orang yang terbagi dalam berbagai bidang. Meski relawan yang bergabung selalu berganti-ganti tidak menyurutkan semangat komunitas untuk memerangi sampah di salah satu kota penyangga Jakarta ini. din/E-6

Pungut Sampah Saat Masyarakat Malam Mingguan

"Mbak kalau pulang, sampahnya dibawa ya." Ungkapan tersebut menjadi salah satu cara untuk mengedukasi masyarakat di area CFD Perumahan GDC, Depok. Komunitas DCA mengajak secara langsung masyarakat untuk menjaga kebersihan.

Berbagai respon pun bermunculan, ada yang marahmarah karena mendapat teguran namun ada juga yang menerima. "Kalau, orang dewasa biasanya suka marah, kalau anak-anak sih enggak (tidak marah)," ujar Wahyu Adi Prayoga, Koordinator DCA yang selalu membawa poster setiap melakukan aksi.

Maka dalam, aksi pengumpulan sampah di area CFD, banyak anak-anak kecil yang turut serta. Lantaran, komunitas aktif mengumpulkan sampah sambil membawa trash bag banyak yang melabeli sebagai tukang sampah. Lagi-lagi untuk hal ini, mereka perlu memberikan edukasi pada masyarakat tentang kegiatan yang tengah dilakukan. Untuk itu sebelum terjun melakukan aksi, para anggota diberikan bekal public speaking yang dilakukan oleh para praktisi. Para praktisi merupakan kenalan dari anggota komunitas. Dengan modal ilmu berbicara, para relawan lebih siap menghadapi masyarakat dengan berbagai pendapatnya. Hingga saat ini, DCA telah melakukan aksi bersih sampai sebanyak 90 kali terhitung sejak berdiri.

Dalam setiap aksi, DCA bisa mengambil sampah hingga 20 kilogram dalam jarak area 100 meter. "Kadang, tergantung jumlah relawannya," ujar dia tentang relawan yang jumlahnya tidak tentu karena kesibukan masing-maing. Di awal tahun lalu, DCA berhasil mengumpulkan sampah hingga 40 kilogram.

Bisanya,sampah-sampah tersebut bekas makanan dan minuman masyarakat yang menghabiskan malam minggu di sekitar CFD di Perumahan GDC. Meski menyasar ke berbagai tempat, DCA lebih banyak melakukan aksi pungut sampah di sekitar CFD di Perumahan GDC. Hal tersebut karena, area tersebut merupakan tempat berkumpulnya masyarakat Depok serta banyak anak-anak dan remaja. Kalau di sekitar kampus Universitas Indonesia, rata- rata masyarakatnya telah terdidik selain itu kebanyakan masyarakat datang dari sekitar Jakarta, seperti Lenteng Agung, yang bukan merupakan sasaran utama DCA.

Sampah-sampah yang terkumpul kemudian dipilah antara sampah organik dan anorganik. Untuk sampah plastik kering dapat menjadi bahan pembuatan ecobrick saat berkunjung ke sekolahsekolah maupun tamu yang berkunjung ke wilayah Kali Ciliwung yang bersebelahan dengan Perumahan GDC. Aksi pungut sampah tidak sekedar membuat wilayah CFD menjadi kawasan yang rapi.

Masyarakat juga perlu disadari bahwa sampah dapat merusak lingkungan. Sebut saja, paus yang ditemukan mati ternyata di dalam perutnya penuh sampah. Belum lagi, penyu mati karena tersumbat plastik. Di kota Depok, sampah sudah darurat untuk dikurangi.

Walaupun untuk melakukan hal tersebut, masyarakat terkadang perlu dipaksa untuk membuang sampah pada tempatnya. din/E-6

Sampah, Tanggung Jawab Individu

Individu memegang kendali terhadap kebersihan lingkungan. Kebersihan lingkungan tidak hanya mengandalkan tukang sampah atau petugas kebersihan. Karena pada diri individulah, lingkungan menjadi bersih maupun penuh sampah. Kenyataannya bukan hal yang mudah membuat lingkungan bersih bebas sampah. Tangan-tangan tidak bertanggung jawab kerap melemparkan sampah di sembarang tempat. Alhasil, lingkungan menjadi kotor bahkan menimbulkan bau busuk. Elita Duatnofa, salah satu Pendiri DCA mengatakan sumber masalah di Kota Depok adalah individu masyarakatnya.

"Menurut saya pribadi, sumber masalah sampah di Kota Depok adalah individu yang belum sadar atau belum tahu cara memperlakukan sampah yang benar," ujar dia tentang salah satu prilaku buruk individu, yaitu membuang sampah sembarangan. Sementara menurut dia, pemerintah telah mengupayakan menangani masalah sampah. Terbukti dengan Kota Depok adalah kota dengan bank sampah terbanyak. Termasuk dengan inovasi pengolahan sampah, misalnya memanfaatkan maggot atau sejenis larva untuk mengolah sampah organik. Maggot dimanfaatkan untuk memakan sampah-sampah organik yang biasanya berasal dari dapur. Jika sudah cukup umur, maggot akan dipergunakan sebagai pakan ikan.

Bagi wanita berusia 36 tahun ini, kesadaran individu dalam membuang sampah butuh dibarengi dengan pendampingan. Jika pendampingan hanya dilakukan satu atau dua komunitas atau lembaga membutuhkan waktu kurang lebih sepuluh tahun. "Kalau yang bergerak banyak pihak, saya kira bisa dipangkas separuhnya," ujar dia.

Undang-undang membuang sampah sembarang belum cukup efektif untuk menyadarkan masyarakat tentang kebersihan lingkungan. Bahkan spandukspanduk sosialisasi yang bertebaran di jalanan sekedar "penghias jalan" tanpa menghasilkan efek yang diharapkan. Wanita yang biasa disapa Lieta mengatakan bahwa masyarakat membutuhkan polisi-polisi kebersihan. Mereka dapat berpatroli di tempat-tempat umum sebagai bagian sosialisasi. Risky Ilham Ramadhan, 22, anggota DCA menyepakati bawah individulah yang menyebabkan munculnya sampah dan berserakan.

Ia mencermati warga Depok kurang peduli sampah. "Masalah sampah adalah tanggung jawab kita semua," ujar Risky. Menurut dia, tukang sampah yang sesungguhnya bukanlah petugas angkut sampah maupun petugas kebersihan kota. "Sejatinya, kitalah (manusia) yang disebut tukang sampah bukan petugas kebersihan atau apapun," ujar dia. Karena sepanjang aktifitas hidupnya, manusia akan membuat sampah. din/E-6

Baca Juga: