Nanobiosilika yang dikembangkan Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian (BB Pascapanen), Badan Litbang Pertanian (Balitbangtan) sangat potensial untuk diaplikasikan diberbagai bidang industri dan lebih ramah lingkungan.
Nanobiosilika merupakan produk material organik dengan kandungan utama berupa partikel silika. Produk ini berskala Nanometer yang diekstrak dari sekam padi. Silika sendiri merupakan suatu senyawa yang memiliki banyak manfaat di berbagai industri.
Silika bisa dimanfaatkan sebagai penguat ban kendaraan, semikonduktor elektronik, penghambat korosi, katalis, dan anticaking pada pangan. Bisa juga untuk pemurnian minyak, pembersih pada pasta gigi, bahan kosmetika, pembersih deterjen, bahan cat, bahan penghantar obat, serta bahan pupuk/hara tanaman.
Saat ini silika komersial yang digunakan di dunia, termasuk di Eropa, sebagian besar berasal dari pasir kuarsa atau batuan mineral. Zat ini merupakan bahan tidak terbarukan dan membutuhkan energi tinggi dalam prosesnya. "Kami menamakan nanobiosilika untuk membedakan produk sejenis dari pasir, batuan ataupun proses sintetis" kata Hoerudin, periset nanobiosilika dari BB Pascapanen.
Menurut Hoerudin, ukuran partikel nanobiosilika berskala nanometer (20-100 nm), sehingga dapat meningkatkan performa produk akhir. Produk nanobiosilika dari sekam padi ini sendiri menjadi salah satu produk inovatif yang dibawa pada ajang "Indonesia Innovation Day (IID) 2019" di Saarland University, Saarbrücken, Germany.
Pada IID 2019 ditampilkan dua jenis produk nanobiosilika yaitu cair dan serbuk. Penggunaan nanobiosilika cair direkomendasikan sebagai hara tanaman, khususnya untuk meningkatkan ketahanan terhadap serangan hama penyakit dan dampak kekeringan.
Penggunaan nanobiosilika juga dapat meningkatkan mutu hasil tanaman, sehingga pada akhirnya dapat mengoptimalkan produksi. Sedangkan penggunaan nanobiosilika serbuk direkomendasikan sebagai bahan penguat dan bahan fungsional untuk meningkatkan performa produk akhir, seperti barang jadi karet dan cat.
Pada IID 2019, ditampilkan juga produk inovatif sandal ramah lingkungan (biodegradable). Sebagian besar bahannya menggunakan nanobiosilika serbuk hasil kerja sama Balitbangtan dengan PT Triangkasa Lestrari Utama. "Dengan inovasi teknologi yang dikembangkan saat ini, dari 1 ton sekam padi dapat dihasilkan sekitar 380-400 liter nanobiosilika cair atau 150-175 kg nanobiosilika serbuk", kata Hoerudin.
Harga produk silika cair dan serbuk komersial yang ada di pasaran berturut-turut sekitar 12-17 USD per liter dan 1-6 USD per kg, tergantung spesifikasi mutunya. Sementara itu, di Indonesia setiap tahunnya dihasilkan lebih dari 11 juta ton sekam padi yang sebagian besar belum optimal pemanfaatannya.
Sehingga pemanfaatan sekam padi menjadi produk nanobiosilika dapat memberikan nilai tambah ekonomi yang cukup signifikan. Kepala BB Pascapanen, Dr. Prayudi Syamsuri, mengungkapkan keunggulan produk nanobiosilika yaitu bahan baku yang digunakan dan produk yang dihasilkan lebih ramah lingkungan.
Proses produksi menggunakan energi yang lebih rendah dan dapat dihasilkan dua jenis produk sekaligus (nanobiosilika cair dan serbuk). Performa dan harga produk akhir dapat bersaing dengan produk komersial yang ada di pasaran. "Keunggulan-keunggulan inilah yang kami tawarkan melalui ajang IID 2019 untuk menarik minat industri dan pasar Eropa," pungkas Prayudi.
Anja Petschauer, Direktur Pemasaran Saarland Economic Promotion Corporation, menuturkan ide inovatif yang ditawarkan produk nanobiosilika sangat bagus. Hal ini karena sejalan dengan perhatian serius Eropa saat ini dan ke depan terkait dampak aktivitas dan penggunaan produk industri terhadap lingkungan.
Anja meyakini poduk nanobiosilika dari sekam padi akan diminati industri Eropa, baik produsen ataupun pengguna silika. Produk ini tidak hanya dapat memberikan keuntungan ekonomi, juga yang tak kalah penting memberikan "greener branding" pada produknya.
Dari sisi teknis, Joachim Boes, ahli pengujian ban dari tec4U Ingenieurgesellschaft mbH, yang berkunjung ke arena IID 2019, mengatakan, pengembangan produk nanobiosilika ini sudah on the right track. Buktinya, silika berperan penting menurunkan tahanan luncur (rolling resistance) ban, namun tetap memberikan daya cengkram yang baik pada jalan yang basah.
Situs resmi produsen ban, Michelin, menyebutkan penggunaan silika mampu menurunkan gaya gesek ban pada permukaan jalan sebesar 20 persen bahkan lebih. Pengurangan gaya gesek 20 persen setara penghematan bahan bakar 5 persen. Mengingat lebih dari satu miliar ban diproduksi per tahun di dunia, potensinya sangat besar.
"Potensi manfaat ekonomi dan lingkungan dari produk nanobiosilika akan sangat besar," ungkap Joachim. Pengunjung lainnya, Douglas Espin, Direktur Teknis perusahaan NeoTechnology yang mengembangkan produk cat untuk pipa gas dan minyak menyatakan minatnya terhadap produk nanobiosilika.
Ia pun telah menerima sejumlah sampel nanobiosilika untuk coba diterapkan pada pengembangan produk catnya. Menurut Douglas, pada produk cat silika berperan untuk meningkatkan daya tahan abrasi, korosi, keretakan, serangan jamur, dampak perubahan iklim, serta membantu mempetahankan intensitas dan kecerahan warna cat dan produk yang dilapisinya.
Ia berharap nanobiosilika dapat menunjukkan peran tersebut pada produk catnya yang selama ini dipenuhi dari sumber yang tidak terbarukan. Promosi produk nanobiosilika juga mendapat perhatian dari Duta Besar Republik Indonesia untuk Jerman, Bapak Arief Havas Oegroseno. Setelah mendapatkan penjelasan mengenai nanobiosilika, ia berharap produk tersebut dapat segera dikomersialkan di Eropa, khususnya Jerman.
Di samping itu, ia melihat peluang baru pemanfaatan limbah sekam padi sebagai sumber energi dan material maju terbarukan. Manfaat itu akan menarik minat Jerman yang saat ini dan ke depan sedang serius mencari alternatif sumber energi dan bahan baku industri yang ramah lingkungan.
Promosi dan komersialisasi produk nanobiosilika di Jerman akan dibantu lebih lanjut oleh Atase Bidang Perdagangan, Ibu Nurlisa Arfani, yang juga hadir pada acara tersebut.
nik/E-6