PETALING JAYA - Seorang aktivis hak asasi manusia (HAM) terkemuka Malaysia dan ketua LSM reformasi "Bersih 2.0", Maria Chin Abdullah, pada Selasa (6/3) menyatakan bahwa dirinya akan maju mencalonkan diri sebagai Perdana Menteri Malaysia pada pemilihan umum mendatang. Sejumlah analis politik berpendapat majunya Maria akan semakin mendorong oposisi untuk mendongkel PM Najib Razak dari kekuasaan.

"Saya memutuskan untuk mundur dari keketuaan Bersih 2.0 dan bersedia menerima tantangan baru di arena politik," demikian bunyi undangan konferensi pers yang akan digelar Selasa, dan diterima media pada Senin (5/3).

Majunya Maria, 62 tahun, terjadi setelah muncul spekulasi bahwa PM Najib akan memajukan pemilu dalam beberapa pekan mendatang seiring dengan koalisi partai penguasa, Barisan Nasional, akan mengakhiri masa baktinya selama periode waktu lima tahun.

Dalam undangan tersebut, Maria menyatakan pencalonannya atas dukungan aliansi empat partai oposisi yang dipimpin Pakatan Harapan (PH). Sebelumnya Maria sempat mengatakan akan maju sebagai calon independen yang masih dibawah panji koalisi oposisi PH. Saat ini PH dipimpin oleh mantan PM Mahathir Mohamad, 92 tahun.

PM Najib sendiri menghadapkan bisa mendapatkan mandat kembali setelah dihantui oleh skandal korupsi internasional yang melibatkan lembaga finansial Malaysia, 1MDB.

Nonpolitisi

Saat memimpin aksi turun ke jalan untuk menyuarakan reformasi melawan pemerintah yang berkuasa pada 2016 lalu, Maria sempat ditahan polisi dan harus mendekam di penjara selama 10 hari.

Maria merupakan tokoh sipil nonpolitisi terbaru yang menyatakan akan maju dalam pemilu. Sebelumnya pada pekan lalu, Wan Saiful Wan Jan, mantan kepala sebuah lembaga kebijakan, juga mencalonkan diri di bawah bendera Parti Pribumi Bersatu Malaysia.

Menurut analis politik, akan banyak lagi aktivis kemasyarakatan yang akan maju di bawah panji oposisi. "Mereka mau bergabung (dengan oposisi) karena ada peluang yang nyata untuk mengalahkan Barisan Nasional," kata James Chin, direktur Asia Institute di University of Tasmania.

Analis politik lainnya mengatakan, tak mudah untuk mengalahkan partai berkuasa karena ada perpecahan di koalisi oposisi dan sistem pemilihan yang tak menguntungkan oposisi.

AFP/StraitsTimes/I-1

Baca Juga: