» Manipulasi data inflasi bukan hanya permasalahan teknis, melainkan juga mencerminkan distorsi pada tata kelola pemerintahan.
» Jika keputusan yang dibuat tidak berdasarkan data yang akurat, hasilnya tentu tidak sesuai harapan.
JAKARTA - Sejumlah kalangan beberapa waktu lalu sudah mulai menengarai akan adanya manipulasi data inflasi. Bahkan, data inflasi yang disajikan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam beberapa publikasi terkesan seperti sesuai pesanan pemerintah. Kecurigaan akan data pesanan itu mencuat karena data yang disajikan terkadang tidak mencerminkan keadaan yang sesungguhnya dirasakan masyarakat terutama terkait dengan kenaikan harga. Data yang disajikan terkesan moderat, sementara fakta di lapangan kenaikan harga barang dan jasa sangat memberatkan masyarakat sebagai konsumen.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, pada Jumat (4/10), mengingatkan pemerintah daerah (pemda) untuk tidak memanipulasi data inflasi. "Saya menekankan sekali lagi, data inflasi harus akurat dan kredibel," kata Menkeu di Kantor Kemenkeu seperti dikutip dari Antara.
Dia juga menyebut telah berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) terkait hal itu. Berdasarkan penelusuran ditemukan sejumlah pemda yang memanipulasi data inflasi. Dugaan manipulasi data inflasi oleh pemda mencuat setelah Mendagri menyebut ada kepala daerah menggunakan modus tersendiri untuk mengakali angka inflasi. Hal itu mereka lakukan karena daerah yang mampu menjaga inflasi berpeluang menerima insentif dari pemerintah. Sementara daerah yang gagal mengendalikan inflasi bisa terkena sanksi.
Hal itulah yang mendorong para kepala daerah menyusun strategi untuk memanipulasi angka inflasi. Cara lain, sebut Mendagri, yang juga dilakukan oleh pemda adalah membuat pasar murah sebelum BPS melakukan survei, sehingga data yang terkumpul bukan data yang riil. Menanggapi rekayasa data inflasi itu, Manajer Riset Seknas Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Badiul Hadi, menegaskan manipulasi data inflasi merupakan penyesatan sistematis kebijakan fiskal.
Manipulasi data inflasi bukan hanya permasalahan teknis, melainkan juga mencerminkan distorsi pada tata kelola pemerintahan. Kredibilitas data ekonomi yang akurat sangat penting karena data tersebut sebagai pijakan/ landasan utama untuk merumuskan kebijakan fiskal dan moneter, baik di tingkat pusat maupun daerah. "Inflasi yang direkayasa dapat menyesatkan kebijakan distribusi anggaran dan subsidi, serta mempengaruhi alokasi Dana Alokasi Umum yang diberikan kepada daerah," tegas Badiul.
Manipulasi data inflasi juga dapat menghambat upaya pengendalian harga dan stabilisasi ekonomi secara nasional. Angka inflasi yang tidak mencerminkan realitas di lapangan membuat program intervensi, seperti penetapan harga pangan dan bantuan sosial, tidak tepat sasaran.
"Contoh, jika angka inflasi diturunkan secara artifisial maka alokasi anggaran untuk bantuan sosial bisa berkurang, padahal di sisi lain daya beli masyarakat tengah tertekan," jelas Badiul. Dia pun meminta pemerintah pusat, khususnya Kemenkeu dan Kemendagri, menindak tegas dan menjatuhkan sanksi seperti pemotongan anggaran kepada pemda yang terbukti melakukan manipulasi data inflasi. "Jika situasi ini dibiarkan, tidak hanya kredibilitas data yang hancur, tetapi juga kepercayaan masyarakat atas semua kebijakan ekonomi pemerintah. Pemda harus lebih bertanggung jawab, terutama menghindari politisasi data inflasi," kata Badiul.
Peran Vital
Guru Besar bidang Ilmu Akuntansi Forensik Sektor Publik Universitas Negeri Surabaya, yang juga Ketua Asosiasi Dosen Akuntansi Sektor Publik (Association of Public Sector Accounting Educators/APSAE), Dian Anita Nuswantara, mengatakan pengendalian laju dan tingkat inflasi memiliki peran vital dalam bidang makroekonomi.
Jika keputusan yang dibuat tidak berdasarkan data yang akurat, hasilnya tentu tidak sesuai harapan. "Keberhasilan pengendalian inflasi sangat penting karena dampaknya akan dapat mempengaruhi kesejahteraan masyarakat," kata Dian. Saat ini masih ada masyarakat yang mengeluh soal harga-harga. Sudah seharusnya pemerintah pusat mengendalikan tingkat inflasi agar tetap rendah dan stabil, tapi dengan menggunakan statistik yang kredibel.
Masalahnya sekarang, program satu data Indonesia yang diharapkan menjadi tata kelola data yang mendukung perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pengendalian pembangunan belum dapat terimplementasi dengan baik, sehingga peluang untuk memanipulasi data memang masih besar.