JAKARTA - Masyarakat diimbau agar tidak terpengaruh oleh kecenderungan panic buying, terutama dalam pembelian beras secara berlebihan. Stok beras di Indonesia sudah dipersiapkan dengan baik oleh pemerintah jauh-jauh hari sehingga tidak perlu ada kekhawatiran akan kekurangan pasokan.

"Jadi, sebenarnya beras itu ada dan kami jamin cukup. Masyarakat tidak perlu panic buying karena memang pemerintah sudah mempersiapkan jauh jauh hari," kata Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, di Jakarta, Sabtu (24/2).

Seperti dikutip dari Antara, Arief menyebut per 19 Februari, stok beras secara nasional yang dikelola oleh Bulog total ada 1,4 juta ton. Penyerapan beras yang bersumber dari petani dalam negeri di tahun ini realisasinya telah menyentuh angka 107 ribu ton.

Sementara itu, untuk stok Cadangan Beras Pemerintah Daerah (CBPP) hingga minggu kedua Februari, total secara keseluruhan terdapat 7,5 ribu ton.

Arief menekankan, pada Maret diproyeksikan akan terjadi panen beras sebanyak 3,5 juta ton. Proyeksi ini diharapkan dapat memberikan tambahan pasokan beras yang cukup signifikan, serta membantu menekan harga beras di pasaran.

Namun demikian, Arief juga menilai pentingnya menjaga nilai tukar petani (NTP) agar tidak mengalami penurunan yang signifikan. Dia menjelaskan harga beras dipengaruhi oleh harga gabah di mana jika harga gabah naik, harga beras pun akan mengikuti.

"Misalnya, rata-rata harga gabah 8.000 rupiah-8.500 rupiah memang harga berasnya akan 16.000 rupiah. Kenapa demikian? Memang ini terjadi di seluruh dunia, tidak hanya di Indonesia. Tapi, percayalah pemerintah akan menyeimbangkan antara harga di hulu dan harga di hilir," terang Arief.

Alami Defisit

Selain itu, dia juga mengungkapkan dalam delapan bulan terakhir, produksi beras di Indonesia mengalami defisit jika dibandingkan dengan konsumsi. Terkait dengan indeks harga beras dunia, Arief menyebutkan ada kenaikan yang signifikan, mencapai 13 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Namun, pemerintah telah mengambil langkah-langkah yang tepat dengan melakukan importasi beras untuk memperkuat Cadangan Pangan Pemerintah (CPP) dan melakukan stabilisasi harga di pasaran lewat penyaluran beras program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP).

Selain itu, bantuan pangan beras 10 kg yang menyasar 22 keluarga penerima manfaat serta Gerakan Pangan Murah (GPM) yang mendatangi langsung ke pemukiman penduduk atau tempat keramaian untuk menjual beras dengan harga yang dapat dijangkau masyarakat.

Dalam kerangka peningkatan produksi beras, Arief menyebutkan pemerintah telah bekerja sama dengan Kementerian Pertanian untuk meningkatkan luas panen padi. Menurut Arief, dengan proyeksi luas panen yang semakin bertambah, diharapkan produksi beras dapat meningkat sehingga dapat memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat.

"Kami close coordination dengan Menteri Pertanian yang hari ini bersama jajarannya bekerja keras untuk melakukan tanam. Jadi, panennya bisa 2,5 juta ton per bulan dan ini confirm memang harus dikerjakan. Kemarin sempat tertunda tanam karena ada climate change El Nino di akhir tahun," kata Arief.

Sementara itu, peneliti Mubyarto Institute, Awan Santosa mengatakan memang masyarakat jangan sampai panic buying beras. Lonjakan harga beras yang tidak berkorelasi dengan kesejahteraan petani menandakan masih ada persoalan dalam produksi dan distribusi (tata niaga) pangan termasuk beras.

"Oleh karena itu perlu revitalisasi peran Bulog dan demokratisasi produksi dan tata niaga pangan (beras) dengan memperkuat peran koperasi tani," tegas Awan.

Baca Juga: