MANILA - Kelompok nasionalis dan aktivis Filipina mendesak Presiden Ferdinand Marcos Jr untuk secara aktif menegaskan hak teritorial negara mereka. Desakan itu diserukan pada Selasa (12/7) saat peringatan ke-6 tahun keluarnya putusan pengadilan arbitrase yang membatalkan klaim besar-besaran Beijing di Laut Tiongkok Selatan (LTS).

Sekitar 50 aktivis pada Selasa melakukan aksi demonstrasi di luar Konsulat Tiongkok di Distrik Makati, di mana mereka membawa spanduk bertuliskan tuntutan agar kapal-kapal Tiongkok tetap berada di luar Laut Filipina Barat (LTS).

"Isu sengketa wilayah bukan semata hanya masalah abstrak kedaulatan, namun juga akses ke sumber daya," ucap Benjamin Miguel Alvero, juru bicara kelompok Koalisi Laut Filipina Barat, yang memimpin aksi protes itu.

"Militerisasi Laut Filipina Barat memiliki dampak nyata bagi ribuan warga Filipina biasa, komunitas nelayan yang tidak dapat bekerja dan melakukan mata pencaharian mereka karena ancaman pelecehan, terutama dari pasukan militer Tiongkok," kata Alvero seraya mengatakan agar Filipina harus menghadapi apa yang disebutnya sebagai ambisi ekspansionis dari kebangkitan Tiongkok.

"Kami menantang pemerintahan Ferdinand Marcos Jr yang baru terpilih untuk membuktikan komitmennya melayani rakyat Filipina (dengan) memperjuangkan kebijakan luar negeri yang berprinsip, tidak seperti enam tahun terakhir di bawah pemerintahan Duterte," imbuh dia.

Menanggapi desakan itu, Menteri Luar Negeri Filipina, Enrique A Manalo, secara diplomatis tidak menyuarakan sikap pemerintahan Marcos atas putusan penting dari Mahkamah Arbitrase Permanen di Den Haag pada 2016.

"Putusan itu final. Kami dengan tegas menolak upaya untuk melemahkannya bahkan menghapusnya dari hukum, sejarah, dan ingatan kolektif kita," ucap Menlu Manalo.

Putusan pengadilan pada 12 Juli 2016, bersama dengan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS), adalah "jangkar kembar" dari kebijakan dan tindakan Filipina di laut, kata Menlu Manalo.

Duterte Dikritik

Pemimpin Filipina terdahulu, Rodrigo Duterte, yang menjabat sebagai presiden pada pertengahan 2016, telah lama dikritik karena dianggap terlalu lunak terhadap ekspansionisme militer Tiongkok di jalur perairan.

Tak lama setelah Duterte berkuasa, pengadilan arbitrase memutuskan mendukung Manila atas Beijing setelah kapal-kapal Tiongkok sejak 2012 menolak untuk meninggalkan Scarborough Shoal, sebuah wilayah LTS dalam lingkup 200 mil ZEE Filipina.

Sejak keputusan pengadilan itu, Beijing telah menolak untuk meninggalkan daerah tersebut dan melanjutkan kegiatan maritim ekspansionisnya.

Selama menjabat sebagai Presiden Filipina, Duterte menjalin hubungan dekat dengan Presiden Tiongkok, Xi Jinping, dan menarik Filipina menjauh dari sekutu tradisionalnya yaitu AS. BenarNews/I-1

Baca Juga: