KULON PROGO - Bupati Kulon Progo, Sutedjo, memiliki concern bagaimana masyarakat Kulon Progo yang mayoritas tradisional agraris bisa siap dan tanggap seiring perubahan kabupatennya menjadi kota Aerotropolis.
Aerotroplis berbeda sekali dengan agraris, sebab yang pertama pusatnya adalah bandara, orang-orang dari seluruh penjuru dunia berdatangan ke Kulon Progo, sementara agraris berpusat pada sawah dengan aktivitas bercocok tanam jadi yang utama.
Keresahan Sutedjo tersebut terungkap saat dia berbicara Workshop Pengembangan Model Penyiapan Masyarakat Menghadapi Era Aerotropolis Kulonprogo yang diadakan Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos PPA) dan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial (B2P3KS) Yogyakarta di Ruang Rapat Sermo Kompleks Pemkab Kulonprogo, baru-baru ini.
Sutedjo menjelaskan kondisi masyarakat sebelum Yogyakarta International Airport (YIA) dibangun adalah masyarakat tradisional agraris yang memiliki karakteristik tertentu, yaitu sebagian besar bekerja di bidang pertanian sebagai petani dan buruh tani. Setelah YIA dibangun terjadi perubahan sosial menuju masyarakat industri dan pariwisata yang memiliki karakteristik khusus sesuai perkembangan zaman, teknologi dan informasi.
"Tapi mau tidak mau masyarakat harus siap. Sebab keberadaan dan perkembangan YIA adalah momentum yang sangat strategis dan harus dimanfaatkan sebesar-besar bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat Kulon Progo, tapi ingat tidak bileh meninggalkan kearifan dan budaya local," kata Sutedjo.
Hadir dalam workshop tersebut adalah Ketua DPRD setempat, Akhid Nuryati dan pimpinan organisasi perangkat daerah (OPD) terkait.
Selanjutnya Sutedjo memaparkan dalam konteks dampak perkembangan YIA yang merupakan pengembangan Aerotropolis (airport city) atau kota bandara oleh pemerintah pusat, tak hanya masyarakat yang harus berubah tapi juga seluruh instansi di Kulon Progo.
"Harapannya selain kesiapan masing-masing instansi, masyarakat hingga konsep perencanaan (masterplan) yang matang akan menjadikan KulonpProgo sebagai kota bandara atau aerotropolis yang memberikan manfaat positif bagi masyarakatnya," kata bupati.
Koordinator Standarisasi dan Sosialisasi Pelayanan Kesejahteraan Sosial B2P3KS Yogyakarta, Luswihadi menjelaskan, 'workshop' sebagai validasi draft model penyiapan masyarakat menghadapi era aerotropolis Kulonprogo sebagai hasil investigasi dan asesmen sosial B2P3KS Kemensos 2019-2020 untuk diuji coba kelayakannya secara empirik pada setting masyarakat tertentu.
"Melalui workshop ini diharapkan tumbuh dukungan dari pemerintah daerah, dunia usaha, perguruan tinggi, dan masyarakat warga Kabupaten Kulon Progo terhadap kegiatan ujicoba draft Model Penyiapan Masyarakat Menghadapi Era Aerotropolis Kulon Progo," jelas Luswihadi.
Adapun sebagai narasumber pada workshop ini di antaranya Wihana Kirana Jaya Pengajar Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM sekaligus Komisaris Angkasa Pura I, M Taufiq AR, Kepala Bappeda DIY, AB Widyanta Pengajar Jurusan Sosiologi Fisipol UGM, serta Arum Kusumaningtyas, CEO Pusat Kajian PT Catur Sagatra Lestari.