Pemeliharaan Candi Borobudur memang perlu dilakukan sebagai upaya pelestarian dan menjaganya sebagai cagar budaya.

JAKARTA - Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Hilmar Farid, mengatakan pandemi Covid-19 menjadi momentum pelestarian candi Borobudur. Pada momen tersebut ada ide untuk pembatasan akses pengunjung naik ke candi dengan cara menaikkan harga tiket.

"Memang kebijakan pembatasan itu sebetulnya bukan kebijakan baru, ini berdasarkan riset," ujar Hilmar, dalam konferensi pers Survei terkait Borobudur, di Jakarta, Kamis (15/6).

Dia menegaskan pemeliharaan candi Borobudur memang perlu dilakukan. Sejatinya ada tujuan yang lebih besar dari polemik harga tiket pada tahun 2021 silam.

Hilmar menambahkan, sebelum pandemi, sangat sulit mencari momentum pembatasan tersebut. Pasalnya perlu waktu lama untuk mensosialisasikan alasan pembatasan. "Jadi apa yang dilakukan pada masa covid-19 itu memperkuat pemeliharan Borobudur. Sebelumnya tidak ada kesempatan memberlakukannya," jelasnya.

Hilmar mengungkapkan, kini pembatasan sudah lebih banyak dipahami masyarakat. Terlebih ada kajian riset mengenai hal tersebut.

"Jadi ini sudah semakin kuat agar Borobudur dapat lebih terpelihara. Pembatasan saat ini yang naik hanya 1.200 orang setiap hari, dan itupun dibagi dalam regu-regu sehingga hanya 150 orang yang ada di atas candi secara bersamaan," terangnya.

Hasil Survei

Dia mengatakan, sebanyak 83 persen masyarakat mempersepsikan Candi Borobudur sebagai cagar budaya dan perlu dirawat serta dijaga. Masyarakat menilai Candi Borobudur perlu dirawat dan dijaga untuk kelestarian budaya, ikon sejarah, dan memperpanjang usia candi.

Dia mengatakan, pihaknya memerlukan survei tersebut agar dapat mengetahui langkah-langkah yang tepat dalam melaksanakan tugas dan fungsi dalam menjaga, merawat, dan pelestarian cagar budaya Borobudur tersebut. Selain itu, Hilmar menilai dengan hasil riset masyarakat bisa lebih percaya sehingga publik akan lebih menerima dengan pembatasan naik ke teras Candi Borobudur.

"Hasil survei memberi petunjuk kepada Ditjen Kebudayaan untuk merumuskan kebijakan yang jauh lebih selaras dengan persepsi publik ini," tandasnya.

Direktur Riset Katadata Inisght Center, Gundy Cahyadi, menambahkan, 87 persen responden menanggapi penutupan candi dengan sentimen positif dan 12 persen merespon negatif. Alasan responden menanggapi penutupan candi dengan positif karena pelestarian candi, mengindari perilaku buruk pengunjung, menjaga benda bersejarah dan sumber pengetahuan, menghormati tempat sakral dan upaya konservasi candi.

"Survei ini memperlihatkan bahwa penutupan teras Candi Borobudur pada dasarnya bisa diterima oleh masyarakat. Karena, sebagian besar paham bahwa Candi Borobudur adalah cagar budaya yang tentunya harus dirawat. Masyarakat juga menerima alasan pelarangan pengunjung naik ke Candi Borobudur," ucapnya.

Baca Juga: