Judul : Kebebasan, Toleransi dan Terorisme: Riset dan Kebijakan Agama di Indonesia

Editor : Ihsan Ali-Fauzi, Zainal Abdin Bagir, Irsyad Rafsadi

Penerbit : Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD) Yayasan Paramadina

Cetakan : Pertama, Mei 2017

Tebal : 297 halaman

ISBN : 978-979-772-055-1

Menyoal keberagaman dalam kehidupan keberagamaan di Indonesia masih menyisakan tanda tanya besar. Konflik-konflik sosial berbasis agama yang terjadi di berbagai daerah tak jua kunjung usai. Seperti pembakaran rumah ibadah, penistaan atas nama agama, benturan fisik antar umat agama, misalnya. Atau yang paling merugikan banyak pihak: terorisme. Tak jarang, agama menjadi sumbu konflik di negeri yang majemuk ini.

Dalam hal itu, kehidupan beragama di suatu negara tak bisa lepas dari konstruksi kebijakan. Maka dalam proses pembuatan kebijakan, sudah sepatutnya riset-riset empirik menjadi tumpuan dasar. Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD) Yayasan Paramadina bekerjasama dengan Knowledge Sector Initiatives menggagas publikasi buku berjudul Kebebasan, Toleransi dan Terorisme: Riset dan Kebijkan Agama di Indonesia. Urgensi penerbitan buku ini dikarenakan pentingnya kebijakan yang ditopang oleh hasil penelitian empiris. Karena pada kenyatannya, sejauh ini banyak kebijakan di Indonesia yang tidak berdasarkan asas pengetahuan yang kuat.

Buku setebal 297 halaman ini merupakan kumpulan tulisan yang terdiri dari delapan esai seputar isu sentral kebijakan keagamaan di Indonesia. Kelindan antara ilmu pengetahuan dan kebijakan menjadi basis utama dalam merawat serta merayakan keragaman agama sebagai cita-cita di masa depan. Khususnya di Indonesia.

Pada pembacaan pertama, Samsul Maarif mengajak kita menelusuri ulang definisi-definisi agama. Hasil kajiannya menunjukan bahwa agama yang hari ini dipahami di Indonesia merupakan terjemahan langsung atau bahkan jiplakan dari praktik yang sama di barat akibat kolonialisme.

Selanjutnya, Irsyad Rafsadi memaparkan pengukuran kebebasan beragama di Indonesia selama satu dasawarsa terakhir. Pendekatan empiris pengukuran ini dilakukan dengan dua metode: pengukuran berbasis-peristiwa dan pengukuran berbasis-standar. Pengukuran berbasis-peristiwa mendeskripsikan dan menghitung tindakan pelanggaran. Lembaga-lembaga internasional yang menggunakan metode pengukuran berbasis-peristiwa ini diantaranya U.S. Commission on International Religious Freedom (USCIRF), Human Rights Watch, Amnesty International dan Human Rights First. Untuk lembaga-lembaga dalam negeri, laporan-laporan yang dikeluarkan oleh Setara Institute, The Wahid Institute dan CRCS UGM. Sedangkan pengukuran berbasis-standar yaitu menghitung tingkat pelanggaran dalam skala kuantitatif yang dirancang agar dapat diperbandingkan dengan standar yang sama. Contohnya skala kebebasan sipil dan politik Freedom House. Atau dalam tingkat nasional, terdapat Indeks Demokrasi Indonesia, misalnya. (hal 100-105).

Pada isu kerukunan umat beragama, M. Adlin Sila mendiskusikan konsep kerukunan sebagai kebijakan pemerintah dalam mengelola masyarakat Indonesia yang majemuk.

Isu terorisme tak luput dari pembahasan dalam buku ini. Ihsan Ali-Fauzi dan Solahudin menelaah kajian deradikalisasi di Indonesia. Argumen pokok yang diajukan adalah riset-riset tentang deradikalisasi di Indonesia masih berada pada tahap sangat awal yang masih bersifat deskriptif-evaluatif serta kurangnya perhatian pengambil kebijakan tentang kasus yang tak sepele ini.

Pada akhirnya, esai-esai mengenai studi-studi keagamaan yang termaktub dalam buku terbitan Yayasan Paramadina ini belum bisa dikatakan tuntas, atau paling tidak merangkum seluruh isu-isu sentral ihwal kebijakan keagamaan di Indonesia.

Peresensi, Mahasiswa Pascasarjana Sosiologi Universitas Sebelas Maret

Baca Juga: