Pakar dari Tiongkok dan pejabat dari Filipina berselisih mengenai nasib kapal perang usang Filipina di LTS setelah Beijing merilis laporan yang menyebutkan kapal perang tersebut merusak ekosistem terumbu karang.
MANILA - Seorang pakar terkemuka soal Laut Tiongkok Selatan (LTS) dari Tiongkok, menyerukan perlunya solusi permanen terhadap perselisihan mengenai Second Thomas Shoal. Seruan inimenimbulkan pertanyaan tentang niat Beijing mengenai nasib kapal perang tua yang ditempatkan Filipina di sana sebagai pos terdepan.
Para pejabat dan akademisi Filipina telah menolak saran tersebut, dan berjanji untuk mengambil semua langkah yang diperlukan untuk memastikan bahwa kapal perangera Perang Dunia II, BRP Sierra Madre, dapat terus diperbaiki, meskipun upaya tersebut amat ditentang oleh Tiongkok.
Tahun lalu, Tiongkok dan Filipina telah berulang kali berselisih mengenai perairan dangkal tersebut, yang berada di zona ekonomi eksklusif Filipina, namun juga termasuk dalam sembilan garis putus-putus Tiongkok yang menandai klaim kedaulatan Tiongkok di LTS.
Peningkatan ketegangan terbaru ini ditandai dengan adanya konfrontasi antara Penjaga Pantai Tiongkok dan kapal Angkatan Laut Filipina pada tanggal 17 Juni lalu, dimana kedua belah pihak kemudian sepakat untuk memulihkan kepercayaan dan membangun kembali kepercayaan diri.
Pada 11 Juli lalu, Dr Wu Shicun mengatakan kepada wartawan di Beijing bahwa model pengelolaan saat ini yang mana Tiongkok mengizinkan Filipina untuk memasok tentara yang ditempatkan di perairan dangkal tersebut atas dasar kemanusiaan namun tidak dengan bahan bangunan, tidak berkelanjutan.
"Hal ini antara lain disebabkan oleh pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh BRP Sierra Madre," ujar Wu.
Kapal tersebut dikatakan berada dalam kondisi yang buruk, dan beberapa analis berpendapat bahwa kapal tersebut tidak akan bertahan lama tanpa bala bantuan.
"Disintegrasi kapal di masa depan dapat menyebabkan bencana lingkungan," kata Wu, yang merupakan ketua wadah pemikir Pusat Kerja Sama Maritim dan Tata Kelola Laut Huayang, yangrutin menjadi pembicara mengenai isu-isu LTS di konferensi internasional.
Wu lalu merujuk pada laporan yang dirilis Kementerian Sumber Daya Alam Tiongkok pada 8 Juli, yang menyebutkan bahwa kapal perang tersebut telah merusak ekosistem terumbu karang di sana. Laporan tersebut juga mengatakan Filipina harus segera menyingkirkan kapal itu karena merupakan sumber polusi.
Narasi Palsu
Sementara itu peneliti di lembaga pemikir Asia Pacific Pathways to Progress Foundation yang berbasis di Manila, Lucio Pitlo III, mengatakan bahwa jika Tiongkok mengubah status quo di Second Thomas Shoal dapat berarti memblokir pasokan bahan bangunan atau menarik kapal perang.
Sedangkan juru bicara Angkatan Laut Filipina, Roy Trinidad, mengatakan bahwa BRP Sierra Madre akan tetap berada di perairan dangkal tersebut dan tuduhan yang dilontarkan terhadap kapal tersebut adalah bagian dari narasi palsu Tiongkok.
"Kami tidak akan tergoyahkan untuk terus merotasi pasukan kami dan memberi mereka pasokan yang sesuai," kata Trinidad.
Terkait kerusakan yang tidak dapat diperbaiki pada ekosistem laut di LTS, mantan hakim senior Mahkamah Agung Filipina, Antonio Carpio, mengkritik Tiongkok karena ketika putusan pengadilan arbitrase pada tahun 2016 keluar, justru aktivitas pembangunan pulau buatan secara besar-besaran oleh Beijing telah menyebabkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki.
"BRP Sierra Madre memang sudah berkarat, namun hal ini tidak sebanding dengan apa yang dilakukan Tiongkok dalam menghancurkan tujuh terumbu atol untuk membangun pulau buatan mereka yang benar-benar tak tertandingi," kata Carpio. "Jika Tiongkok sekarang peduli terhadap lingkungan hidup, maka Tiongkok harus membiarkan Filipina memperbaiki BRP Sierra Madre tanpa hambatan," imbuh dia.
Wakil Menteri Luar Negeri Filipina, Theresa Lazaro, juga mengatakan isu yang diangkat saat ini terhadap kapal perang yang sengaja dikandaskan Filipina adalah bagian dari operasi disinformasi Tiongkok terhadap Manila. ST/I-1