WASHINGTON - TikTok akan berusaha meyakinkan pengadilan federal pada Senin (16/9) bahwa undang-undang (UU) yang mengharuskan aplikasi berbagi video itu melepaskan kepemilikannya di Tiongkok atau menghadapi larangan di Amerika Serikat adalah inkonstitusional.
Dikutip dari The Straits Times, nasib akses warga Amerika Serikat ke TikTok telah menjadi isu utama dalam perdebatan politik negara tersebut, dengan kandidat presiden dari Partai Republik, Donald Trump, menentang larangan apa pun terhadap aplikasi yang sangat populer itu.
Presiden Joe Biden, yang Wakil Presidennya Kamala Harris mencalonkan diri melawan mantan Presiden Trump, menandatangani undang-undang yang memberi TikTok waktu hingga Januari 2025 untuk melepaskan kepemilikannya di Tiongkok atau dikeluarkan dari pasar AS.
ByteDance, perusahaan induk TikTok, telah menyatakan tidak punya rencana untuk menjual TikTok, sehingga satu-satunya pilihan untuk bertahan hidup hanyalah mengajukan banding hukum aplikasi tersebut, yang berfokus pada jaminan AS atas kebebasan berbicara.
Larangan tersebut kemungkinan besar akan memicu reaksi keras dari pemerintah Tiongkok dan semakin membebani hubungan AS-Tiongkok.
Dengarkan Argumen
Panel tiga hakim Pengadilan Banding AS akan mendengarkan argumen dari TikTok, ByteDance dan sekelompok pengguna. Mereka terutama akan berpendapat soal undang-undang tersebut melanggar hak kebebasan berbicara.
Para hakim akan memutuskan kasus itu dalam beberapa minggu atau bulan mendatang, tetapi terlepas dari keputusan mereka, kasus tersebut kemungkinan akan sampai ke Mahkamah Agung AS.
"Tidak diragukan lagi, Undang-Undang itu akan memaksa penutupan TikTok paling lambat 19 Januari 2025," demikian pernyataan TikTok,
Membungkam mereka yang menggunakan platform tersebut untuk berkomunikasi dengan cara yang tidak dapat ditiru di tempat lain. TikTok berpendapat meskipun divestasi dimungkinkan, aplikasi tersebut akan tetap direduksi menjadi cangkang dari dirinya yang dulu, tanpa teknologi inovatif dan ekspresif yang menyesuaikan konten untuk setiap pengguna.
TikTok menegaskan konstitusi ada di pihak kami, karena mendorong keputusan yang akan menguntungkan aplikasi tersebut dan 170 juta penggunanya di Amerika.
Pemerintah AS berpendapat undang-undang tersebut membahas masalah keamanan nasional, bukan kebebasan berbicara, dan bahwa ByteDance tidak dapat mengeklaim hak Amendemen Pertama di AS.
"Mengingat jangkauan TikTok yang luas di Amerika Serikat, kapasitas Tiongkok untuk menggunakan fitur-fitur TikTok guna mencapai tujuan utamanya, yakni melemahkan kepentingan Amerika, menciptakan ancaman keamanan nasional dengan skala dan kedalaman yang sangat besar," tulis Departemen Kehakiman AS dalam pengajuannya.
AS berpendapat ByteDance dapat dan mau mematuhi tuntutan pemerintah Tiongkok atas data tentang pengguna AS, atau menyerah pada tekanan pemerintah Tiongkok untuk menyensor atau mempromosikan konten di platform tersebut.
TikTok pertama kali menghadapi pengawasan di bawah pemerintahan Trump, yang mencoba melarangnya namun tidak berhasil.
Upaya itu terhenti ketika seorang hakim federal memblokir sementara langkah Trump, dengan alasan sebagian berpotensi melanggar hak kebebasan berbicara.
Trump telah mengubah posisinya. "Bagi mereka yang ingin menyelamatkan TikTok di Amerika, pilih Trump," katanya dalam sebuah unggahan video minggu lalu.
Sebagai ukuran popularitas aplikasi tersebut, kampanye pemilihan kembali Biden membuat akun TikTok pada awal 2024.