Para ahli kembali memanfaatkan angin sebagai tenaga untuk kapal kargo yang banyak mengeluarkan emisi karbon. Mereka berlomba mengembangkan teknologi layar dari model layang-layang raksasa hingga model layar berbentuk sayap yang kaku yang dapat dilipat.

Para ahli kembali memanfaatkan angin sebagai tenaga untuk kapal kargo yang banyak mengeluarkan emisi karbon. Mereka berlomba mengembangkan teknologi layar dari model layang-layang raksasa hingga model layar berbentuk sayap yang kaku yang dapat dilipat.

Banyak ide yang beredar saat ini untuk kembali memanfaatkan beberapa bentuk layar berteknologi tinggi. Dengan teknologi yang lebih canggih hal ini menjadi tren pelayaran futuristik untuk mengangkut barang dalam mendukung transportasi perdagangan global.

Supervisor operasi kelautan di perusahaan pelayaran Norwegia, Wallenius Wilhelmsen Geir Fagerheim, mengatakan kepadaBusiness Insiderbahwa berbagai faktor perlu dipertimbangkan ketika merancang kapal kargo bertenaga angin. Beberapa hal yang perlu dipikirkan adalah terkait dengan keselamatan, fungsionalitas, kenyamanan awak, dan yang terpenting kecepatan.

"Ada tekanan besar untuk mendapatkan waktu transit sesingkat mungkin di lautan," kata Fagerheim. "Tetapi yang jelas, ketika Anda ingin mendorong kapal dengan sangat cepat dan mempersingkat waktu transit, hal ini juga menimbulkan dampak lingkungan yang sangat tinggi dalam bentuk konsumsi bahan bakar dan emisi," imbuh dia.

Bekerja sama dengan beberapa mitra, perusahaan pelayaran Swedia, Wallenius Marine, kini mengembangkan OceanBird, sebuah kapal kargo yang didukung oleh layar mirip sayap yang dapat ditarik. Teknologi ini diklaim oleh perusahaan tersebut akan mampu membawa 7.000 mobil dan mengurangi emisi hingga 90 persen.

"Mengembangkan teknologi di balik kapal kargo ramah lingkungan merupakan hal yang sangat mengesankan. Hal ini karena yang mengarungi lautan harus membawa semua energi yang mereka perlukan, dibandingkan dengan kendaraan listrik yang dapat berhenti di jalan untuk mengisi daya," kata Fagerheim

Ditambah dengan kurangnya bahan bakar bebas emisi, angin diposisikan sebagai sumber energi bersih yang paling mudah diakses di industri. Namun tantangan sebenarnya, kata Fagerheim, adalah meyakinkan klien untuk naik kapal karena waktu transit yang lebih lambat dibandingkan dengan kapal kontainer tradisional.

Tidak peduli seberapa inovatif teknologinya, jelasnya, tidak masalah kecuali perusahaan menerima gagasan bahwa waktu pengiriman yang sedikit lebih lambat adalah sebuah pengorbanan yang layak.

"Bersama-sama, kedua tantangan tersebut menjadikan pelayaran maritim sebagai industri yang paling sulit dikurangi dalam hal emisi karbon," kata Fagerheim. hay/I-1

Baca Juga: