Kisruh PPDB saat ini bukan masalah teknis di lapangan atau di daerah, tetapi terkait masalah sistemik.

JAKARTA - Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, menilai sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jangan berdasarkan prestasi siswa. Menurutnya, Jika hal tersebut dilakukan, maka akan memangkas hak anak untuk bisa bersekolah.

"Bagaimana nasib anak-anak yang tidak berprestasi? Padahal mereka adalah sama-sama anak Indonesia yang punya hak yang sama," ujar Ubaid, dalam keterangannya kepada awak media, kemarin.

Dia menilai, adanya kisruh PPDB saat ini bukan masalah teknis di lapangan/di daerah. Menurutnya, ada masalah sistemik yang dipicu oleh peraturan di level pusat, yaitu Permendikbud No.1 tahun 2023, yang masih menggunakan sistem seleksi.

"Di sisi lain, pemerintah tidak menyediakan bangku sekolah sejumlah kebutuhan. Mau pakai sistem apapun, tapi daya tampung tak tersedia, kekacauan pasti akan terjadi," tambahnya.

Ubaid menerangkan, sistem zonasi harus diterapkan berdasarkan pemerataan kursi dan mutu sekolah.

Sistem Baru

Terkait wacana sistem PPDB baru, Ubaid menilai, sistem tersebut harus mampu menjamin semua anak dapat jatah bangku sekolah. Pemerintah daerah juga wajib bekerjasama dengan pihak swasta bila kursi di sekolah negeri tak mampu menampung kebutuhan.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf, mengusulkan penerimaan siswa baru dikembalikan seperti sistem pendaftaran sekolah terdahulu, yakni seleksi berdasarkan nilai hasil ujian akhir sekolah seperti saat masih ada NEM (Nilai EBTANAS Murni). Menurutnya, sistem seperti tersebut diselaraskan dengan kebutuhan di masing-masing daerah.

"Maka kita akan minta segera membuat sistem baru yang lebih mengedepankan asas dan hak ke ujian, misalnya bisa kembali kepada sistem 'NEM', namun testing-nya itu hanya buat pendaftar-pendaftar yang non-zonasi," katanya.

Baca Juga: