Masyarakat diharapkan untuk turut andil mengawasi secara bersama-sama penyelenggaraan Pilkada dengan basis pelaporan untuk mencegah kecurangan.

JAKARTA - Perkumpulan Jaga Pemilu mengajak kembali masyarakat diharapkan untuk bersama-sama mengawasi pemilihan kepala daerah (pilkada) Serentak yang akan berlangsung serentak pada tanggal 27 November 2024 di 37 provinsi serta 415 kabupaten dan 98 kota.

Basis pemantauan ini adalah pelaporan warga. Jaga Pemilu menyiapkan sistem yang memudahkan partisipasi para pemilih terlibat dalam pemantauan. "Warga cukup menghubungi nomor WhatsApp Jaga Pemilu: 0852-8282-5268," kata Ketua Perkumpulan Jaga Pemilu Natalia Soebagjo dalam keterangannya di Jakarta, Senin (30/9).

Model pelaporan ini berbeda ketika Jaga Pemilu memantau Pemilihan Umum 2024. Kala itu mereka menerima laporan-laporan warga secara langsung atau media sosial melalui situs web.

Disebutkan bahwa salah satu fokus pelanggaran yang banyak diungkap oleh Jaga Pemilu adalah penggunaan sumber daya publik oleh politikus dalam pemilu.

Menurut Natalia Soebagjo, pada pilkada penggunaan sumber daya publik tetap ditengarai menjadi salah satu modus pelanggaran.

Bila dalam pemilihan nasional yang lalu banyak sekali pelanggaran yang belum terungkap, keluasan pilkada membuat pengawasan menjadi penting. Masyarakat sipil perlu memantau dan mendokumentasikan potensi kecurangan tersebut.

"Bagi kami, pilkada sama penting dengan pemilihan umum presiden dan wakil presiden serta pemilu anggota legislatif karena kebijakan kepala daerah dan perilaku mereka berdampak pada kehidupan kita sehari-hari," kata Soebagjo.

Kerawanan Pilkada

Koordinator Legal dan Advokasi Jaga Pemilu Rusdi Marpaung menambahkan bahwa Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RItelah mengingatkan bahwa kerawanan dalam proses pilkada dapat terjadi pada konteks sosial politik, pencalonan, kampanye, dan pungut hitung.

Seberapa rendah atau tinggi tingkat kerawanan dan potensi kecurangan itu, menurut dia, tentu akan berbeda-beda antardaerah. Perbedaan itu terjadi karena ragam operator politik, dukungan logistik, dan karakter kelompok masyarakatnya.

"Hal lain adalah pengaruh koalisi hasil pemilihan umum nasional pada bulan Februari lalu. Meski koalisi partai-partai politik di tingkat lokal tidak melulu mengikuti komposisi nasional, di beberapa daerah kondisi nasional turut mewarnai," kata Marpaung.

Ia mengatakan bahwa bangsa ini memerlukan pimpinan yang terbaik, pemimpin yang paham masalah-masalah setempat. Pemimpin-pemimpin seperti itu hanya bisa muncul apabila pemilihan adil, tanpa intervensi, dan jujur.

"Kita belajar banyak dari pemilu pada bulan Februari lalu, kita tak mau mengulangi kesalahan-kesalahan yang sama," demikian Natalia Soebagjo.

Temuan pemantauan berbasis partisipasi warga itu akan dilaporkan secara berkala oleh Jaga Pemilu dan mitra daerah secara terbuka melalui situs web jagapemilu.com. Mereka juga akan membawa laporan-laporan tersebut ke bawaslu daerah masing-masing setelah laporan terverifikasi.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati menegaskann perlunya langkah antisipasi modus kecurangan yang terjadi pada Pemilu 2024, karena dikhawatirkan bisa terjadi pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024.

"Kalau dilihat dari putusan MK masalah Pilpres maupun Pileg hasilnya ada beberapa dugaan kecurangan, misalkan netralitas ASN, penggunaan fasilitas negara, dan lainnya bisa terulang lagi di daerah," kata Khoirunnisa di Jakarta, kemarin.

Menurut dia, putusan MK terkait kecurangan Pemilu 2024 memang masih ada celah untuk dimanfaatkan lagi oleh oknum atau siapapun yang maju pada Pilkada serentak 2024. Untuk itu, Khoirunnisa mengaku khawatir para peserta kontestasi Pilkada 2024 mengikuti jejak atau modus yang digunakan pada waktu Pemilu kemarin. "Karena MK menyatakan dalil dari pemohon tidak terbukti, kalau kita mau tarik kesimpulan MK menyadari bahwa Mahkamah kekurangan waktu untuk mendapatkan bukti yang cukup untuk memberi keyakinan," tuturnya.

Ia menambahkan bahwa semua perlu mengantisipasi duplikasi kecurangan, apalagi pada Pilkada 2024 ini cukup rawan mengingat pilkada dekat dengan konflik.

Baca Juga: