Desa Tetebatu di Kecamatan Sikur, Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), baru-baru ini telah dinyatakan resmi mewakili Indonesia dalam lomba internasional Best Tourism Village oleh United Nations World Tourism Organization (UNWTO).
Desa ini akan bersaing dengan desa-desa wisata dari seluruh dunia untuk memperebutkan predikat sebagai Best Tourism Village 2021. Pengumuman pemenang sendiri akan dilakukan pada Oktober 2021, dalam Sidang Majelis Umum UNWTO sesi ke-24 di Marrakesh, Maroko.
Pesona kuat apa yang membuat Desa Tetebatu berhasil lolos. Padahal bersamanya ada desa wisata yang terbaik lainnya yaitu Nglanggeran di Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Ternyata bukan hanya pemandangan alam saja yang indah yang ditawarkan. Desa Tetebatu dinilai sebagai desa wisata yang menawarkan paket lengkap, karena diperkaya dengan budaya, nilai toleransi yang tinggi disertai kepedulian terhadap gender, kaum difabel dan anak, dan mengusung konsep lingkungan berkelanjutan.
Desa tersebut berjarak 44 kilometer dari pusat Kota Mataram Ibukota NTB, dengan waktu tempuh menurut Google Map sekitar 1 jam 23 menit. Desa ini amat menarik karena berada di ketinggian pada sisi selatan Gunung Rinjani (3.726 mdpl), sebuah gunung berapi tertinggi nomor dua setelah Gunung Kerinci (3.805 mdpl).
Ketinggian Desa Tetebatu sekitar 700 mdpl, menciptakan hawa yang sejuk. Suhu rata-rata pada siang hari cukup sejuk yaitu sekitar 29 derajat Celsius, sementara itu pada malam hari suhu rata-ratanya turun menjadi 23 derajat Celsius.
Kontur tanah yang miring, sehingga persawahan dan perkebunan di sana di buat terasering. Hujaunya persawahannya nan subur dan bertingkat-tingkat bagaikan anak tangga. Itulah mengapa desa ini sering disebut sebagai Ubud-nya Lombok.
Pada pagi hari Desa Tetebatu yang tenang dan sunyi menjadi tempat yang cocok untuk berburu sunrise. Perpaduan langit jingga, pegunungan biru, dan juga persawahan hijau yang masih berembun adalah keindahan yang tiada tara.
"Desa Tetebatu merupakan salah satu desa di NTB yang sudah menjadi tempat wisata, bahkan sebelum ditetapkan menjadi sebuah desa wisata. Saat memasuki gerbang masuk desa, wisatawan akan langsung disambut oleh nuansa khas pedesaan," kata Kepala Dinas Pariwisata NTB, Yusron Hadi.
Keindahan Tetebatu ternyata sudah dikagumi sejak lama. Pada 1925, bangsa Belanda sering berlibur ke tempat tersebut menikmati hawa sejuk dan pemandangan alam. Pantas saja para pendaki menjadikan desa itu sebagai salah satu jalur pendakian menuju puncak Rinjani.
Bukan hanya persawahan, Desa Tetebatu juga menghasilkan tanaman tembakau terbaik. Tanaman lain yang dibudidayakan warga adalah pala, yang banyak dijadikan produk olahannya berupa manisan yang biasa dijadikan buah tangan wisatawan yang berkunjung.
Manisan pala memiliki efek samping mengantuk. Jadi, setelah seharian menjelajahi Tetebatu, sebelum beristirahat makan manisan kulit buah pala membuat tidur lebih nyenyak secara alami tanpa perlu minum obat kimia.

Hutan Tropis
Salah faktor lolosnya Desa Tetebatu maju pada ajang Best Tourism Village adalah karena memiliki hutan tropis yang dianggap UNWTO berkontribusi terhadap perubahan iklim global. Hutannya dinilai membantu menstabilkan iklim dunia dengan menyerap karbon dioksida dari atmosfer. Apalagi hutannya juga menjadi rumah bagi flora dan fauna endemik.
Lembaga itu menilai, desa yang dihuni banyak suku, agama, budaya dan latar belakang memiliki nilai-nilai saling pengertian, dan toleransi, bisa menjadi transformasi inklusivitas universal perdamaian dan kerukunan internasional dalam konteks daerah pedalaman.
Dengan melibatkan tokoh agama, budaya, tokoh masyarakat Tetebatu berhasil mengatur kesetaraan individu, hak, dan kesempatan yang sama dalam kesetaraan gender di sektor wisata. Di sini perempuan berperan sangat penting dalam pembangunan desanya.
Di Desa Tetebatu keindahan bentang alam, perkebunan, pertanian, peternakan, perbukitan, air terjun, budaya, seni dan tradisi yang masih melekat dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Poin-poin tersebut sangat bernilai tinggi dan saat ini terus dilestarikan, dijaga, dan dirawat dengan keterlibatan masyarakat.
Desa wisata ini kini telah siap dengan beberapa fasilitas penunjang bagi para wisatawan seperti, homestay, dan rumah makan yang mudah dijumpai. Dengan demikian wisatawan tidak perlu kembali ke Mataram hanya untuk beristirahat. hay/I-1

Baca Juga: