Oleh: Chappy Hakim

Boeing, yang berdiri sejak tahun 1916, dikenal luas sebagai leading global aerospace company yang produknya berupa pesawat terbang komersial, kebutuhan sistem pertahanan udara dan ruang angkasa dengan pelanggan di lebih dari 150 negara di dunia. Boeing juga dikenal luas sebagai simbol dari produk yang berkualitas tinggi dan menempati tangga pertama dalam urusan keselamatan terbang dan kerja. Pesawat Boeing adalah pesawat yang tepercaya.

FAA atau Federal Aviation Administration yang didirikan pada tahun 1958 di Amerika Serikat adalah badan otoritas penerbangan tertua di dunia sekaligus terjaga kredibilitasnya dalam urusan safe and efficient use of the national airspace atau aspek keselamatan dan efisiensi dalam pengelolaan dirgantara nasional. Cikal bakal FAA bahkan sudah mulai muncul hanya beberapa tahun saja sejak Wright Bersaudara berhasil menerbangkan pesawat terbang pertama di dunia pada tahun 1903 di Kill Devil Hill North Carolina.

Keduanya, Boeing dan FAA, menghadapi tantangan besar pada awal tahun 2019 atas kredibiltas reputasinya sebagai simbol yang terpercaya dalam keselamatan terbang dan kerja. Berikut ini urainnya:

Pesawat terbang Boeing 737 MAX 8 registrasi PK-LQP milik Maskapai Lion Air nomor penerbangan JT-610 rute Jakarta tujuan Pangkal Pinang jatuh pada hari Senin, 29 Oktober 2018. Seluruh penumpang yang berjumlah 189 dan awak pesawat dinyatakan meninggal dunia. Flight JT-610 jatuh 10 menit setelah take off dari Bandara Soekarno Hatta.

Berselang lima bulan kemudian, pesawat terbang Boeing 737 MAX 8 registrasi ET-AVJ milik Maskapai Ethiopian Airlines nomor penerbangan ET-310 rute Addis Ababa tujuan Nairobi Kenya jatuh pada hari Minggu, tanggal 10 Maret 2019. Seluruh penumpang yang berjumlah 157 dan awak pesawat dinyatakan meninggal dunia. Flight ET-310 jatuh lebih kurang 5 menit setelah take off dari Bandara Bole Addis Ababa.

Reaksi yang muncul sangat logis membuat banyak pihak mulai meragukan kualitas produksi pabrik pesawat Boeing yang diikuti rasa "takut" para pengguna pesawat Boeing untuk terbang. Para pelanggan fanatik pesawat Boeing yang dikenal sangat prima dalam hal aviation safety mulai kehilangan kepercayaannya. Merespons fenomena ini, maka pada bulan Maret 2019, FAA (Federal Aviation Administration) sebagai otoritas penerbangan federal Amerika Serikat dan sejumlah otoritas penerbangan berbagai negara mengandangkan Boeing 737 MAX 8 alias di-grounded total. Sebuah tindakan yang bertujuan memberikan waktu terlebih dahulu bagi Boeing dan FAA melakukan koreksi terhadap kemungkinan kesalahan yang menyebabkan kecelakaan fatal itu terjadi. Pada titik ini banyak pihak mulai mempertanyakan reputasi Boeing dan FAA sebagai garda depan yang memiliki tanggung jawab terhadap keselamatan penerbangan.

Pertengahan bulan November 2019, Chappy Hakim, Ketua TimNas EKKT tahun 2007 (Tim Nasional Evaluasi Keselamatan dan Keamanan Transportasi) diundang khusus oleh Boeing Company ke Seattle dalam rangka Boeing Company Visit Tour sebagai salah seorang Aviation Safety Expert. Acara utama adalah turut berpartisipasi sebagai salah satu peserta dalam program spesial berjudul "Product Briefing, Flight Simulator Session dan Production Tour" sebagai bagian dari Boeing's ongoing 737 MAX returns to service activities. Akomodasi disediakan oleh Boeing Company bagi seluruh peserta di Hotel Regency Lake Washington. Hotel Bintang 5 yang berlokasi di tepi sebuah danau air tawar terbesar ke-2 di negara bagian Washington.

Perkembangan selanjutnya, FAA sebagai badan resmi otoritas penerbangan Amerika Serikat mengumumkan pada hari Rabu, tanggal 18 November 2020, untuk mencabut larangan terbang bagi pesawat B-737 MAX 8. FAA merilis B-737 MAX 8 untuk terbang lagi setelah dilakukan beberapa perbaikan dan penyempurnaan kualitas produksi dari pesawat terbang MAX 8. Beberapa di antaranya yang dilakukan adalah penyempurnaan software sistem kendali pesawat terbang yang berkait dengan MCAS (Maneuvering Characteristics Augmentation System) yang telah ditengarai sebagai penyebab utama dari kedua kecelakaan fatal tersebut.

Demikianlah, setelah FAA mencabut larangan terbang bagi pesawat Boeing 737 MAX 8 seiring dengan upaya meningkatkan kualitas produksi pesawat Boeing khususnya B737 MAX 8 maka penerbangan dengan pesawat Boeing terlihat seperti aman kembali. Para pengguna pesawat terbang Boeing sudah mulai merasa nyaman lagi, seiring dengan pulihnya kepercayaan mereka terhadap tingkat keselamatan pesawat keluaran pabrik Boeing Company dan FAA sebagai otoritas penerbangan nasional. Amat sangat disayangkan, ternyata hal ini tidak berlangsung lama, karena pada awal tahun 2024 terjadi lagi serangkaian kecelakaan pesawat terbang produksi pabrik pesawat terbang Boeing yang nyaris fatal.

Beberapa kecelakaan pesawat Boeing di tahun 2024, antara lain berawal dari insiden lepasnya pintu pesawat Boeing 737 MAX 9 Alaska Airlines tanggal 5 Januari 2024 yang terpaksa harus melakukan pendaratan darurat. Tanggal 13 Januari 2024, pesawat Boeing 737-800 maskapai All Nippon Airways, membatalkan semua jadwal penerbangan karena kedapatan jendela di kokpit pecah. Tanggal 17 Januari, Menlu AS membatalkan penerbangan dengan Boeing 737 dari Swiss karena diduga terjadi kebocoran sistem oksigen di pesawat.

Tanggal 19 Januari, beredar di sosial media tentang adanya api yang keluar dari pesawat Boeing 747-8 di Miami. Berikutnya pada tanggal 20 Januari 2024 tersiar berita kemudi pesawat Boeing 757 Delta Airlines tiba-tiba lepas ketika hendak take off. Tanggal 11 Maret, Boeing 787-9 Dreamliner Latam Airlines diberitakan terjun bebas dalam penerbangan dari Sydney ke Auckland yang menyebabkan 50 penumpang luka-luka. Terakhir pada tanggal 13 Maret 2024, kantor berita Reuter mengabarkan pesawat Boeing 777 American Airlines melakukan emergency landing di LA setelah pilot menghadapi masalah teknis dalam penerbangannya.

Masalah Serius

Rangkaian kecelakaan yang nyaris fatal dari pesawat Boeing belakangan ini mengindikasikan bahwa ternyata Boeing tengah menghadapi masalah serius dalam hal keselamatan penerbangan. Ini juga mengindikasikan bahwa kecelakaan fatal yang terjadi pada Lion Air dan Ethiopian Airlines belum secara tuntas mengembalikan reputasi unjuk kerja dari Boeing sebagai pabrik pesawat terbang yang fokus berorientasi pada aviation safety. Hal ini diperkuat dengan analisis bahwa sejak kecelakaan fatal Lion Air dan Ethiopia, volume penerbangan memang berkurang drastis sebagai akibat pandemi Covid-19. Hal ini yang memberikan gambaran semu bahwa kecelakaan pesawat Boeing telah dapat diatasi dengan baik. Padahal sejatinya jumlah penerbangan yang menurun drastis telah memberikan indikasi yang keliru tentang menurunnya angka kecelakaan pesawat terbang keluaran pabrik Boeing.

Setelah volume jumlah penerbangan mulai pulih dan bergerak menuju normal kembali seperti kondisi pada waktu sebelum pandemi Covid, maka terjadilah rangkaian kecelakaan pesawat terbang Boeing yang nyaris fatal. Hal inilah yang memberikan penjelasan kepada kita semua bahwasanya, sejak kecelakaan fatal Lion Air dan Ethiopian Airlines tersebut sebenarnya budaya keselamatan di pabrik Boeing sudah bergeser dari standar yang menjadi pedoman kerja Boeing sejak semula. Dugaan bagi kesimpulan ini diperkuat oleh rangkaian kecelakaan pesawat Boeing pada awal tahun 2024.

Film dokumenter Netflix berjudul Downfall the Case Against Boeing dirilis awal tahun 2022 yang lalu, menyajikan gambaran jelas tentang pabrik pesawat terbang Boeing. Film Downfall menyajikan dengan terang benderang mengenai sudah bergesernya fokus pabrik pesawat Boeing dari safety oriented menuju ke profit oriented yang sangat dipengaruhi oleh pasar modal NYSE (New York Stock Exchange). Hal ini dijelaskan dalam film garapan sutradara Roy Kennedy, bahwa pergeseran itu dimulai sejak merger atau bergabungnya McDonnel Douglas dengan Boeing Aircraft Company pada tahun 1997. Pergeseran budaya keselamatan kerja di Boeing ini tentu saja tidak terlepas dari persaingan ketat di global market yang terjadi antara dua raksasa Airbus versus Boeing.

Budaya keselamatan kerja atau safety culture memang terbukti di sini akan serta-merta terbangun dari bagaimana jajaran top manajemen mengelola perusahaan. Quality control dari hasil produk sebuah perusahaan mustahil dapat dibangun hanya oleh para pekerja di lapangan. Kendali mutu dari hasil akhir produksi sebuah pabrik berawal dari bobot kompetensi yang dimiliki oleh para elite yang berada di top management. Jajaran dari pimpinan perusahaan akan selalu menjadi faktor dominan dalam mewarnai seberapa tinggi kualitas produksi perusahaannya. Safety culture memang lebih terasa top down dibanding dari pada alur yang bottom up sifatnya. Semua itu tergambar dengan jelas dari apa yang tengah terjadi pada Boeing Company. Boeing dan budaya keselamatan atau Boeing dan safety culture yang kini tengah menjadi sorotan banyak pihak di seluruh dunia. Boeing dan safety culture tengah menjadi pergunjingan panas di kalangan dunia penerbangan global. Akankah Boeing dapat segera keluar dari kemelut ini, tentu saja akan menjadi sebuah pertanyaan yang menunggu jawaban.

Bagaimana di Indonesia?

Menilik Indonesia, maka maskapai penerbangan yang sudah memiliki budaya keselamatan yang mapan, mungkin "hanya" maskapai penerbangan Garuda Indonesia. Beruntung, maskapai Garuda Indonesia memang sudah mewarisi tata kelola dan mekanisme kerja yang terukur bagi sebuah maskapai penerbangan kelas dunia milik Kerajaan Belanda bernama KLM. Maskapai penerbangan Belanda itu selain memiliki etos kerja berlandas kompetensi standar manajemen penerbangan internasional juga ketat dalam budaya keselamatan bagi perusahaannya.

KLM adalah merupakan salah satu maskapai penerbangan tertua di dunia dengan reputasi yang tinggi dalam aspek keselamatan penerbangan di tingkat global. Selain itu, pengalaman maskapai Garuda yang pernah berada di bawah pengelolaan Bapak Wiweko, mantan pilot legendaris AURI sebagai Dirut selama 16 tahun, telah turut menambah ketatnya disiplin safety culture pada perusahaan penerbangan pertama yang dimiliki Indonesia itu.

Semoga kalangan penerbangan Indonesia dapat memetik pelajaran berharga dari kasus Boeing dan FAA ini. Safety adalah sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar dalam dunia penerbangan.

In Aviation - There is no room for error!
Jakarta 26 Maret 2024
Chappy Hakim - Pusat Studi Air Power Indonesia
Ketua TimNas EKKT 2007

Baca Juga: