JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerima 8.771 pengaduan dengan 99,5 persen di antaranya terkait sektor industri keuangan nonbank (IKNB) dan perbankan. Besarnya jumlah aduan tersebut sebagai salah satu indikasi masih rendahnya literasi keuangan masyarakat.

"Pengaduan ini terdiri atas 50 persen pengaduan sektor IKNB, sebanyak 49,5 persen sektor perbankan, dan sisanya mengenai pasar modal," ungkap Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR yang dipantau secara daring di Jakarta, Kamis (8/9).

Menurutnya, topik pengaduan terbanyak adalah tentang restrukturisasi kredit atau pembiayaan, perilaku petugas penagihan, dan layanan informasi keuangan, dengan tingkat penyelesaian per Agustus 2022 sebesar 85,66 persen. Secara keseluruhan, termasuk layanan pengaduan, OJK telah memberikan 199.111 layanan perlindungan konsumen melalui berbagai kanal.

Selain itu, OJK juga telah memberikan berbagai edukasi keuangan secara masif, yakni melalui tatap muka dan daring atau online. Edukasi keuangan, kata Mahendra, juga dilakukan melalui kolaborasi dengan kementerian, lembaga, maupun pemangku kepentingan lainnya.

Kemudian, edukasi keuangan turut dilaksanakan dengan optimalisasi peran 408 Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) dalam program kredit atau pembiayaan melawan rentenir (K/PMR), satu rekening satu pelajar (KEJAR), serta program business matching atau temu bisnis lainnya.

"Program K/PMR telah menjangkau 337.490 debitur senilai 4,4 triliun rupiah, sedangkan program KEJAR sudah menjangkau hampir 50 juta rekening atau 77,6 persen pelajar tabungan dengan nilai 27,7 triliun rupiah," tutur mantan Menteri Luar Negeri itu.

Seperti diketahui, Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) oleh OJK pada 2019, juga menunjukkan indeks literasi keuangan masih di angka 38,03 persen dan indeks inklusi keuangan di angka 76,19 persen.

Kesenjangan Lebar

Senior Fellow Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Kartina Sury, mengatakan kesenjangan yang besar antara literasi keuangan dan inklusi keuangan dapat melemahkan konsumen dalam memahami informasi mengenai produk dan layanan jasa keuangan, serta risiko maupun hak-hak mereka.

Baca Juga: