Australia dilaporkan menerima lonjakan serangan siber atau cybercrime oleh penjahat dan kelompok yang disponsori negara. Laporan pemerintah yang dirilis pada hari Jumat (4/11) menyebut negara Kangguru itu setidaknya menerima serangan siber setiap tujuh menit sekali.

Pusat Keamanan Siber Australia (ACSC) menerima 76.000 laporan kejahatan dunia maya tahun lalu. Temuan itu naik 13 persen dari periode sebelumnya, menurut laporan ancaman dunia maya tahunan terbaru seperti dikutip Reuters.

Sementara lebih dari setengah serangan menargetkan individu untuk penipuan dan pencurian, laporan itu memperingatkan bahwa penyerang yang disponsori negara menjadikan dunia maya sebagai "medan pertempuran". ACSC mencatat sejumlah cybercrime berasal dari Kementerian Keamanan Negara Tiongkok, Iran, dan kelompok-kelompok yang terkait dengan negara Rusia.

Walau begitu, ACSC menyebut beberapa cybercrime terhadap layanan penting Australia berhasil digagalkan selama periode tersebut, termasuk serangan terhadap utilitas milik pemerintah CS Energy, yang bertanggung jawab atas sepersepuluh dari output listrik negara, pada November 2021 lalu.

"Ini adalah peringatan besar dan perusahaan perlu bertindak bersama (...) kita perlu melakukan jauh lebih baik," kata Perdana Menteri Anthony Albanese pada konferensi pers pada hari Jumat.

"Pemerintah telah melangkah, sektor swasta perlu melangkah untuk kepentingan pelanggan mereka tetapi juga kepentingan mereka sendiri," sambungnya.

ACSC, bagian dari Direktorat Sinyal pengumpulan intelijen, melaporkan 95 insiden siber yang berdampak pada infrastruktur penting tahun fiskal lalu.

Laporan itu juga mencakup periode sebelum peretasan profil tinggi di perusahaan telekomunikasi terbesar kedua di Australia, Optus, yang dimiliki oleh Singapore Telecommunications Ltd, dan perusahaan asuransi kesehatan terbesarnya Medibank Private Ltd, yang menggabungkan beberapa 14 juta akun pelanggan.

Namun, laporan tersebut menggarisbawahi tuduhan bahwa peretasan Optus dan Medibank relatif tidak canggih, menyalahkan sebagian besar insiden besar pada pembaruan perangkat lunak yang tidak memadai.

Berbicara kepada Reuters, para ahli mengatakan kekurangan keterampilan mempersulit spesialis keamanan siber Australia yang kekurangan staf dan terlalu banyak bekerja untuk menghentikan banyaknya pelanggaran.

Kerugian bisnis yang disebabkan oleh cybercrime naik rata-rata 14 persen selama periode tersebut, dengan kejahatan rata-rata menelan biaya bisnis kecil USD24.540. Mengutip Marsh & McLennan Companies, Reuters menuturkan lonjakan serangan dan kerusakan membuat perusahaan asuransi waspada dan premi di Australia melonjak 56 persen year-on-year.

Baca Juga: