LONDON - Perdana Menteri (PM) Inggris, Theresa May, memperingatkan Parlemen bahwa jika draf perjanjian Brexit dengan Uni Eropa (UE) tak mendapat dukungan, maka Inggris akan mengalami masalah besar. Hal itu disampaikan jelang dua hari pemungutan suara di Parlemen atas draf yang diajukan May.

Sejumlah media pada Minggu (13/1) melaporkan, May menyatakan Parlemen tak boleh mengecewakan orang-orang yang memilih untuk keluar dari UE. "Melakukan hal itu akan memunculkan masalah besar dan sebuah pelanggaran kepercayaan yang sangat besar dalam demokrasi kita," ujar May.

Pada Jumat (11/1), Menteri Luar Negeri Inggris, Jeremy Hunt, menyatakan Brexit bisa saja batal terjadi jika proposal dari May tak lolos di Parlemen. Inggris dijadwalkan keluar secara resmi dari UE pada 29 Maret 2019. Pemungutan suara atas draf yang dibawa May dijadwalkan digelar pada Selasa (15/1).

Pada Desember 2018, May membatalkan agenda voting karena khawatir draf tersebut akan langsung ditolak. Ketika itu, dia pun memutuskan untuk melobi UE dengan harapan bisa mendapatkan keuntungan tambahan dari perjanjian dengan blok ekonomi tersebut yang bisa dibawanya kembali ke London.

Draf yang dimaksud sebenarnya sudah disetujui oleh UE, tapi para pengambil kebijakan justru menilai proposal ini tak cukup menguntungkan bagi Inggris. May juga khawatir tentang prospek anggota parlemen non-penjabat menteri yang berpeluang mengambil kendali Brexit jika PM kalah dalam pemungutan suara.

Dilaporkan, rencana kelompok lintas partai anggota parlemen sedang berusaha mengubah aturan House of Commons yang memungkinkan gerakan para backbencher (anggota parlemen non-penjabat menteri atau posisi strategis) mengambil alih pemerintahan jika Brexit versi Theresa May gagal dalam pemungutan.

Aturan itu juga memberikan kesempatan bagi anggota parlemen biasa, alih-alih anggota parlemen penjabat menteri, kontrol atas bisnis parlementer, dan mengesampingkan perdana menteri. Satu kemungkinan adalah bahwa para backbencher kemudian dapat secara hukum memaksa pemerintah untuk menunda Brexit di luar tanggal yang ditetapkan.

Mantan Menteri Brexit, Dominic Raab, mengatakan jika PM May kehilangan hak pilih pada Selasa, negosiasi dengan Uni Eropa harus dilanjutkan, tetapi jika kekejaman Uni Eropa berlanjut, Inggris harus rela meninggalkan Uni Eropa pada akhir Maret dengan syarat tanpa paket Brexit apa pun sehingga menjadikan Inggris wajib mematuhi ketentuan perdagangan sesuai peraturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) seperti negara non-Uni Eropa pada umumnya.

"Namun, kami akan berada dalam posisi yang lebih kuat saat itu, karena melanjutkan negosiasi sebagai negara ketiga yang independen," katanya. Sementara itu, akibat ketidakpastian Brexit ditambah gejolak ekonomi global, sejumlah perusahaan otomotif Inggris terpaksa memutuskan hubungan kerja ribuan pegawai.

Jaguar Land Rover (JLR) disebutkan akan memangkas 4.500 pegawai kontraknya dengan alasan untuk efisiensi biaya perusahaan sebesar 3,2 miliar dollar AS. Menteri Bisnis Inggris, Greg Clark, mengatakan kesepakatan Brexit yang belum tercapai akan menjadi bencana bagi JLR.

AFP/BBC/SB/AR-2

Baca Juga: