Kemarahan dan kekerasan dalam hubungan dimulai dengan menyalahkan, "itu adalah kesalahanmu!" Bahkan ketika mereka mengakui kesalahan, benci, marah, atau emosi kasar dari perilaku mereka, orang cenderung menyalahkan pasangannya.
Pasangan yang pemarah dan kasar cenderung cemas dengan watak mereka sendiri. Sejak mereka anak-anak, mereka memiliki rasa takut bahwa banyak hal akan menjadi buruk, dan mereka akan gagal mengatasinya. Mereka mencoba untuk mengendalikan lingkungannya untuk menghindari perasaan gagal dan ketidakmampuannya.
Strategi untuk mencoba mengendalikan orang lain bisa gagal memuaskan mereka karena alasan sederhana, bahwa penyebab utama dari kecemasan mereka adalah dalam dirinya sendiri. Ini muncul dari salah satu dari dua sumber ketakutan berat akan kegagalan, atau takut terhadap bahaya, isolasi, dan kehilangan.
Tidak semua kekerasan emosional melibatkan teriakan atau kritik. Bentuk lebih umum adalah "melepaskan diri" atau "diam seribu kata."
Pasangan yang diam seribu kata mungkin tidak terang-terangan menyakiti, namun mereka menghukumnya dengan menolak, walaupun itu adalah perspektif pasangannya. Jika mereka mendengarkan ocehan Anda, mereka tetap akan acuh.
Pasangan yang lebih memilih melepaskan emosinya dan mengatakan, "lakukan apapun yang kau inginkan, tinggalkan aku sendiri," biasanya cenderung seorang pecandu kerja, atau obsesif terhadap sesuatu. Mereka mencoba untuk menangani rasa tidak mampu tentang hubungannya dengan tidak mencoba, karena tidak ada upaya berarti tidak ada kegagalan.
"Tipe mana pun dari pasangan Anda, dapat membuat Anda merasa tidak dilihat dan didengar, kurang menarik, seperti orang tua," ungkap Leslie Tobing, psikolog klinis dari Yayasan Praktik Psikolog Indonesia.
Adaptasi Berbahaya
Aspek yang paling berbahaya dari hidup bersama pasangan pemarah atau kasar bukanlah reaksi yang jelas seperti gugup, berteriak, mengkritik, atau perilaku kekerasan lainnya. "Ini adalah adaptasi yang Anda buat untuk mencegah terjadinya hal-hal tersebut. Seperti berjalan di atas kulit telur, Anda mencoba untuk tetap berdamai, atau sabar mengikuti pasangan Anda," ujar Leslie.
Perempuan bisa sangat rentan terhadap efek negatif dari berjalan di atas kulit telur, karena kecenderungan mereka lebih rentan terhadap kecemasan. Banyak yang lebih memilih untuk mengkritik dan memperbaiki diri, dibanding menekan "tombol" kemarahannya.
Wanita korban kekerasan dapat menebak-nebak sendiri, sehingga mereka merasa seolah-olah telah kehilangan dirinya dalam sebuah lubang. Sedangkan pria korban kekerasan emosional cenderung mengisolasi diri lebih dan lebih, kehilangan pekerjaan atau hobi, kecuali interaksi keluarga.
Kita tahu bahwa tidak kurang dari setengah anggota keluarga, termasuk anak-anak, akan menderita kecemasan klinis dan atau depresi. "Klinis di sini adalah gejala yang mengganggu fungsi normal. Mereka susah tidur, tidak bisa berkonsentrasi, tidak bisa bekerja secara efisien, dan tidak dapat menikmati hidup mereka sendiri," tambahnya.
Sebagian besar orang dewasa kekurangan harga diri (berdasarkan realistis penilaian diri), dan anak-anak jarang merasa nyaman dengan diri mereka, tidak seperti anak-anak lain.
Ketika merambah ke bentuk yang lebih parah merusak, kekerasan emosional psikologis biasanya lebih berbahaya daripada kekerasan fisik. Ada beberapa alasan untuk ini. Bahkan dalam keluarga, insiden seperti ini cenderung menjadi siklus. Kekerasan emosional, di sisi lain cenderung terjadi setiap hari. Efeknya akan jauh lebih berbahaya karena sering terjadi.
Faktor lain yang membuat kekerasan emosional begitu parah adalah kemungkinan besar korbannya akan menyalahkan diri sendiri. Ketika seseorang memukul Anda, mudah untuk melihat bahwa orang itulah yang salah. Tapi ketika kekerasan yang halus mengatakan atau menyiratkan bahwa Anda jelek, orangtua yang buruk, bodoh, tidak kompeten, tidak layak mendapat perhatian, atau tidak ada yang bisa mencintai Anda, hal itu akan membuat Anda justru menjadi sebagai orang yang salah. pur/R-1
Waspadai Tanda-tandanya
Banyak orang tidak sadar tinggal dalam suatu hubungan yang tidak sehat. Salah satunya mengalami kekerasan emosional. Meskipun tidak terlihat secara kasat mata seperti kekerasan fisik, 'emotional abuse' juga punya dampak yang buruk bagi perkembangan hubungan dan mental diri Anda sendiri. Berikut ciri-ciri ketika Anda tersakiti secara emosional.
Tidak Menghargai
Jika pasangan sudah tidak menghargai Anda apa adanya hingga memberikan kata-kata yang merendahkan, mungkin saja Anda sudah mengalami kekerasan secara emosional. Apabila ini terus berlangsung, Anda akan terus menerus melihat kekurangan pada diri Anda dan akan merasa rendah diri. Lambat naun, Anda pun seperti tidak mengenal diri sendiri.
Mempertanyakan Tingkat kesadaran
Pasangan yang kerap menanyakan tingkat kesadaran Anda adalah ciri kekerasan emosional selanjutnya, mirip dengan yang dilakukan pada film The Girl on the Train. Contoh kecil lainnya, pasangan yang sering menyalahkan diri Anda atas setiap kesalahan pun masuk tanda-tandanya. "Sudah jelas, tujuannya untuk membuatmu merasa bersalah dan meminta maaf, meskipun itu bukan salah Anda," ungkap Tara Adhisti de Thouars, psikolog dari Rumah Sakit Sanatorium Dharmawangsa Jakarta.
Bercanda dengan Kata Tidak Pantas
Bersenda gurau merupakan salah satu hal untuk mempererat hubungan dengan pasangan, tapi kalau menggunakan kata-kata yang menyakiti hati, misalnya sampai melakukan body shaming, tentu ini cara yang salah.
"Karenanya, coba sampaikan pada pasangan bahwa itu telah menyakiti hati. Diharapkan, ke depannya pasangan tidak akan mengulangi kesalahannya lagi," tambahnya.
Menyalahartikan Pendapat
Setiap kali mengungkapkan pendapat, pasangan tidak akan mendengarkan pendapat Anda. Malahan, dia akan mengartikan sendiri pendapat Anda dan mencoba sebisa mungkin menjatuhkan kepercayaan diri Anda.
Seperti ketika Anda ingin mengajaknya jalan-jalan, dia akan balik mempertanyakan argument Anda dan malah mengatakan 'kamu tidak akan pernah bahagia'. Perdebatan pun selesai dengan cepat.
Menjatuhkan Reputasi
Pasangan yang menjelekkan diri Anda di belakang sudah jelas menyakiti secara emosional. Malahan, pasangan bisa saja bermain peran seolah dia adalah korban dari kejahatan yang sebenarnya pun tidak pernah Anda lakukan.
Menjalani hubungan yang penuh dengan kekerasan emosional tentu tidak baik untuk kesehatan. Sebaiknya, pikir ulang mengenai hubungan ini atau cari bantuan psikolog untuk melakukan konseling bersama pasangan. pur/R-1