MANILA - Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, bersedia mengizinkan pasukan Amerika Serikat (AS) menggunakan pangkalan dan fasilitas di Filipina jika konflik di Ukraina yang bermula dari invasi Russia, menyebar ke Asia. Hal itu dikatakan Duta Besar Filipina untuk Washington DC, pada pertengahan pekan lalu.

"Filipina akan menghormati Perjanjian Pertahanan Bersama (Mutual Defense Treaty/MDT) yang telah berusia puluhan tahun, yang mengikat kedua sekutu untuk saling membantu pada saat kekuatan asing menyerang salah satu negara, dan akan memungkinkan AS untuk menggunakan bekas pangkalan angkatan laut dan udara Amerika di sini," kata Dubes Jose Manuel Romualdez.

"Jika AS meminta dukungan, Filipina pastinya akan siap menjadi bagian dari upaya tersebut, terutama jika konflik Ukraina ini meluas ke kawasan Asia," imbuh Romualdez kepada wartawan di Manila selama forum daring.

"Dia (Presiden Duterte) menyatakan bahwa Filipina akan siap untuk membuka pintunya, terutama kepada sekutu kami, AS, untuk menggunakan fasilitas kami, fasilitas apa pun yang mungkin mereka butuhkan," tegas Romualdez yang berbicara dari Washington DC.

Romualdez, yang baru-baru ini bertemu dengan Presiden Duterte di Manila, mengatakan bahwa Duterte menunjukkan persetujuannya untuk membuka bekas pangkalan militer jika terjadi situasi darurat dan mengizinkan pasukan AS untuk kembali ke Pangkalan Angkatan Laut Subic Bay dan Pangkalan Udara Clark jika konflik Ukraina meluas hingga Asia.

Kedua pangkalan itu termasuk di antara instalasi luar negeri terbesar militer AS tetapi ditutup setelah Kongres Filipina memutuskan untuk mengakhiri sewa mereka pada awal '90-an, pada akhir Perang Dingin. Sejak pasukan AS mengosongkan kedua lokasi, mereka telah diubah menjadi pelabuhan bebas dan zona investasi.

"Saya cukup yakin bahwa presiden mengambil langkah ini dalam situasi darurat jika konflik (Ukraina) menyebar di kawasan Asia karena alasan tertentu. Dan pilihan kami adalah karena kami memiliki MDT dengan AS, kami memiliki hubungan khusus dan aliansi militer ini, dia (Duterte) mengatakan dia mengizinkan penggunaan fasilitas," kata Dubes Filipina untuk AS itu.

Tetap Netral

Sejak Duterte berkuasa pada pertengahan 2016, ia telah mencoba untuk menjalin hubungan ekonomi dan bilateral yang lebih dekat dengan saingan AS yaitu Tiongkok dan Russia. Namun, AS tidak goyah dalam aliansi militer dan telah membantu pemerintahan Duterte mengalahkan militan pro-ISIS ketika mereka mengambil alih Kota Marawi selama lima bulan di Filipina selatan pada 2017.

Pernyataan Romualdez dilontarkan kurang dari sepekan setelah Duterte mengatakan bahwa Filipina harus tetap netral terkait konflik baik terhadap Ukraina maupun Russia karena terlalu jauh secara geografis.

Namun pada 2 Maret lalu, Filipina bergabung dengan 140 negara anggota PBB lainnya untuk memberikan suara mendukung resolusi Majelis Umum yang mengutuk serangan militer Russia ke Ukraina. RFA/I-1

Baca Juga: