Hasil penelitian lembaga survei kerap dijadikan rujukan bagi masyarakat sebagai pemilih, serta bagi politisi untuk mengatur strategi kampanye. Lembaga survei tidak terbatas pada penelitian tingkat elektabilitas partai dan peserta Pemilu, baru-baru ini salah satu lembaga survei merilis hasil temuannya soal ulama dan efek elektoralnya bagi peserta Pemilu.

Untuk membahas hal tersebut lebih lanjut, koran jakarta mewawancarai pakar psikologi politik UI yang juga Anggota Dewan Etik Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi), Prof. Hamdi Muluk, berikut rincian pembahasannya.

Apa fungsi dari lembaga survei?

Lembaga survei masuk ke dalam kategori penelitian ilmiah, yang mana kita sepakat pada kaidah-kaidah ilmiah itu tidak ada yang salah. Hal itu berarti bangsa ini sudah berada pada track yang benar. Usaha ilmiah kalau dilakukan dengan jujur, berintegritas, tidak ada etika penelitian yang dilanggar, tidak ada masalah.

Penelitian apa yang dilakukan lembaga survei?

Lembaga survei khususnya di bidang politik tidak hanya melakukan penelitian tentang jejak pendapat, elektabilitas, popularitas, opini tentang calon kandidat, serta isu yang diangkat. Selain itu, semua aspek termasuk tentang opini negara islam, negara demokrasi, pancasila, itu semua penting agar kita memahami aspirasi masyarakat mau kemana.

Contohnya?

Teman-teman penelitian itu tidak pernah turun ke lapangan hanya untuk tahu elektabilitas Jokowi berapa, Prabowo berapa. Banyak variabel-variabel yang kita lihat. Misalnya kita melakukan survei beberapa faktor, seperti faktor pigur, faktor kedekatan dengan partai, pengaruh dari orang-orang signifikan, tokoh agama, dan banyak sekali, sepanjang itu dilakukan dengan menggunakan kaidah ilmiah.

Bagaimana caranya?

Jadi gini, karena cara mudah untuk mencari tahu aspirasi masyarakat adalah melalui jejak pendapat, maka kita tanyakan banyak orang dengan berbagai kategori sehingga kita tahu faktor keseluruhan. Jadi, jangan hanya bertanya pada beberapa orang saja di warung.

Jadi, memiliki pengaruh terhadap masyarakat?

Nah, apakah masyarakat terpengaruh dari hasil survei belum tentu, karena ada dua teori. Pertama, kadang dapat menimbulkan apa yang disebut bandwagoon effect yaitu orang cenderung ikutikutan dalam artian cenderung memilih suara terbanyak.

Lalu, apa pengaruhnya untuk politisi?

Hasil survei ini semacam menjadi cermin, untuk melihat posisi dia dimana. Kalau kata politisi: "Saya harus melihat survei, sejauh mana tingkat popularitas saya serta tingkat elektabilitas saya." Kalau politisi berbasis data ilmiah bisa menjadi berkah, karena untuk referensi mengatur strategi kampanye.

Bagaimana lembaga survei yang merangkap konsultan politik?

Tidak masalah jika lembaga survei juga menjadi konsultan politik, sepanjang dia tidak merekayasa data. Jika ditemukan bahwa kebetulan kliennya bagus hasilnya dan disampaikan ke publik, itu sampaikan saja. trisno juliantoro/AR-3

Baca Juga: