Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) mendeteksi subvarian Omicron terbaru yang disebut sebagai BN.1 di sejumlah negara bagian Amerika Serikat (AS).
Melansir laman resmi CDC, sekitar 4,3 persen dari kasus baru Covid-19 yang dilaporkan di seluruh AS terkait dengan varian BN.1.
CDC mencatat 225 kasus BN.1 yang terdeteksi di AS hingga saat ini, sebagian besar di California, New York, dan Florida.
Seorang pejabat CDC pada hari Sabtu (12/11) mengatakan infeksi varian BN.1 diperkirakan meningkat dua kali lipat dalam waktu dua minggu di seluruh AS.
Para ilmuwan pertama kali menunjuk galur BN.1 sebagai keturunan varian BA.2.75 yang terlihat di Eropa dan Asia. Tak hanya AS, subvarian terbaru itu telah terdeteksi di beberapa negara lain mulai dari Inggris hingga India.
Outlet media Daily Mail menuturkan sejak virus itu muncul pada akhir Juli, varian BN.1 dialporkan telah menyebar ke 36 negara dengan 1.732 kasus terdeteksi secara nasional, termasuk di Inggris, Prancis, dan India. Di Inggris, 55 kasus infeksi BN.1 telah dikonfirmasi.
Sementara di Indonesia sendiri belum ada laporan temuan kasus varian BN.1. Walau demikian, antisipasi tetap harus dilakukan mengingat lonjakan kasus juga terus meningkat selama beberapa hari terakhir.
Adapun gejala Covid-19 subvarian BN.1 tidak berbeda dengan yang disebabkan oleh subvarian Omicron lainnya. Artinya, subvarian ini umumnya memicu gejala ringan-sedang, khususnya bagi mereka yang telah mendapatkan vaksinasi Covid-19.
Beberapa gejala yang bisa dialami pasien saat terpapar subvarian BN.1 meliputi sakit tenggorokan, batuk, pilek, kelelahan, sakit kepala, nyeri otot, dan gejala seperti flu demam.