Jangan sampai sebuah lembaga dibubarkan, kemudian muncul lembaga baru

Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan membubarkan 18lembaga negara. Tiga dari 18 lembaga negara yang kemungkinan bakal dibubarkan, yakni Badan Restorasi Gambut (BRG), Komisi Nasional Lanjut Usia, dan Badan Standardisasi dan Akreditasi Nasional Keolahragaan (BSANK).

Terdapat sejumlah alasan mengapa 18 lembaga negara itu dibubarkan, di antaranya tumpang tindih kewenangan dengan lembaga lain atau kementerian yang ada, penyederhanaan birokrasi, mempercepat proses pengambilan keputusan, mengoptimalkan profesionalisme aparatur, dan menghemat anggaran saat pemerintah dililit masalah ekonomi akibat virus Covid-19.

Penghapusan lembaga negara ini bukan hal yang baru di era Jokowi. Bahkan, awal menjabat di periode pertama sebagai Presiden, Jokowi sudah membubarkan sejumlah lembaga negara yang dinilainya tak berguna. Pertama, Jokowi meneken Peraturan Presiden Nomor 176 Tahun 2014 untuk membubarkan 10 lembaga pada 5 Desember 2014.

Pembubaran lembaga negara selanjutnya dilakukan awal 2015, tepatnya 21 Januari 2015. Saat itu, Jokowi menerbitkan PP Nomor 16 Tahun 2015 untuk melebur dua lembaga menjadi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Setelah PP tentang peleburan lembaga, Jokowi kemudian menerbitkan PP Nomor 124 Tahun 2016 untuk membubarkan Komisi Penanggulangan AIDS Nasional.

Di tahun ini juga Presiden Jokowi kembali menerbitkan PP Nomor 116 Tahun 2016 yang membubarkan sembilan lembaga negara, antara lain Badan Benih Nasional, Dewan Kelautan Indonesia, Dewan Nasional Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, hingga Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional.

Di tahun berikutnya, tepatnya pada 2 Maret 2017, Presiden Jokowi juga menerbitkan PP Nomor 21 Tahun 2017 untuk membubarkan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo. Jika dihitung, pada periode pertama menjabat sebagai Presiden, Jokowi sudah membubarkan 23 lembaga negara melalui peraturan presiden.

Kini, di periode keduanya, Mantan Gubernur DKI Jakarta itu kembali mengancam akan membubarkan lembaga jika tak memenuhi harapannya menghadapi kondisi nasional di tengah pandemi Covid-19.

Kita sepakat dengan wacana pembubaran sejumlah lembaga negara. Tetapi, kita perlu mengingatkan bahwa pembubaran atau pembentukan sebuah lembaga negara itu harus berdasarkan kajian dan desain yang jelas. Jangan sampai sebuah lembaga dibubarkan, kemudian muncul lembaga baru. Pemerintah juga harus memikirkan solusi dampak pembubaran lembaga itu. Pastikan kajian dan analisisnya sesuai dengan grand desain reformasi birokrasi.

Kehadiran lembaga baru tim pemburu koruptor memunculkan tanda tanya besar di masyarakat. Saat digembar-gemborkan pembubaran 18 lembaga negara demi efisien anggaran, pemerintah malah membuat lembaga baru yang diberi nama Tim Pemburu Koruptor. Bahkan, Keppres pembentukan tim pemburu koruptor itu telah ditandatangani Presiden.

Publik menilai pembentukan tim pemburu koruptor itu bukanlah sesuatu yang urgen. Ketimbang membentuk tim pemburu koruptor, pemerintah lebih baik memaksimalkan lembaga penegak hukum yang ada serta memperkuat koordinasi antarkementerian/lembaga terkait. Keberadaan tim pemburu koruptor hanya akan memperpanjang birokrasi. Tim pemburu koruptor ini juga akan berdampak pada bertambahnya anggaran untuk penegakan hukum.

Bila mau jujur menilai, masih banyak lembaga negara di lingkar dekat Istana yang bisa dibubarkan dan dilebur ke lembaga lain karena tumpang tindih kewenangan, sebut saja Kantor Staf Presiden (KSP), Sekretariat Kabinet, dan Kementerian Sekretariat Negara.

Bila memang tujuannya efisiensi anggaran dan menyederhanakan birokrasi, seharusnya Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet bisa dilebur karena memiliki fungsi yang tidak jauh berbeda. Begitu juga Kantor Staf Presiden dan jajaran Staf Khusus Presiden. Dua lembaga ini bisa dirampingkan dalam satu kelembagaan saja. ν

Baca Juga: